MENGENAL PEMANIS BUATAN MUTAKHIR
Konsumsi gula dunia cenderung meningkat sejalan perkembangan populasi dan peningkatan taraf hidup terutama di negara-negara maju. Di lain pihak, dengan alasan kesehatan, konsumen berusaha mencari pemanis yang tidak menghasilkan kalori agar mereka tetap dapat menikmati rasa manis tanpa takut menjadi gemuk atau menimbulkan respon glikemik (peningkatan kadar gula darah). Industri pangan dan farmasi berlomba-lomba menciptakan pemanis-pemanis sintetik bebas kalori. Pemanis yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat mengganti sukrosa (gula tebu), glukosa atau gula-gula lain yang berkalori tinggi, mendukung usaha konsumen untuk mengontrol berat badan, menekan kadar glukosa darah, mengurangi sedapat mungkin karies gigi yang diakibatkan konsumsi gula, akan tetapi tetap dapat menikmati rasa manis.
Evaluasi terhadap pemanis buatan sebelum dilempar ke pasaran meliputi mutu sensorik (rasa manis, ada tidaknya rasa pahit, ada tidaknya bau), keamanan, pengaruhnya terhadap zat-zat lain dalam bahan pangan, stabilitas dalam proses dan pengolahan pangan. Trend terbaru, industri pangan mulai suka menggunakan kombinasi beberapa pemanis buatan sekaligus.
Industri pangan di Indonesia sudah lama mengenal pemanis buatan sakarin, siklamat dan aspartam. Hanya dua yang pertama penggunaannya sangat ketat, bahkan di negara-negara tertentu sudah dilarang. Sedangkan aspartam banyak digunakan industri pangan Indonesia, khususnya untuk produk makanan dan minuman diet. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya mulai menggunakan pemanis mutakhir, yang mungkin masih belum banyak dikenal di Indonesia yaitu alitame, acesulfame-K dan sucralose. Amankah pemanis-pemanis baru itu ?
Alitame
Alitame adalah pemanis buatan campuran dari 2 senyawa turunan asam amino yaitu l-asam aspartat dan d-alanin serta satu senyawa amida. Tingkat kemanisannya mencapai 2000 x sukrosa, tanpa rasa pahit dan rasa metal (bandingkan dengan sakarin yang memberikan aftertaste pahit di pangkal lidah). Tahun 1986 oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat, pemanis ini direkomendasikan untuk produk pangan termasuk roti-kue, minuman ringan dan permen.
Dalam tubuh manusia 7-22% alitame tidak diabsorbsi usus tapi langsung dibuang melalui sistem ekskresi. Sisanya (78-93%) terhidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin-amida. Asam aspartat dicerna sebagai asam amino sedangkan alanin-amida diekskresikan melalui urine. Alitame masih memiliki kalori sebesar 1,4 kcal/gram.
Pada tahun 1995 JECFA (Joint Expert Committee on Food Additives, lembaga ilmiah di bawah WHO dan FAO – PBB) menyimpulkan dari hasil penelitian bahwa alitame tidak bersifat karsinogen, akan tetapi perlu ada pembatasan penggunaan sesuai konsep ADI (Acceptable Daily Intake = konsumsi harian yang diperkenankan) sebesar 0,34 mg/kg berat badan.
Alitame sebenarnya merupakan produk hasil penemuan industri farmasi multinasional, Pfizer Inc, yang memegang hak paten dengan nama “Aclame ”. Pfizer mengklaim kelebihan alitame antara lain sangat mudah larut dalam air, stabil pada pengolahan menggunakan panas dengan range pH luas. Alitame memperoleh efek sinergis yang menguntungkan jika dikombinasikan dengan pemanis rendah kalori lainnya.
Acesulfame-K
Acesulfame K (acesulfame-kalium) telah disetujui FDA sebagai aditif pemanis untuk makanan pada tahun 1988. FDA merekomendasikan acesulfame-K digunakan pada produk roti-rotian, makanan beku, yogurt, kembang gula, permen karet, produk susu kering, sirup dan saus. Juga untuk produk pasta gigi, mouth wash dan pelapis obat. Acesulfame-K sering digunakan sebagai kombinasi dengan pemanis buatan yang lain seperti aspartam, sakarin atau siklamat. Pada tahun 1995 pemanis ini juga digunakan pada minuman beralkohol. Secara komersial acesulfame-K menggunakan merk Sunette atau Sweet One dalam bentuk saset dan tablet. Aman dikonsumsi dengan batasan ADI maksimal 15 mg/kg berat badan.
Acesulfame-K ditemukan seorang kimiawan Karl Clauss tahun 1967. Dia menemukan rasa manis secara tidak sengaja ketika menjilatkan jarinya untuk mengambil kertas di laboratorium. Patennya dimiliki oleh Hoechst AG, Jerman. Acesulfame-K rasanya manis, beberapa orang merasakan adanya aftertaste yang pahit hampir seperti sakarin, tetapi sebagian lain tidak merasakannya. Potensi kemanisan relatif (sweetness potency relative) sekitar 200 x sukrose. Acesulfame-K dinyatakan sebagai pemanis buatan bebas kalori yang bersih, cepat memberikan rasa manis. Memiliki kestabilan yang baik pada suhu tinggi dan daya larut yang baik sehingga pemanis ini dianggap cocok untuk berbagai produk.
Sucralose
Sucralose merupakan derivat sukrosa yang diklorinasi dengan tingkat kemanisan 600 x sukrosa. Pada tahun 1988 pemanis buatan ini telah direkomendasikan FDA aman untuk produk makanan dengan nilai ADI maksimal 10 mg/berat badan. Salah satunya dikenal dengan merek dagang “Splenda”. Pemanis buatan ini telah digunakan pada beberapa produk pangan, khususnya minuman ringan.
Masa Depan Pemanis Sintetik
Sebenarnya masyarakat industri pangan menunggu-nunggu ditemukannya pemanis sintetik yang benar-benar aman, tanpa ada kontroversi karena diragukan keamanannya. Sayang sekali menurut CSPI (Center for Science in the Public Interest) sebuah LSM di Amerika Serikat yang bergerak pada bidang kesehatan menyatakan alitame, acesulfame-K maupun sucralose bukanlah yang diharapkan.
Beberapa kasus maupun hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa produk-produk sintetis di atas tidak 100% aman. Sucralose misalnya, dalam proses metabolisme normal tubuh ternyata menghasilkan 1-6 dichlorofructose suatu senyawa yang tidak aman bagi manusia. Sedangkan pada acesulfame-K ditemukan asetoasetamid yang menimbulkan efek pada kelenjar tiroid pada tikus, kelinci dan anjing. Penambahan 1% dan 5% asetoasetamid pada ransum makanannya selama 3 bulan menyebabkan tumbuhnya tumor jinak pada kelenjar tiroid tikus. Bahkan aspartampun sebenarnya tidak aman 100%. Hasil penelitian mutakhir di Eropa menunjukkan aspartam menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan karena akumulasi formaldehid sebagai hasil metabolisme. Formaldehid dapat merusak sistem imun manusia.
Sama dengan aditif makanan lainnya, pemanis buatan yang digunakan dalam makanan harus disertai label yang menunjukkan ADI maksimum, sehingga konsumen dapat mengetahui batas keamanan produk yang dibelinya.
Alangkah baiknya jika kita mengikuti anjuran back to nature yaitu untuk sedapat mungkin menggunakan bahan alami, karena produk-produk di atas merupakan produk sintetis yang belum 100% aman seperti bahan alami. Madu bisa dijadikan alternatif pilihan sumber gula yang sehat. Namun konsumen harus jeli karena banyak madu yang dijual di pasaran bukan berasal dari hasil derasan sarang lebah madu tetapi rebusan gula karamel atau bahkan mungkin olahan “raw sugar” ! Waspadalah !
Surabaya, Agustus 2008
Penyusun :
Ir. Richardus Widodo, MM
Senin, 22 Maret 2010
Jumat, 05 Maret 2010
hubungan kebudayaan dengan kemajuan ekonomi
Pendidikan dan Kebudayaan
A. Pendahuluan
Pendidikan, baik formal maupun nonformal, adalah sarana untuk pewarisan kebudayaan. Setiap masyarakat mewariskan kebudayaannya kepada generasi yang lebih kemudian agar tradisi kebudayaannya tetap hidup dan berkembang, melalui pendidikan. Secara alamiah kodrati manusia tidak dapat hidup tanpa proses pembelajaran dan pendidikan, karena untuk menjadi dirinya yang mandiri diperlukan suatu proses yang panjang. …Peranan proses pembelajaran dan pendidikan menjadi amat penting bagi kehidupan manusia, agar ia dapat hidup dan berkembang secara layak2. Artinya, pendidikan merupakan sistem dan cara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Katakan saja, dalam sejarah kehidupan umat manusia3, hampir tidak ada kelompok manusia-pun yang tidak menggunakan pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenis sebagai alat “pembudayaan” dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang [primitif].
Pendidikan sesungguhnya produk dari kebudayaan manusia sendiri, ia menjadi bagian dari kebudayaan. Rancangan suatu pendidikan dalam kehidupan masyarakat sepenuhnya ditentukan oleh tingkat perkembangan dan kemajuan dari kebudayaan masyarakat itu sendiri4. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang untuk mendukung perkembangan dan kemajuan dari kebudayaan suatu masyarakat. Dengan demikian, proses pendidikan memiliki hubungan “signifikan” dengan rekayasa bangsa di masa mendatang yang ditentukan oleh tingkat perkembangan dan kemajuan kebudayaan suatu bangsa.
Apabila demikian, maka “pendidikan dilihat sebagai suatu proses yang inheren dalam konsep manusia. Artinya manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan5. “Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan”6 dan kebudayaan suatu masyarakat. Tentu hal ini merupakan indikasi tentang urgensi pendidikan bagi kehidupan dan kebudayaan manusia, karena pendidikan mempunyai peranan senteral dalam mendorong individu dan masyarakat untuk meningkatkan kualitasnya dalam segala aspek kehidupan demi mencapai kemajuan dan untuk menunjang perannya di masa datang.
Realitasnya, sudah lama banyak orang mempertanyakan konsep pendidikan di Indonesia, mengapa proses pendidikan kita hasilnya tidak memperkuat dan mengembangkan budaya sendiri? Mengapa bangsa kita mudah larut dalam pengaruh dan menirukan budaya yang datang dari luar? Mengapa budaya asli kita tidak mampu menahan arus globalisasi yang datang? Apakah pendidikan kita selama ini menjadi sarana pewarisan budaya atau tidak?7
B. Pendidikan sebagai Basis Kebudayaan
Konsep dari ”founding fathers” kita yang mengatakan bahwa kebudayaan nasional sebagai puncak-puncak kebudayaan suku-suku yang ada di Nusantara ini dapat dikaji secara terus-menerus dalam rangka membina apa yang disebut kebudayaan Indonesia yang akan merupakan landasan yang kuat bagi Sistem Pendidikan Nasional8. Tetapi hal mendasar yang perlu dicermati adalah “sistem pendidikan kita bukan merupakan tempat di mana kebudayaan dapat berkembang dan di mana pendidikan tersebut merupakan bagian dari kebudayaan secara menyeluruh”. Kenapa demikian, karena “pendidikan kita dewasa ini telah tercabik dari keberadaannya sebagai bagian yang terintegrasi dengan kebudayaannya. Gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan dapat dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut, yaitu : [1] kebudayaan telah dibatasi pada hal-hal yang berkenaan dengan kesenian, tarian tradisional, kepurbakalaan termasuk urusan candi-candi dan bangunan-bangunan kuno, makam-makam dan sastra tradisional, [2] nilai-nilai kebudayaan dalam pendidikan telah dibatasi pada nilai-nilai intelektual belaka, [3] hal lain, nilai-nilai agama bukanlah urusan pendidikan tetapi lebih merupakan urusan lembaga-lembaga agama”9.
Untuk menjawab gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan di atas, perlu mencermati tujuh unsur universal dari kebudayaan yang dirumuskan Koentjaraningrat, sebagai berikut : sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, keseniaan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan8. Oleh sebab itu, memisahkan pendidikan dari kebudayaan merupakan suatu kebijakan mengeliminasi perkembangan kebudayaan dan mengaburkan substansi proses pendidikan sebagai proses pembudayaan.
Ki Hajar Dewantoro, mengatakan bahwa “kebudayaan tidak dapat dipisahkan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. Rumusan ini menjangkau jauh ke depan, sebab dikatakan bukan hanya pendidikan itu dialaskan kepada suatu aspek kebudayaan yaitu aspek intelektual, tetapi kebudayaan sebagai keseluruhan. Kebudyaan yang menjadi alas pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan. Dengan demikian kebudayaan yang dimaksud adalah kebudyaan yang riil yaitu budaya yang hidup di dalam masyarakat kebangsaan Indonesia. Sedangkan pendidikan mempunyai arah untuk mewujudkan keperluan perikehidupan dari seluruh aspek kehidupan manusia dan arah tujuan pendidikan untuk mengangkat derajat dan harkat manusia”10.
Pendidikan suatu upaya untuk melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan yang dipengaruhi oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis11, kepercayaan, pengetahuan, seni, akhlak dan moral, hukum dan adat istiadat. Pendidikan merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan dan sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai-nilai budaya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, pendidikan merupakan produk budaya dan sebaliknya budaya merupakan produk pendidikan. Brameld, menegaskan bahwa "proses kunci memperoleh kebudayaan adalah belajar dan kemudian meneruskan serta mengubah apa yang dipelajari itu"12.
Dalam proses pembelajaran dan pendidikan, apabila kebudayaan difahami sebagai sesuatu yang diwariskan atau dipelajari, kemudian meneruskan apa yang dipelajari serta mengubahnya menjadi sesuatu yang baru, dengan sendirinya upaya tersebut mengandung makna pendidikan dan pendidikan sendiri lazim diartikan sebagai seperangkat proses. Apabila demikian, maka tugas pendidikan di masyarakat mencakup empat hal, yaitu : [1] meneruskan kebudayaan, [2] membantu individu memilih peranan sosial dan mengajari untuk melakukan peran itu, [3] mengintegrasi aneka ragam identitas individu dan subkultural ke dalam lingkup kebudayaan yang lebih umum, [4] menjadi sumber inovasi sosial dan kebudayaan13.
Empat tugas pendidikan di atas, mencerminkan kaitan serta jalinan hubungan fungsional antara pendidikan dan kebudayaan yang mengandung dua arah pokok, yaitu : Pertama, arah yang bersifat reflektif, pendidikan menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang berlangsung. Kedua, arah yang bersifat progresif, pendidikan berusaha memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan agar mencapai kamajuan. Kedua arah ini, sejalan dengan tugas dan fungsi pendidikan adalah meneruskan atau mentransmisikan kebudayaan serta mengubah dan mengembangkan kebudayaan14 tersebut untuk mencapai kemajuan kehidupan manusia.
Apabila mencermati hakikat kebudayaan dan pendidikan yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan inti dari setiap kebudayaan adalah "manusia". Dengan kata lain kebudayaan adalah khas insani, manusia yang berbudaya dan membudaya. Demikian pula hakikat pendidikan, inti dari pendidikan adalah "manusia", yaitu manusia berpendidikan dan pendidikan untuk manusia. Usaha untuk mencari hakikat kebudayaan dan pendidikan juga tidak terlepas dari hekekat manusia itu sendiri. Barangkali di sinilah terletak afinitas antara pendidikan dan kebudayaan. Kedua-duanya merupakan khas insani15, oleh sebab itu pendidikan dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu masa lain, sebagai titik total analisis mengenai kebudayaan yang dapat digunakan untuk mengerti hakikat pendidikan16. Dengan demikian, antara pendidikan dan kebudayaan terdapat jalinan hubungan fungsional yang sangat kuat, karena pendidikan meneruskan kebudayaan, memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan dan produk pendidikan itu sendiri menggambarkan arus perkembangan kebudayaan umat manusia.
C. Pendidikan dalam Kebudayaan
Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya. "Secara alamiah kodrati manusia tidak bisa hidup tanpa proses pembelajaran dan pendidikan serta menjadi amat penting bagi kehidupan manusia"17. Oleh karena itu, pendidikan merupakan produk kebudayaan manusia dan pendidikan menjadi bagian dari kebudayaan.
Pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenis sebagai upaya pewarisan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan bagi kehidupan manusia. Maka, betapa besar peranan pendidikan dalam kebudayaan atau dengan kata lain pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan dan kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. "Afinitas pendidikan dan kebudayaan dapat dilihat dalam rumusan Ernest Cassirer mengenai manusia sebagai animal simbolikum, karena manusialah yang mengenal dan dan memanfaatkan simbol-simbol di dalam kelanjutan kehidupannya. Seorang antropolog Leslie White, menyatakan bahwa kebudayaan dilestarikan dan dikembangkan melalui simbol-simbol. Semua tingkah laku manusia terdiri dari dan tergantung pada simbol-simbol tersebut. Dengan demikian, tingkah laku manusia adalah tingkah laku yang mengandung simbolik, sebab simbol-simbol tersebut merupakan bentuk universal dari kemanusiaan. Dari kedua pandangan ini, dapat dikatakan bahwa kebudayaan dapat diturunkan kepada generasi penerus lewat proses belajar yaitu melalui proses melihat dan meniru tingkah laku orang lain. Namun perlu difahami bahwa kebudayaan itu sendiri bukanlah tingkah laku, tetapi tingkah laku yang dipelajari adalah cara-cara bertindak [the ways of behaving] manusia dalam "lingkungan kebudayaan" tertentu mengikuti pola-pola ideal atau pola-pola budaya. Ruth Benedict, menyatakan bahwa hal ini sebagai pola-pola kebudayaan [patterns of culture]18. Cara-cara bertindak dan pola-pola kebudayaan tersebut diwariskan kepada individu dan masyarakat melalui proses belajar, kemudian diperbaharui dan dikembangkan untuk mencapai kemajuan hidup manusia yang lebih layak.
Nilai-nilai budaya yang diwariskan merupakan unsur luar yang masuk ke dalam diri manusia, sementara dalam diri manusia ada unsur yang menonjol keluar seperti perkembangan potensi yang dimiliki manusia. Tugas utama pendidikan adalah berusaha mewariskan nilai-nilai budaya tersebut, sesuai dengan potensi dan "lingkungan" pada individu dan masyarakat. Hasan Langgulung, menyatakan sulit dibayangkan bahwa seseorang tanpa lingkungan yang memberi corak kepada watak dan kepribadian, sebab "lingkungan" inilah yang berusaha mewariskan nilai-nilai budaya yang dimilikinya dengan tujuan memelihara kepribadian dan identitas budaya tersebut sepanjang zaman. Sebab budaya dan peradaban bisa juga mati, apabila nilai-nilai, norma-norma dan berbagai unsur lainnya yang dimiliki berhenti dan tidak berfungsi, artinya tidak atau belum sempat mewariskan nilai-nilai tersebut pada generasi penerus untuk diaplikasikan dalam kehidupan19.
Apabila kita memperhatikan budaya dan peradaban Islam, terdapat "warisan Islam yang luar biasa daya dorongnya bagi peradaban ummat manusia yaitu al-Qur'an. Semangat memajukan peradaban digemakan oleh al-Qur'an, maka dapat dikatakan bahwa "visi kultural" menempati takaran yang besar. Apabila daya intelektual merupakan salah satu inti pencetus kebudayaan dan ilmu pengetahuan merupakan pusat kekuatan kebudayaan dari zaman ke zaman, maka keduanya menjadi muatan al-Qur'an yang amat berbobot20. Pandangan al-Qur’an tentang kebudayaan, yaitu kebudayaan sebagai proses adalah meletakan kebudayaan sebagai “eksistensi hidup manusia”, kebudayaan adalah suatu kegiatan total dari manusia, yang meliputi kegiatan akal yaitu “pemikiran” dan “zikir” serta kesatuan dalam perbuatan21.
Dari pandangan di atas, dapat dikatakan bahwa "perdaban dan budaya Islam bermula dari turunnya wahyu yang kemudian disosialisasikan kepada individu dan masyarakat pengikutnya sehingga menjadi nilai-nilai dan norma-norma yang dianut dan diterapkan dalam tradisi kehidupan. Dari tradisi inilah mulai terbentuknya suatu kelompok manusia yang disebut ummah Islam yang terikat dengan aqidah, syariat, dan akhlak Islam yang terkandung dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi sebagai prinsip pokok yang dianut dan senantiasa disosialisasikan serta dikembangkan dalam kehidupan umat manusia"22. Hal ini mencerminkan bahwa pendidikan berfungsi untuk mewariskan ajaran-ajaran Islam dengan berbagai nilai-nilai kebudayaan dan peradaban ke dalam kehidupan individu dan masyarakat, yang senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai nilai-nilai dan simbol-simbol tingkah laku dan menjadi panutan dan sebagai pola-pola kebudayaan dalam kehidupan.
Pendidikan sesungguhnya merupakan produk dari kebudayaan manusia sendiri dan pendidikan menjadi bagian dari kebudayaan. Rancangan suatu pendidikan dalam kehidupan masyarakat sepenuhnya ditentukan oleh tingkat perkembangan dan kemajuan dari kebudayaan masyarakat itu sendiri23. Lebih lanjut, Musa Asy’arie, mengatakan bahwa “pendidikan pada masyarakat yang tingkat kebudyaan masih dipengaruhi oleh pandangan mistis, tentu akan berbeda dengan pendidikan dalam masyarakat kebudayaan industrial dan tentu akan berbeda pula pendidikan di tingkat kebudayaan pasca industrial”24. Oleh karena itu, pendidikan berusaha untuk mentransmisikan corak dan arus kebudayaan yang berlangsung, berusaha memperbaharui dan mengembangkannya untuk kemajuan manusia. Dalam perkembangan suatu masyarakat, pendidikan semula menjadi bagian dari kebudayaan, telah berfungsi menjadi suatu pusat dari pengembangan kebudayaan25, dan melalui kualitas proses pendidikan, tingkat kebudayaan suatu masyarakat dapat ditentukan kualitasnya. Maka dalam strategi penerusan, pembaruan dan pengembangan kebudayaan Islam, pendidikan menjadi bagian fundamental, sehingga dalam merancang strategi kebudayaan Islam pada hakekatnya adalah merancang suatu pendidikan. Dalam hubungan ini, pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan yang bercorak tauhid, baik dalam dataran kosmologis, epistemologis, metodologis maupun teologis26. [1] Kosmologis Pendidikan Islam yang berkembang selama ini, pada umumnya diruang-waktukan pada dikotomi dunia-akhirat. Ruang dunia dikategorikan dengan ruang pendidikan umum dan ruang akhirat diketegorikan ruang pendidikan agama. Ruang dunia adalah emperik dalam waktu kekinian, sedangkan ruang akhirat adalah ruang spritual yang ada di balik kehidupan dunia ini, dalam waktu besok yang sangat jauh yaitu kehidupan setelah kematian. Pendidikan Islam diidentikan dengan ruang akhirat yang berfokus pada pendidikan agama untuk membekali kehidupan akhirat, akibatnya dunia intelek Islam cenderung a histories, sarat muatan normative doktrinal dan penguasaannya mengandalkan kekuatan hafalan. [2] Epistemologis dalam Pendidikan Islam yaitu pendidikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan merupakan pusat kajian dan pengembangan ilmu-ilmu dalam Islam27. [3] Metodologis dalam Pendidikan Islam. Wahyu yang pertama kali diturunkan dan diterima Nabi Muhammad saw, sesungguhnya bermakna dan bermuatan pendidikan yaitu perintah untuk membaca [QS.96 : 1-5]28. Membaca dalam kandungan ayat ini, bukanlah membaca seperti dalam tradisi keilmuan yang dikembangkan dalam institusi pendidikan, tetapi membaca yang dimaksud adalah bermakna sebagai sebuah metodologi yaitu metode “membaca dengan nama Tuhan yang menciptakan, yang mengandung pengertian adanya penegasan atas posisi spritualnya dalam kegiatan membaca, sehingga dapat menangkap sisi gaib yang menjadi bagian fundamental dari realitas yang ada. [4] Teologis dalam Pendidikan Islam yaitu tujuan pendidikan Islam mencetak lahirnya khalifah-khalifah Allah di muka bumi sebagai subjek-subejk kreatif dalam berbagai aspek dan lapangan kehidupan manusia meliputi bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, hokum dan agama. Jadi khalifah di muka bumi ini, bertugas untuk memakmurkannya yaitu dengan menciptakan kesejahteraan, kedamaian dan keselamatan bersama melalui karya kreatif sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya dan menghindarkan diri dari perbuatan yang merusak kehidupan di muka bumi ini29.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas pendidikan adalah: Pertama, mewariskan, meneruskan, menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang berkembang. Kedua, pendidikan berusaha untuk memperbarui, mengubah dan mengembangkan kebudayaan agar mencapai kemajuan baik individual maupun masyarakat. Kedudukan dan fungsi pendidikan adalah sebagai pusat pengembangan kebudayaan, pusat kajian, dan pengembangan ilmu-ilmu untuk mencapai kemajuan. Maka dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, perlu dirumuskan kemudian adalah konsep ilmu-ilmu dalam Islam dan jika pendidikan Islam bercorak tauhid, maka konsep tauhid diimplementasikan dalam konsep ilmu-ilmu yang akan dikembangkan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.
D. Budaya Pendidikan
Kebudayaan pendidikan merupakan gagasan, konsep, yang mendasari praksis pendidikan dan kebudayaan pendidikan merupakan aspek dari keseluruhan kebudayaan. Oleh sebab itu, kebudayaan pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan elemen-elemen kebudayaan khususnya filsafat, ilmu pengetahuan, adat-istiadat, dan cara-cara hidup lainnya. Di dalam sejarah pendidikan Indonesia, dapat ditelusuri praktek pendidikan yang telah muncul pada zaman hindu Budha dengan sistem asrama, dan terus berkembang pada zaman masuknya agama Islam di Nusantara dengan pendidikan pesantren. Kemudian pada zaman kolonial praksis pendidikan juga tidak luput dari pengaruh-pengaruh pemikiran serta praktek pendidikan Barat yang dibawa oleh kolonialisme Spanyol, Portogis dan Belanda30. Demikian pula pada zaman masuknya Islam ke Indonesia, praksis pendidikan juga tidak luput dari pengaruh-pengaruh pemikiran serta praktek pendidikan Islam seperti pendidikan di rumah-rumah guru ngaji, di surau-surau, langgar, mesjid dalam sistem khalaqah yang berkembang menjadi pesantren dan madrasah seperti sekarang ini.
Hasil penelitian Lombard di dalam bukunya “Nusa Jawa, Silang Budaya”, menyatakan bahwa salah satu pengaruh yang sangat membekas di dalam praksis pendidikan di Indonesia adalah budaya pendidikan kolonial yang masih terus menerus mendominasi berbagai praktek pendidikan di Indonesia. Salah satu budaya yang menonjol adalah intelektualisme dan verbalisme. Menurutnya, bahwa praktek pendidikan tersebut di negeri bekas penjajah sendiri telah lama ditinggalkan, tetapi di Indonesia masih tetap dipertahankan dan berkembang subur. Implikasi dari budaya pendidikan tersebut meninggalkan bekas yang sangat dominan antara lain budaya pendidikan yang mendewakan ijazah formal"31 dan untuk bekerja sebagai pegawai negeri. Tanpaknya wabah penyakit ijazah formal dan harus bekerja disektor formal [pengawai negeri] menjadi penyakit yang mematikan pada pendidikan kita. "Budaya intelektualisme membawa pendidikan kepada apa yang disebut Paulo Freire sebagai pendidikan sistem bank di mana tugas pendidikan adalah menyodorkan fakta ke dalam diri subjek didik dengan khasanah hafalan. Budaya pendidikan yang menekaknkan faktor intelektualisme menyebabkan metodologi pendidikan yang bersifat verbalisme, sehingga proses belajar-mengajar lebih bersifat monolog dan statis serta tidak ada ruang bagi pengembangan cara berpikir analisis dan kemampuan untuk mengeluarkan pendapat sendiri32.
Budaya pendidikan yang dipaparkan di atas, juga melanda dunia pendidikan Islam yaitu proses belajar-mengajar yang terjadi pada pendidikan Islam lebih menekankan intelektualisme, verbalisme dan mengandalkan kekuatan menghafal. Proses pendidikan Islam lebih ditekanpan pada pendidikan kognitif, bukan pada ortopraktis yaitu bagaimana mewujudkan nilai-nilai ajaran tersebut dalam tindakan nyata operasional. Pendidikan Islam lebih difokuskan untuk membekali kehidupan dunia akhirat, akhirnya pendidikan Islam cenderung sarat dengan muatan normatif doktrinal, yang penguasaannya lebih mengandalkan kekuatan hafalan. Selain hal-hal tersebut, pendidikan Islam ditopang dengan paradigma dikotomi pendidikan umum dan pendidikan agama yang dikatakan merupakan warisan kolonial Belanda. Tanpaknya paradigma ini berpengaruh pada pendidikan Islam yang berkembang selama ini, pada umumnya bersifat dikotomi dunia dan akhirat atau pendidikan umum dan pendidikan agama. Pendidikan umum berorientasi pada ruang emperik dalam waktu kekinian, sedangkan pendidikan agama berorientasi pada ruang spritual yang ada di balik kehidupan dunia ini, dalam waktu besok yang sangat jauh yaitu kehidupan akhirat. Di dunia Islam pada umumnya pendidikan Islam diidentikkan dengan ruang akhirat yang fokusnya pada pendidikan agama untuk membekali kehidupan di akhirat, akibatnya dunia intelek Islam cenderung a historik, sarat dengan muatan normatif doktrinal, yang penguasaannya mengandalkan kekuatan menghafal33.
Pendidikan Islam yang bercorak dikotomi, pada hakekatnya bertentangan dengan ajaran Islam yang fundamental visinya yaitu tauhid yang tidak mengenal adanya pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan agama, karena keduanya merupakan satu kesatuan yaitu penguasaan ilmu dunia untuk kepentingan akhirat. Dalam Qur'an Allah berfirman: "Dan carilah apa yang dianugrahkan Allah kepada engkau akan negeri akhirat, dan janganlah engkau melupakan bagaimana duniamu", ...34. Oleh karena itu, "visi tauhid dalam pendidikan Islam perlu diaktualisasikan lebih konkret dalam keterlibatannya yang intensif dengan dinamika perubahan, karena pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat. Pendidikan Islam harus "menjadi bagian dari usaha untuk menjadikan dirinya sebagai rahmatan lil'alamin, yang membawa kesejahteraan hidup manusia dan semua yang ada di alam ini. Visi tauhid sesungguhnya tidak berlawanan dengan perubahan, karena tauhid merupakan pandangan teologis yang dapat diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia; sosial politik, ekonomi, budaya dan agama yang pada dasarnya selalu memunculkan perubahan"35. Maka "dikotomi Pendidikan Islam sesugguhnya bertentangan secara fundamental dengan tauhid. Maka pendidikan Islam seharusnya melepaskan dari dikotomi dunia dan akhirat, ilmu agama dan non-agama, yang dapat mendangkalkan agama itu sendiri dan menjadi lahan subur bagi berseminya sekularisme dan materialisme dalam kehidupan agama, karena dikotomi itu sendiri adalah bagian dari sekularisme”36.
Pendidikan Islam, masih menggunakan sistem pendidikan modern yang mengadopsi sistem pendidikan Barat dengan menambah beberapa mata pelajaran agama Islam dan sistem pendidikan yang berasal dari zaman klasik atau tradisonal yang tidak diperbarui secara mendasar, mempunyai arah yang berbeda dan justru bertolak belakang. Sistem pendidikan klasik merupakan pengaruh dari abad pertengahan, Fazlur Rahman, menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan Islam, susunan ilmu-ilmu keagamaan dibuat sedemikian rupa hingga membuatnya tanpak mutlak; ilmu-ilmu tersebut tidak hanya mengisi tempat mereka sendiri saja, tetapi juga tempat semua bidang ilmu pengetahuan. Semua ilmu pengetahuan yang lain adalah tambahan-tambahan yang tak perlu, kalaulah tidak sama sekali dikutuk. Pernyataan dari ahli hukum al-Syathibi bahwa mencari ilmu apapun juga yang tidak langsung berhubungan dengan amal adalah terlarang, merupakan ciri khas pandangan ulama zaman pertengahan. Prinsip ini tidak hanya mengesampingkan filsafat, tetapi juga matematika, kecuali berhitung dasar. Sikap ini diambil untuk memberikan kedudukan yang mutlak kepada ilmu hukum - fiqh. Dengan secara organis menghubungkan semua bentuk ilmu pengetahuan dan menjadikan sebagai alat teologis-dogmatis, maka sumber-sumber intelektual menjadi kering dan pemikiran orisinal menjadi mati37.
Budaya pendidikan dan pemikiran ulama pada zaman pertengahan masih berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan Islam sampai saat ini. Ahmad Syafii Maarif, menyatakan bahwa "pendidikan Islam yang berlangsung di negeri ini masih menganut sistem pendidikan warisan abad pertengahan bagian akhir. Ciri utama dari masa tersebut adalah adanya pemisahan secara jelas antara ilmu pengetahuan terklasifikasi, sehingga keberadaannya juga dibedakan dengan sekolah-sekolah umum"38. Sisten organisasi dan kurikulum madrasah diredusir secara sangat merugikan yang mengakibatkan timbulnya pandangan yang sempit dan menyebabkan pendidikan Islam menjadi lesu. Pendidikan Islam selalu menjadi ketinggalan dengan perkembangan kebudayaan, pembaruan pendidikan Islam selalu terlambat atau lebih sering "mengekor" pada lembaga-lembaga pendidikan umum yang mewarnasi keseluruhan sistem pendidikan, dan kadang-kadang apa yang ditiru telah ditinggalkan pendidikan umum. Hal lain, yaitu dalam upaya pembaruan, "lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan lompatan-lompatan berarti bagi kemajuannya atau menurut istilah M. Rusli Karim, tidak mampu memenuhi logika persaingan"39.
E. Kebudayaan dan Problematika Pendidikan
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang. Dengan demikian pendidikan selalu dihadapkan pada perubahan zaman, maka mau tak mau pendidikan harus didisain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak akan ketinggalan. Pendidikan senantiasa mengikuti perubahan, karena pendidikan pada dasarnya adalah bagian dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat. Perubahan pendidikan selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat baik pada konsep, materi atau kurikulum, proses, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga pendidikan, mengikuti irama perubahan peradaban masyarakat, karena pendidikan dari masyarakat untuk masyarakat, dan siklusnya selalu demikian. Misalnya; pada masyarakat agraris pendidikan didisain agar relevan dengan kebutuhan dan mengikuti perkembangan masyarakat pada era tersebut, begitu juga perubahan peradaban masyarakat yang menjadi masyarakat industrial dan informasi pendidikan juga didisain mengikuti irama perkembangan masyarakat industri dan informasi, dan seterusnya, demikian siklus perkembangan perubahan pendidikan. Apabila tidak, maka pendidikan akan ketinggalan dari perubahan zaman yang begitu cepat40.
Barangkali, kita perlu belajar dari kesalahan masa lalu yang terlalu menekankan kepada “nation building” dan mematikan capital budaya bangsa [cultural capital] yang pada masing-masing suku bangsa kita merupakan kekuatan budaya nasional apabila dipupuk dan diarahkan secara posetif. Demikian pula kita belajar dari kesalahan Orde Baru, di mana kesatuan dan persatuan nasional merupakan hal-hal hafalan belaka melalui program P-4 dan tidak dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari41 oleh semua lapisan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Pada tingkat analisis kebudayaan, terdapat kesimpulan jujur mengenai pencapaian peradaban yang digerakkan oleh warisan Islan. Ketika tradisi Islam mulai diperkenalka, kaum muslimin dijanjikan bahwa mereka akan menjadi "komunitas paling mulia yang pernah muncul untuk umat manusia". Dorongan yang timbul akibat diterimanya ajaran-ajaran Qur'an oleh umat yang penuh ketaatan, ternyata berhasil luar biasa dalam membangun peradabannya. Peta keberhasil yang dicapai oleh peradaban Islam, dilukiskan oleh para pengamat menjangkau bidang-bidang yang begitu luas, seperti ilmu pengetahuan yang mencakup sains, teknologi, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Peradaban Barat yang mendapat "label modern" sebenarnya mempunyai pertautan historis dengan peradaban Islam, atau dapat dikatakan bahwa peradaban modern Barat berutang budi pada peradaban Islam42.
Persoalan yang dihadapi sekarang, adalah peradaban manusia berada di bawah hegemoni43 bukan muslim. Jelas, bahwa konstelasi peradaban sudah berubah dan sudah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Peradaban Islam tengah bergulat melawan hegemoni peradaban modern dan pergulatan itu terefleksikan dalam upaya pendidikan Islam44. Dengan demikian Pendidikan Islam sekarang ini dihadapkan pada tantangan kehidupan peradaban manusia modern, maka pendidikan Islam harus diarahkan pada kebutuhan masyarakat modern. Dalam menghadapi suatu perubahan, diperlukan suatu disain paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Apabila tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan menemui kegagalan. Untuk itu, pendidikan Islam perlu didisain untuk menjawab tantangan prubahan peradaban tersebut, baik pada sisi konsepnya, kurikulum, kualitas sumberdaya insaninya, lembaga-lembaga, organisasinya agar dapat relevan dengan perubahan masyarakat tersebut.
Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave [1980], bercerita tentang peradaban manusia, yaitu; [1] perdaban yang dibawa oleh penemuan pertanian, [2] peradaban yang diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi industri, dan [3] peradaban baru yang tengah digerakan oleh revolusi komunikasi dan informasi. Perubahan tersebesar yang diakibatkan oleh gelombang ketiga adalah, terjadinya pergeseran yang mendasar dalam sikap dan tingkah laku masyarakat45. Kemudian salah satu ciri utama kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya terjadi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak paradigma yang digunakan untuk menata kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan organisasi yang pada waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan zaman. Secara umum masyakarat modern adalah masyarakat yang proaktif, individual, dan kompetitif46. Masyarakat modern dewasa ini, ditandai dengan munculnya perdaban pasca industri [postindustrial siciety] seprti dikatakan Daniel Bell, atau masyarakat informasi [information society] sebagai tahapan ketiga dari perkembangan perdaban seperti dikatakan oleh Alvin Tofler, tak pelak lagi telah menjadikan kehidupan manusia secara teknologis memperoleh banyak kemudahan. Tetapi pada masyarakat modern menjumpai banyak paradoks dalam kehidupannya. Revolusi informasi, sebagaimana dikemukakan Donald Michael, juga terjadi ironi besar. Semakin banyak informasi dan pengetahuan mestinya makin besar kemampuan melakukan pengendalian umum, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, artinya semakin banyak informasi telah menyebabkan semakin disadari bahwa segala sesuatunya tidak terkendali. Karena itu dengan ekstrim Ziauddin Sardar [1988], menyatakan bahwa abad informasi ternyata sama sekali bukan rahmat. Di masyarakat Barat, ia telah menimbulkan sejumlah besar persoalan, yang tidak ada pemecahannya kecuali cara pemecahan yang tumpul. Di lingkungan masyarakat kita sendiri misalnya, telah terjadi swastanisasi televisi, masyarakat mulai merasakan ekses negatifnya47. Toynbee, melihat perkembangan peradaban modern yang semakin kehilangan jangkar spritual dengan segala dampak destruktifnya pada berbagai dimensi kehidupan manusia. Manusia modern ibarat layang-layang putus tali, tidak mengenal secara pasti di mana tempat hinggap yang seharusnya. Teknologi yang tanpa kendali moral lebih merupakan ancaman. Dan ancaman terhadap kehidupan sekarang tulis Erich Fromm, bukanlah ancaraman terhadap satu kelas, satu bangsa, tetapi merupakan ancaman terhadap semua48.
Semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh masyarakat modern, "menjadi pemicu munculnya kesadaran epistemologis baru bahwa persoalan kemanusian tidak cukup diselesaikan dengan cara empirik rasional, tetapi perlu jawaban yang bersifat transendental". Melihat persoalam ini, maka ada peluang bagi pendidikan Islam yang memiliki kandungan spritual keagamaan untuk menjawab tantangan perubahan tersebut. Fritjop Capra, dalam buku The Turning Point, yang dikutip A.Malik Padjar, "mengajak untuk meninggalkan paradigma keilmuan yang terlalu materialistik dengan mengenyampingkan aspek spritual keagamaan. Demikianlah, pendidikan agama [Islam] pada akhirnya dipandang sebagai alternatif paradigma yang dapat memberikan solusi secara mendasar terhadap persoalan kemanusian yang sedang dihadapi oleh masyarakat modern"49. Tetapi A. Syafii Maarif, menyatakan bahwa sistem pendidikan tinggi modern yang kini berkembang di seluruh dunia lebih merupakan pabrik doktor yang kemudian menjadi tukang-tukang tingkat tinggi, bukan melahirkan homo sapiens. Bangsa-bangsa Muslim pun terjebak dan terpasung dalam arus sekuler ini dalam penyelenggaraan pendidikan tingginya. Kita belum mampu menampilkan corak pendidikan alternatif terhadap arus besar high learning yang dominan dalam peradaban sekuler sekarang ini. Prinsip ekonomi yang menjadikan pasar sebagai agama baru masih sedang berada di atas angin, dan manusia modern sangat tunduk kepada agama baru ini50.
Untuk itu, pendidikan Islam tidak bisa menghadapi perubahan tersebut dengan menggunakan paradigma pendidikan Islam lama, yaitu pendidikan yang menurut Vernon Smith, memiliki ciri : [1] ada suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang musti dipelajari anak-anak, [2] tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsur ini adalah sekolah formal, dan [3] cara terbaik supaya anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka51. Kondisi ini, juga dialami pendidikan Islam di Indonesia sampai dekade ini. Madrasah, pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain masih menganut sistem lama, yaitu kurikulum ditetapkan merupakan paket yang harus diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau sedikit sekali memperhatikan relevansinya dengan kondisi sosial masyarakat bahkan sedikit sekali memperhatika dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran berorientasi atau berpusat pada guru. Memang pendidikan tradisional telah menjadi sistem yang dominan di tingkat pendidikan dasar dan menengah sejak paruh kedua abak ke-19, dan mewakili puncak pencarian elektik atas satu sistem terbaik. Pendidikan tradisional bukan merupakan sesuatu yang salah atau kurang baik, tetapi merupakan model pendidikan yang berkembang dan sesuai dengan tuntutan zamannya, yang tentu memiliki kelebihan dan kelemahan dalam memberdayakan manusia, tetapi apabila diharapkan dengan tuntutan perubahan peradaban kurang relevan.
Dalam menghadapi peradaban modern, kita tidak bisa menggunakan paradigma pendidikan yang lama, tetapi harus menggunakan konsep pendidikan yang baru yaitu pendidikan Islam yang menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik, pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus, pendidikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah, pendidikan dipersyarati oleh kemampuan dan minat peserta didik, juga tepat tidaknya situasi belajar dan efektif tidaknya cara mengajar52. Pendidikan pada masyarakat modern atau masyarakat yang tengah bergerak ke arah modern [modernizing], seperti masyarakat Indonesia, pada dasarnya berfungsi memberikan kaitan antara anak didik dengan lingkungan sosial kulturalnya yang terus berubah dengan cepat. Menurut Shipman [1972:33-35] yang dikutip Azyumardi Azra, menyatakan bahwa fungsi pokok pendidikan dalam peradaban masyarakat modern, yaitu: [1] sosialisasi, [2] pembelajaran [schooling], dan [3] pendidikan [education]53. Ketiga fungsi tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, sebagai lembaga sosialisasi, pendidikan adalah sarana bagi integrasi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Kedua, pembelajaran [schooling] mempersiapkan mereka untuk mencapai dan menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu dan, karena itu, pembelajaran harus dapat membekalai peserta didik dengan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan dan profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peran sosial-ekonomis dalam masyarakat. Ketiga, pendidikan merupakan "education" untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program pembangunan.
Dengan demikian perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, baik sosial maupun kultural, secara makro merupakan persoalan yang dihadapi pendidikan Islam yaitu bagaimana pendidikan Islam mampu menghadirkan wacana pendidikan Islam yang relevan dengan perubahan masyarakat yaitu pendidikan Islam yang mampu mentranspormasikan nilai-nilai ajaran Islam dan budaya secara sistematis untuk mencapai kemajuan individual dan masyarakat. Persoalan yang dihadapi dalam mengembangkan pendidikan Islam, yaitu : pertama, persoalan filosofis, dan kedua, adalah persoalan metodologis pendidikan Islam. Untuk itu, pendidikan Islam dituntut menghadirkan suatu wacana filosofis berupa pandangan, orientasi, tujuan pendidikan Islam, dan kurikulumnya serta metodologisnya yaitu menyangkut cara menyampaikan atau mengkomunikasikannya untuk mencapai kemajuan individual dan masyarakat, menuju masyarakat madani yang dicita-citakan pemerintah dan masyarakat Indonesia.
F. Catatan Penutup
Dari pembahasan dan kajian di atas, dapat disimpulkan : Pertama, pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Pendidikan merupakan produk dari kebudayaan manusia dan menjadi bagian dari kebudayaan. Pendidikan berupaya untuk mewariskan, meneruskan, menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang berkembang. Kedua, pendidikan berusaha untuk memperbarui, mengubah dan mengembangkan kebudayaan agar mencapai kemajuan baik individual maupun masyarakat. Ketiga, kedudukan dan fungsi pendidikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan, pusat kajian, dan pengembangan ilmu-ilmu untuk mencapai kemajuan peradaban manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an dan Terjemahan, surah 28 : ayat 77.
Ancok, Djamaluddin, 1998, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium ke Tiga, Psikologi, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor: 6 Tahun III, UII, Yogyakarta.
Asy’arie, Musa ,1992, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, Lembaga Studi Filsafat Islam [LESI] Yogyakarta.
-------,1999, Filsafat Islam Tentang Kebudayaan, Cet.Pertama, LESFI, Yogyakarta.
Azra, Azyumardi, 1996, Pembaruan Pendidikan Islam Sebuah Pengantar, dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Amissco.
Fadjar, Abdullah, 1991,Peradaban dan Pendidikan Islam,Cet.Pertama,Rajawali Pers,Jakarta.
Fadjar, A. Malik, 1995, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah, Makalah Seminar dan Lokakarya “Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21”, IAIN,Cirebon,Tgl. 31 Agustus-1 September 1995, Cirebon.
Freire, Paulo, 1999, Menggungat Pendidikan Fundamental Konservatif Liberal Anarkis, Terj., Omi Intan Naomi, Pustaka Pelajar.
Husain, Syed Sajjad, dan Syed Ali Ashraf, 1986, Crisis Muslim Education (Krisis Pendidikan Islam), terj., Rahmani Astuti, Bandung: Risalah.
Langgulung, Hasan, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, Cet.I, Radar Offset, Jakarta.
Maarif, Ahmad Syafii, 1996, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal Pendidikan Islam [JPI], [No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996].
-------,1997, Pemikiran Tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Dalam Pendidikan Islam di Indonesia antara Citra dan Fakta, Editor: Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogyakarta.
Machmud, M. Dimyati, 1979, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Terapan [Edisi 1], BPFE, Yogyakarta.
Natsir, M. 1973, Kapita Selecta, Bulan Bintang, Jakarta.
Rahman, Fazlur, 1997, Islam, terj. Ahsin Mohammad, Pustaka, Bandung.
Rosidi, Ajip, Pendidikan dan Kebudayaan, From: hhttp://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/05/pddkn/1164164.htm, 1 maret 2006.
Sanaky, Hujair AH., 2002, Pembaruan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani Indonesia [Tinjauan Sosio-kultural Historis], Tesis S-2, Magister Studi Islam, Yogyakarta.
Sudiro, M. Irsyad, Pendidikan Agama dalam Mansyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah Dalam Masyarakat Modern, Cirebon,Tgl. 30-31 Agustus 1995.
Tilaar, H.A.R., 1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Remaja Rosdakarya, Bandung.
-------,2004, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Grasindo, Jakarta.
Usa, Muslih, [Ed.],1991, Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta,Tiara Wacana,Cet.I, Yogyakarta.
2Musa Asy’arie, 1999, Filsafat Islam Tentang Kebudayaan, Cet.Pertama, LESFI, Yogyakarta, hlm. 87. Lebih lengkap, Prof. Musa Asy’arie mengatakan bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa proses pembelajaran dan pendidikan, karena untuk menjadi dirinya yang mandiri diperlukan suatu proses yang panjang yang pada awalnya berlangsung di luar kekuasaannya, bahkan untuk makan pun ia perlu disusui, diajari dan disuapi oleh ibu atau pengasuhnya, apalagi untuk berjalan dan memakai baju, berbeda dengan makhluk hidup lainnya seperti binatang, yang secara alamiah sudah dapat mandiri dengan segera sejak awal kelahirannya, karena alam sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan hidupnya [Ibid, hlm. 87].
3Ahmad Syafii Maarif, menyatakan apabila dilihat dari segi sejarah, pendidikan merupakan suatu gerakan yang telah berunur sangat tua. Dalam bentuk sederhana dapat dipahami, pendidikan telah dijalankan sejak dimulainya manusia di muka bumi ini. Penguasaan alam semesta, memberi contoh pendidikan kepada manusia dan dilanjutkan dengan mendidik keluarga. Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal Pendidikan Islam [JPI], [No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996], hlm. 6.
4Musa Asy’arie, Op.cit, hlm. 87.
5H.A.R. Tilaar,1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Remaja Rosdakarya, Bandung,, hlm. 17.
6M. Natsir, 1973, Kapita Selecta, Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 77.
7Baca: Ajip Rosidi Pendidikan dan Kebudayaan, From: hhttp://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/05/ pddkn/ 1164164.htm, 1 maret 2006.
8H.A.R, Tilaar, 2004, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Grasindo, Jakarta, hlm. 184.
9H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, … Loc.cit, hlm. 67.
8Ibid, hlm. 68.
10H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, … Loc.cit, hlm. 68.
11Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986, Crisis Muslim Education (Krisis Pendidikan Islam), terj., Rahmani Astuti, Bandung: Risalah. hlm. 2
12Abdullah Fadjar, 1991,Peradaban dan Pendidikan Islam,Cet.Pertama,Rajawali Pers,Jakarta,hlm. 2.
13Ibid, hlm. 2.
14Ibid, hlm. 3.
15H.A.R. Tilaar, 1999, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasinoal, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 37-38.
16Tilaar, mengutip rumusan pelopor antropologi modern, Edward B. Tylor dalam bukunya Primitive Culture [1871], "Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat [Edward B. Tylor [1871], dikutip: H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan,.,Op.cit., hl.39]., dan lihat: Abdullah Fadjar, menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam rumusan kebudayaan tersebut, yaitu: Istilah "complex whole menunjukkan adanya tatanan [order] dari kebudayaan. Istilah "accuiring" menunjukkan proses dari kebudayaan. Istilah "moral" menunjukkan adanya tujuan [goals] dari kebudayaan [Abdullah Fadjar, Peradaban dan Pendidikan Islam, lm.2].
17Musa Asya'rie, 1999, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, Cet.I, LESFI, Ygyakarta, hlm. 87.
18H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan,..., hlm. 38.
19Hasan Langgulung, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, Cet.I, Radar Offset, Jakarta, hlm,.61-62.
20Abdullah Fadjar, Peradaban dan Pendidikan Islam, hlm. 3.
21Musa Asy’arie, 1992, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, Lembaga Studi Filsafat Islam [LESI] Yogyakarta, hlm. 98.
22Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, hlm. 62.
23Musa Asy'arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, hlm. 87.
24Ibid, hlm. 87
25Ibid, hlm. 87.
26Ibid, hlm. 88.
27Musa Asy’arie, lebih lanjut mengatakan : Jika dalam kosmologi tauhid pendidikan Islam menolak adanya dikotomik pendidikan Islam, maka persoalan selanjutnya adalah implementasinya dalam konsep ilmu-ilmu yang akan dikembangkan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Maka, tanpa adanya penegasan konsep ilmu-ilmu, maka lembaga pendidikan Islam sebagai pusat pengembangan dan kajian ilmu akan makin sulit berhadapn dengan tantangan dan tuntutan adanya kecenderungan spesialisasi ilmu-ilmu yang menyempit dan parsial [Ibid, hlm. 91]
28Al-Qur’an, Surat : 96 : ayat : 1-5, artinya “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari alaqah. Bacalah, dan Tuhanmulah Maha Pemurah, yang mengajari dengan pena. Dia mengajari manusia apa yang belum diketahuinya.
29Musa Asy’arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, Op.cit, hlm. 88 – 101.
30H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan,.., hlm. 103.
31H.A.R.Tilaar,Pendidikan,Kebudayaan,..., hlm. 105.
32Ibid, hlm. 106.
33Musa Asy'arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, hlm. 87-88.
34Al-Qur'an, 28:77.
35Musa Asy'arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, hlm. 90.
36Ibid, hlm. 90-91.
37Fazlur Rahman,1997, Islam, terj. Ahsin Mohammad, Pustaka, Bandung, hlm. 271.
38Ahmad Syafii Maarif, 1996, Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat, dalam Jurnal Pendidikan Islam [JPI] Konsep dan Implementasi, No.2 Th. 1 Oktober 1996, ISSN: 0853-7437, Fakultas Tarbiyah UII, Yogyakarta, hlm.7.
39Muslih Usa [Ed.],1991, Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta,Tiara Wacana,Cet.I, Yogyakarta, hlm. 5.
40Hujair AH. Sanaky, , 2002, Pembaruan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani Indonesia [Tinjauan Sosio-kultural Historis], Tesis S-2, Magister Studi Islam, Yogyakarta, hlm, 209.
41Tilaar, 2004, Op.cit, hlm. 184
42Abdullah Fadjar, Op.cit., hlm. 4-6.
43Barbara Meyer, mengartikan hegemoni sebagai pengandalian ekonomi dan politik secara langsung atau tidak langsung atau tidak dan yang lebih penting ialah pengenalan secara paksa tipe-tipe pengetahuan dan bentuk-bentuk pemikiran baru [Abdullah Fadjar,Ibid.,hl. 6].
44Ibid. hlm. 6-7.
45M. Irsyad Sudiro, Pendidikan Agama dalam Mansyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah Dalam Masyarakat Modern, Cirebon,Tgl. 30-31 Agustus 1995, hlm. 2.
46Djamaluddin Ancok, 1998, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium ke Tiga, Psikologi, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor: 6 Tahun III, UII, Yogyakarta, hlm. 5.
47A. Malik Fadjar, 1995, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah, Makalah Seminar dan Lokakarya “Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21”, IAIN,Cirebon,Tgl. 31 Agustus-1 September 1995,Cirebon,hl.3.
48Erich Fromm, dikutip: A. Syafii Maarif, 1997, Pemikiran Tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Dalam Pendidikan Islam di Indonesia antara Citra dan Fakta, Editor: Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogyakarta, hlm. 7.
49A. Malik Fadjar, Op.cit., hlm. 4.
50Ahmad Syafii Maarif, Op.cit., hlm. 7-8.
51Vernon Smith, dalam: Paulo Freire, 1999, Menggungat Pendidikan Fundamental Konservatif Liberal Anarkis, Terj., Omi Intan Naomi, Pustaka Pelajar, hlm. 165.
52M.Dimyati Machmud,1979,Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Terapan [Edisi 1],BPFE,Yogyakarta.hlm. 3.
53Azyumardi Azra,1996, Pembaruan Pendidikan Islam Sebuah Pengantar, dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Amissco. hlm. 3.
A. Pendahuluan
Pendidikan, baik formal maupun nonformal, adalah sarana untuk pewarisan kebudayaan. Setiap masyarakat mewariskan kebudayaannya kepada generasi yang lebih kemudian agar tradisi kebudayaannya tetap hidup dan berkembang, melalui pendidikan. Secara alamiah kodrati manusia tidak dapat hidup tanpa proses pembelajaran dan pendidikan, karena untuk menjadi dirinya yang mandiri diperlukan suatu proses yang panjang. …Peranan proses pembelajaran dan pendidikan menjadi amat penting bagi kehidupan manusia, agar ia dapat hidup dan berkembang secara layak2. Artinya, pendidikan merupakan sistem dan cara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Katakan saja, dalam sejarah kehidupan umat manusia3, hampir tidak ada kelompok manusia-pun yang tidak menggunakan pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenis sebagai alat “pembudayaan” dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang [primitif].
Pendidikan sesungguhnya produk dari kebudayaan manusia sendiri, ia menjadi bagian dari kebudayaan. Rancangan suatu pendidikan dalam kehidupan masyarakat sepenuhnya ditentukan oleh tingkat perkembangan dan kemajuan dari kebudayaan masyarakat itu sendiri4. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang untuk mendukung perkembangan dan kemajuan dari kebudayaan suatu masyarakat. Dengan demikian, proses pendidikan memiliki hubungan “signifikan” dengan rekayasa bangsa di masa mendatang yang ditentukan oleh tingkat perkembangan dan kemajuan kebudayaan suatu bangsa.
Apabila demikian, maka “pendidikan dilihat sebagai suatu proses yang inheren dalam konsep manusia. Artinya manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan5. “Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan”6 dan kebudayaan suatu masyarakat. Tentu hal ini merupakan indikasi tentang urgensi pendidikan bagi kehidupan dan kebudayaan manusia, karena pendidikan mempunyai peranan senteral dalam mendorong individu dan masyarakat untuk meningkatkan kualitasnya dalam segala aspek kehidupan demi mencapai kemajuan dan untuk menunjang perannya di masa datang.
Realitasnya, sudah lama banyak orang mempertanyakan konsep pendidikan di Indonesia, mengapa proses pendidikan kita hasilnya tidak memperkuat dan mengembangkan budaya sendiri? Mengapa bangsa kita mudah larut dalam pengaruh dan menirukan budaya yang datang dari luar? Mengapa budaya asli kita tidak mampu menahan arus globalisasi yang datang? Apakah pendidikan kita selama ini menjadi sarana pewarisan budaya atau tidak?7
B. Pendidikan sebagai Basis Kebudayaan
Konsep dari ”founding fathers” kita yang mengatakan bahwa kebudayaan nasional sebagai puncak-puncak kebudayaan suku-suku yang ada di Nusantara ini dapat dikaji secara terus-menerus dalam rangka membina apa yang disebut kebudayaan Indonesia yang akan merupakan landasan yang kuat bagi Sistem Pendidikan Nasional8. Tetapi hal mendasar yang perlu dicermati adalah “sistem pendidikan kita bukan merupakan tempat di mana kebudayaan dapat berkembang dan di mana pendidikan tersebut merupakan bagian dari kebudayaan secara menyeluruh”. Kenapa demikian, karena “pendidikan kita dewasa ini telah tercabik dari keberadaannya sebagai bagian yang terintegrasi dengan kebudayaannya. Gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan dapat dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut, yaitu : [1] kebudayaan telah dibatasi pada hal-hal yang berkenaan dengan kesenian, tarian tradisional, kepurbakalaan termasuk urusan candi-candi dan bangunan-bangunan kuno, makam-makam dan sastra tradisional, [2] nilai-nilai kebudayaan dalam pendidikan telah dibatasi pada nilai-nilai intelektual belaka, [3] hal lain, nilai-nilai agama bukanlah urusan pendidikan tetapi lebih merupakan urusan lembaga-lembaga agama”9.
Untuk menjawab gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan di atas, perlu mencermati tujuh unsur universal dari kebudayaan yang dirumuskan Koentjaraningrat, sebagai berikut : sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, keseniaan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan8. Oleh sebab itu, memisahkan pendidikan dari kebudayaan merupakan suatu kebijakan mengeliminasi perkembangan kebudayaan dan mengaburkan substansi proses pendidikan sebagai proses pembudayaan.
Ki Hajar Dewantoro, mengatakan bahwa “kebudayaan tidak dapat dipisahkan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. Rumusan ini menjangkau jauh ke depan, sebab dikatakan bukan hanya pendidikan itu dialaskan kepada suatu aspek kebudayaan yaitu aspek intelektual, tetapi kebudayaan sebagai keseluruhan. Kebudyaan yang menjadi alas pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan. Dengan demikian kebudayaan yang dimaksud adalah kebudyaan yang riil yaitu budaya yang hidup di dalam masyarakat kebangsaan Indonesia. Sedangkan pendidikan mempunyai arah untuk mewujudkan keperluan perikehidupan dari seluruh aspek kehidupan manusia dan arah tujuan pendidikan untuk mengangkat derajat dan harkat manusia”10.
Pendidikan suatu upaya untuk melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan yang dipengaruhi oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis11, kepercayaan, pengetahuan, seni, akhlak dan moral, hukum dan adat istiadat. Pendidikan merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan dan sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai-nilai budaya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, pendidikan merupakan produk budaya dan sebaliknya budaya merupakan produk pendidikan. Brameld, menegaskan bahwa "proses kunci memperoleh kebudayaan adalah belajar dan kemudian meneruskan serta mengubah apa yang dipelajari itu"12.
Dalam proses pembelajaran dan pendidikan, apabila kebudayaan difahami sebagai sesuatu yang diwariskan atau dipelajari, kemudian meneruskan apa yang dipelajari serta mengubahnya menjadi sesuatu yang baru, dengan sendirinya upaya tersebut mengandung makna pendidikan dan pendidikan sendiri lazim diartikan sebagai seperangkat proses. Apabila demikian, maka tugas pendidikan di masyarakat mencakup empat hal, yaitu : [1] meneruskan kebudayaan, [2] membantu individu memilih peranan sosial dan mengajari untuk melakukan peran itu, [3] mengintegrasi aneka ragam identitas individu dan subkultural ke dalam lingkup kebudayaan yang lebih umum, [4] menjadi sumber inovasi sosial dan kebudayaan13.
Empat tugas pendidikan di atas, mencerminkan kaitan serta jalinan hubungan fungsional antara pendidikan dan kebudayaan yang mengandung dua arah pokok, yaitu : Pertama, arah yang bersifat reflektif, pendidikan menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang berlangsung. Kedua, arah yang bersifat progresif, pendidikan berusaha memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan agar mencapai kamajuan. Kedua arah ini, sejalan dengan tugas dan fungsi pendidikan adalah meneruskan atau mentransmisikan kebudayaan serta mengubah dan mengembangkan kebudayaan14 tersebut untuk mencapai kemajuan kehidupan manusia.
Apabila mencermati hakikat kebudayaan dan pendidikan yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan inti dari setiap kebudayaan adalah "manusia". Dengan kata lain kebudayaan adalah khas insani, manusia yang berbudaya dan membudaya. Demikian pula hakikat pendidikan, inti dari pendidikan adalah "manusia", yaitu manusia berpendidikan dan pendidikan untuk manusia. Usaha untuk mencari hakikat kebudayaan dan pendidikan juga tidak terlepas dari hekekat manusia itu sendiri. Barangkali di sinilah terletak afinitas antara pendidikan dan kebudayaan. Kedua-duanya merupakan khas insani15, oleh sebab itu pendidikan dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu masa lain, sebagai titik total analisis mengenai kebudayaan yang dapat digunakan untuk mengerti hakikat pendidikan16. Dengan demikian, antara pendidikan dan kebudayaan terdapat jalinan hubungan fungsional yang sangat kuat, karena pendidikan meneruskan kebudayaan, memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan dan produk pendidikan itu sendiri menggambarkan arus perkembangan kebudayaan umat manusia.
C. Pendidikan dalam Kebudayaan
Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya. "Secara alamiah kodrati manusia tidak bisa hidup tanpa proses pembelajaran dan pendidikan serta menjadi amat penting bagi kehidupan manusia"17. Oleh karena itu, pendidikan merupakan produk kebudayaan manusia dan pendidikan menjadi bagian dari kebudayaan.
Pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenis sebagai upaya pewarisan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan bagi kehidupan manusia. Maka, betapa besar peranan pendidikan dalam kebudayaan atau dengan kata lain pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan dan kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. "Afinitas pendidikan dan kebudayaan dapat dilihat dalam rumusan Ernest Cassirer mengenai manusia sebagai animal simbolikum, karena manusialah yang mengenal dan dan memanfaatkan simbol-simbol di dalam kelanjutan kehidupannya. Seorang antropolog Leslie White, menyatakan bahwa kebudayaan dilestarikan dan dikembangkan melalui simbol-simbol. Semua tingkah laku manusia terdiri dari dan tergantung pada simbol-simbol tersebut. Dengan demikian, tingkah laku manusia adalah tingkah laku yang mengandung simbolik, sebab simbol-simbol tersebut merupakan bentuk universal dari kemanusiaan. Dari kedua pandangan ini, dapat dikatakan bahwa kebudayaan dapat diturunkan kepada generasi penerus lewat proses belajar yaitu melalui proses melihat dan meniru tingkah laku orang lain. Namun perlu difahami bahwa kebudayaan itu sendiri bukanlah tingkah laku, tetapi tingkah laku yang dipelajari adalah cara-cara bertindak [the ways of behaving] manusia dalam "lingkungan kebudayaan" tertentu mengikuti pola-pola ideal atau pola-pola budaya. Ruth Benedict, menyatakan bahwa hal ini sebagai pola-pola kebudayaan [patterns of culture]18. Cara-cara bertindak dan pola-pola kebudayaan tersebut diwariskan kepada individu dan masyarakat melalui proses belajar, kemudian diperbaharui dan dikembangkan untuk mencapai kemajuan hidup manusia yang lebih layak.
Nilai-nilai budaya yang diwariskan merupakan unsur luar yang masuk ke dalam diri manusia, sementara dalam diri manusia ada unsur yang menonjol keluar seperti perkembangan potensi yang dimiliki manusia. Tugas utama pendidikan adalah berusaha mewariskan nilai-nilai budaya tersebut, sesuai dengan potensi dan "lingkungan" pada individu dan masyarakat. Hasan Langgulung, menyatakan sulit dibayangkan bahwa seseorang tanpa lingkungan yang memberi corak kepada watak dan kepribadian, sebab "lingkungan" inilah yang berusaha mewariskan nilai-nilai budaya yang dimilikinya dengan tujuan memelihara kepribadian dan identitas budaya tersebut sepanjang zaman. Sebab budaya dan peradaban bisa juga mati, apabila nilai-nilai, norma-norma dan berbagai unsur lainnya yang dimiliki berhenti dan tidak berfungsi, artinya tidak atau belum sempat mewariskan nilai-nilai tersebut pada generasi penerus untuk diaplikasikan dalam kehidupan19.
Apabila kita memperhatikan budaya dan peradaban Islam, terdapat "warisan Islam yang luar biasa daya dorongnya bagi peradaban ummat manusia yaitu al-Qur'an. Semangat memajukan peradaban digemakan oleh al-Qur'an, maka dapat dikatakan bahwa "visi kultural" menempati takaran yang besar. Apabila daya intelektual merupakan salah satu inti pencetus kebudayaan dan ilmu pengetahuan merupakan pusat kekuatan kebudayaan dari zaman ke zaman, maka keduanya menjadi muatan al-Qur'an yang amat berbobot20. Pandangan al-Qur’an tentang kebudayaan, yaitu kebudayaan sebagai proses adalah meletakan kebudayaan sebagai “eksistensi hidup manusia”, kebudayaan adalah suatu kegiatan total dari manusia, yang meliputi kegiatan akal yaitu “pemikiran” dan “zikir” serta kesatuan dalam perbuatan21.
Dari pandangan di atas, dapat dikatakan bahwa "perdaban dan budaya Islam bermula dari turunnya wahyu yang kemudian disosialisasikan kepada individu dan masyarakat pengikutnya sehingga menjadi nilai-nilai dan norma-norma yang dianut dan diterapkan dalam tradisi kehidupan. Dari tradisi inilah mulai terbentuknya suatu kelompok manusia yang disebut ummah Islam yang terikat dengan aqidah, syariat, dan akhlak Islam yang terkandung dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi sebagai prinsip pokok yang dianut dan senantiasa disosialisasikan serta dikembangkan dalam kehidupan umat manusia"22. Hal ini mencerminkan bahwa pendidikan berfungsi untuk mewariskan ajaran-ajaran Islam dengan berbagai nilai-nilai kebudayaan dan peradaban ke dalam kehidupan individu dan masyarakat, yang senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai nilai-nilai dan simbol-simbol tingkah laku dan menjadi panutan dan sebagai pola-pola kebudayaan dalam kehidupan.
Pendidikan sesungguhnya merupakan produk dari kebudayaan manusia sendiri dan pendidikan menjadi bagian dari kebudayaan. Rancangan suatu pendidikan dalam kehidupan masyarakat sepenuhnya ditentukan oleh tingkat perkembangan dan kemajuan dari kebudayaan masyarakat itu sendiri23. Lebih lanjut, Musa Asy’arie, mengatakan bahwa “pendidikan pada masyarakat yang tingkat kebudyaan masih dipengaruhi oleh pandangan mistis, tentu akan berbeda dengan pendidikan dalam masyarakat kebudayaan industrial dan tentu akan berbeda pula pendidikan di tingkat kebudayaan pasca industrial”24. Oleh karena itu, pendidikan berusaha untuk mentransmisikan corak dan arus kebudayaan yang berlangsung, berusaha memperbaharui dan mengembangkannya untuk kemajuan manusia. Dalam perkembangan suatu masyarakat, pendidikan semula menjadi bagian dari kebudayaan, telah berfungsi menjadi suatu pusat dari pengembangan kebudayaan25, dan melalui kualitas proses pendidikan, tingkat kebudayaan suatu masyarakat dapat ditentukan kualitasnya. Maka dalam strategi penerusan, pembaruan dan pengembangan kebudayaan Islam, pendidikan menjadi bagian fundamental, sehingga dalam merancang strategi kebudayaan Islam pada hakekatnya adalah merancang suatu pendidikan. Dalam hubungan ini, pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan yang bercorak tauhid, baik dalam dataran kosmologis, epistemologis, metodologis maupun teologis26. [1] Kosmologis Pendidikan Islam yang berkembang selama ini, pada umumnya diruang-waktukan pada dikotomi dunia-akhirat. Ruang dunia dikategorikan dengan ruang pendidikan umum dan ruang akhirat diketegorikan ruang pendidikan agama. Ruang dunia adalah emperik dalam waktu kekinian, sedangkan ruang akhirat adalah ruang spritual yang ada di balik kehidupan dunia ini, dalam waktu besok yang sangat jauh yaitu kehidupan setelah kematian. Pendidikan Islam diidentikan dengan ruang akhirat yang berfokus pada pendidikan agama untuk membekali kehidupan akhirat, akibatnya dunia intelek Islam cenderung a histories, sarat muatan normative doktrinal dan penguasaannya mengandalkan kekuatan hafalan. [2] Epistemologis dalam Pendidikan Islam yaitu pendidikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan merupakan pusat kajian dan pengembangan ilmu-ilmu dalam Islam27. [3] Metodologis dalam Pendidikan Islam. Wahyu yang pertama kali diturunkan dan diterima Nabi Muhammad saw, sesungguhnya bermakna dan bermuatan pendidikan yaitu perintah untuk membaca [QS.96 : 1-5]28. Membaca dalam kandungan ayat ini, bukanlah membaca seperti dalam tradisi keilmuan yang dikembangkan dalam institusi pendidikan, tetapi membaca yang dimaksud adalah bermakna sebagai sebuah metodologi yaitu metode “membaca dengan nama Tuhan yang menciptakan, yang mengandung pengertian adanya penegasan atas posisi spritualnya dalam kegiatan membaca, sehingga dapat menangkap sisi gaib yang menjadi bagian fundamental dari realitas yang ada. [4] Teologis dalam Pendidikan Islam yaitu tujuan pendidikan Islam mencetak lahirnya khalifah-khalifah Allah di muka bumi sebagai subjek-subejk kreatif dalam berbagai aspek dan lapangan kehidupan manusia meliputi bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, hokum dan agama. Jadi khalifah di muka bumi ini, bertugas untuk memakmurkannya yaitu dengan menciptakan kesejahteraan, kedamaian dan keselamatan bersama melalui karya kreatif sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya dan menghindarkan diri dari perbuatan yang merusak kehidupan di muka bumi ini29.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas pendidikan adalah: Pertama, mewariskan, meneruskan, menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang berkembang. Kedua, pendidikan berusaha untuk memperbarui, mengubah dan mengembangkan kebudayaan agar mencapai kemajuan baik individual maupun masyarakat. Kedudukan dan fungsi pendidikan adalah sebagai pusat pengembangan kebudayaan, pusat kajian, dan pengembangan ilmu-ilmu untuk mencapai kemajuan. Maka dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, perlu dirumuskan kemudian adalah konsep ilmu-ilmu dalam Islam dan jika pendidikan Islam bercorak tauhid, maka konsep tauhid diimplementasikan dalam konsep ilmu-ilmu yang akan dikembangkan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.
D. Budaya Pendidikan
Kebudayaan pendidikan merupakan gagasan, konsep, yang mendasari praksis pendidikan dan kebudayaan pendidikan merupakan aspek dari keseluruhan kebudayaan. Oleh sebab itu, kebudayaan pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan elemen-elemen kebudayaan khususnya filsafat, ilmu pengetahuan, adat-istiadat, dan cara-cara hidup lainnya. Di dalam sejarah pendidikan Indonesia, dapat ditelusuri praktek pendidikan yang telah muncul pada zaman hindu Budha dengan sistem asrama, dan terus berkembang pada zaman masuknya agama Islam di Nusantara dengan pendidikan pesantren. Kemudian pada zaman kolonial praksis pendidikan juga tidak luput dari pengaruh-pengaruh pemikiran serta praktek pendidikan Barat yang dibawa oleh kolonialisme Spanyol, Portogis dan Belanda30. Demikian pula pada zaman masuknya Islam ke Indonesia, praksis pendidikan juga tidak luput dari pengaruh-pengaruh pemikiran serta praktek pendidikan Islam seperti pendidikan di rumah-rumah guru ngaji, di surau-surau, langgar, mesjid dalam sistem khalaqah yang berkembang menjadi pesantren dan madrasah seperti sekarang ini.
Hasil penelitian Lombard di dalam bukunya “Nusa Jawa, Silang Budaya”, menyatakan bahwa salah satu pengaruh yang sangat membekas di dalam praksis pendidikan di Indonesia adalah budaya pendidikan kolonial yang masih terus menerus mendominasi berbagai praktek pendidikan di Indonesia. Salah satu budaya yang menonjol adalah intelektualisme dan verbalisme. Menurutnya, bahwa praktek pendidikan tersebut di negeri bekas penjajah sendiri telah lama ditinggalkan, tetapi di Indonesia masih tetap dipertahankan dan berkembang subur. Implikasi dari budaya pendidikan tersebut meninggalkan bekas yang sangat dominan antara lain budaya pendidikan yang mendewakan ijazah formal"31 dan untuk bekerja sebagai pegawai negeri. Tanpaknya wabah penyakit ijazah formal dan harus bekerja disektor formal [pengawai negeri] menjadi penyakit yang mematikan pada pendidikan kita. "Budaya intelektualisme membawa pendidikan kepada apa yang disebut Paulo Freire sebagai pendidikan sistem bank di mana tugas pendidikan adalah menyodorkan fakta ke dalam diri subjek didik dengan khasanah hafalan. Budaya pendidikan yang menekaknkan faktor intelektualisme menyebabkan metodologi pendidikan yang bersifat verbalisme, sehingga proses belajar-mengajar lebih bersifat monolog dan statis serta tidak ada ruang bagi pengembangan cara berpikir analisis dan kemampuan untuk mengeluarkan pendapat sendiri32.
Budaya pendidikan yang dipaparkan di atas, juga melanda dunia pendidikan Islam yaitu proses belajar-mengajar yang terjadi pada pendidikan Islam lebih menekankan intelektualisme, verbalisme dan mengandalkan kekuatan menghafal. Proses pendidikan Islam lebih ditekanpan pada pendidikan kognitif, bukan pada ortopraktis yaitu bagaimana mewujudkan nilai-nilai ajaran tersebut dalam tindakan nyata operasional. Pendidikan Islam lebih difokuskan untuk membekali kehidupan dunia akhirat, akhirnya pendidikan Islam cenderung sarat dengan muatan normatif doktrinal, yang penguasaannya lebih mengandalkan kekuatan hafalan. Selain hal-hal tersebut, pendidikan Islam ditopang dengan paradigma dikotomi pendidikan umum dan pendidikan agama yang dikatakan merupakan warisan kolonial Belanda. Tanpaknya paradigma ini berpengaruh pada pendidikan Islam yang berkembang selama ini, pada umumnya bersifat dikotomi dunia dan akhirat atau pendidikan umum dan pendidikan agama. Pendidikan umum berorientasi pada ruang emperik dalam waktu kekinian, sedangkan pendidikan agama berorientasi pada ruang spritual yang ada di balik kehidupan dunia ini, dalam waktu besok yang sangat jauh yaitu kehidupan akhirat. Di dunia Islam pada umumnya pendidikan Islam diidentikkan dengan ruang akhirat yang fokusnya pada pendidikan agama untuk membekali kehidupan di akhirat, akibatnya dunia intelek Islam cenderung a historik, sarat dengan muatan normatif doktrinal, yang penguasaannya mengandalkan kekuatan menghafal33.
Pendidikan Islam yang bercorak dikotomi, pada hakekatnya bertentangan dengan ajaran Islam yang fundamental visinya yaitu tauhid yang tidak mengenal adanya pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan agama, karena keduanya merupakan satu kesatuan yaitu penguasaan ilmu dunia untuk kepentingan akhirat. Dalam Qur'an Allah berfirman: "Dan carilah apa yang dianugrahkan Allah kepada engkau akan negeri akhirat, dan janganlah engkau melupakan bagaimana duniamu", ...34. Oleh karena itu, "visi tauhid dalam pendidikan Islam perlu diaktualisasikan lebih konkret dalam keterlibatannya yang intensif dengan dinamika perubahan, karena pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat. Pendidikan Islam harus "menjadi bagian dari usaha untuk menjadikan dirinya sebagai rahmatan lil'alamin, yang membawa kesejahteraan hidup manusia dan semua yang ada di alam ini. Visi tauhid sesungguhnya tidak berlawanan dengan perubahan, karena tauhid merupakan pandangan teologis yang dapat diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia; sosial politik, ekonomi, budaya dan agama yang pada dasarnya selalu memunculkan perubahan"35. Maka "dikotomi Pendidikan Islam sesugguhnya bertentangan secara fundamental dengan tauhid. Maka pendidikan Islam seharusnya melepaskan dari dikotomi dunia dan akhirat, ilmu agama dan non-agama, yang dapat mendangkalkan agama itu sendiri dan menjadi lahan subur bagi berseminya sekularisme dan materialisme dalam kehidupan agama, karena dikotomi itu sendiri adalah bagian dari sekularisme”36.
Pendidikan Islam, masih menggunakan sistem pendidikan modern yang mengadopsi sistem pendidikan Barat dengan menambah beberapa mata pelajaran agama Islam dan sistem pendidikan yang berasal dari zaman klasik atau tradisonal yang tidak diperbarui secara mendasar, mempunyai arah yang berbeda dan justru bertolak belakang. Sistem pendidikan klasik merupakan pengaruh dari abad pertengahan, Fazlur Rahman, menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan Islam, susunan ilmu-ilmu keagamaan dibuat sedemikian rupa hingga membuatnya tanpak mutlak; ilmu-ilmu tersebut tidak hanya mengisi tempat mereka sendiri saja, tetapi juga tempat semua bidang ilmu pengetahuan. Semua ilmu pengetahuan yang lain adalah tambahan-tambahan yang tak perlu, kalaulah tidak sama sekali dikutuk. Pernyataan dari ahli hukum al-Syathibi bahwa mencari ilmu apapun juga yang tidak langsung berhubungan dengan amal adalah terlarang, merupakan ciri khas pandangan ulama zaman pertengahan. Prinsip ini tidak hanya mengesampingkan filsafat, tetapi juga matematika, kecuali berhitung dasar. Sikap ini diambil untuk memberikan kedudukan yang mutlak kepada ilmu hukum - fiqh. Dengan secara organis menghubungkan semua bentuk ilmu pengetahuan dan menjadikan sebagai alat teologis-dogmatis, maka sumber-sumber intelektual menjadi kering dan pemikiran orisinal menjadi mati37.
Budaya pendidikan dan pemikiran ulama pada zaman pertengahan masih berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan Islam sampai saat ini. Ahmad Syafii Maarif, menyatakan bahwa "pendidikan Islam yang berlangsung di negeri ini masih menganut sistem pendidikan warisan abad pertengahan bagian akhir. Ciri utama dari masa tersebut adalah adanya pemisahan secara jelas antara ilmu pengetahuan terklasifikasi, sehingga keberadaannya juga dibedakan dengan sekolah-sekolah umum"38. Sisten organisasi dan kurikulum madrasah diredusir secara sangat merugikan yang mengakibatkan timbulnya pandangan yang sempit dan menyebabkan pendidikan Islam menjadi lesu. Pendidikan Islam selalu menjadi ketinggalan dengan perkembangan kebudayaan, pembaruan pendidikan Islam selalu terlambat atau lebih sering "mengekor" pada lembaga-lembaga pendidikan umum yang mewarnasi keseluruhan sistem pendidikan, dan kadang-kadang apa yang ditiru telah ditinggalkan pendidikan umum. Hal lain, yaitu dalam upaya pembaruan, "lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan lompatan-lompatan berarti bagi kemajuannya atau menurut istilah M. Rusli Karim, tidak mampu memenuhi logika persaingan"39.
E. Kebudayaan dan Problematika Pendidikan
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang. Dengan demikian pendidikan selalu dihadapkan pada perubahan zaman, maka mau tak mau pendidikan harus didisain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak akan ketinggalan. Pendidikan senantiasa mengikuti perubahan, karena pendidikan pada dasarnya adalah bagian dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat. Perubahan pendidikan selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat baik pada konsep, materi atau kurikulum, proses, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga pendidikan, mengikuti irama perubahan peradaban masyarakat, karena pendidikan dari masyarakat untuk masyarakat, dan siklusnya selalu demikian. Misalnya; pada masyarakat agraris pendidikan didisain agar relevan dengan kebutuhan dan mengikuti perkembangan masyarakat pada era tersebut, begitu juga perubahan peradaban masyarakat yang menjadi masyarakat industrial dan informasi pendidikan juga didisain mengikuti irama perkembangan masyarakat industri dan informasi, dan seterusnya, demikian siklus perkembangan perubahan pendidikan. Apabila tidak, maka pendidikan akan ketinggalan dari perubahan zaman yang begitu cepat40.
Barangkali, kita perlu belajar dari kesalahan masa lalu yang terlalu menekankan kepada “nation building” dan mematikan capital budaya bangsa [cultural capital] yang pada masing-masing suku bangsa kita merupakan kekuatan budaya nasional apabila dipupuk dan diarahkan secara posetif. Demikian pula kita belajar dari kesalahan Orde Baru, di mana kesatuan dan persatuan nasional merupakan hal-hal hafalan belaka melalui program P-4 dan tidak dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari41 oleh semua lapisan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Pada tingkat analisis kebudayaan, terdapat kesimpulan jujur mengenai pencapaian peradaban yang digerakkan oleh warisan Islan. Ketika tradisi Islam mulai diperkenalka, kaum muslimin dijanjikan bahwa mereka akan menjadi "komunitas paling mulia yang pernah muncul untuk umat manusia". Dorongan yang timbul akibat diterimanya ajaran-ajaran Qur'an oleh umat yang penuh ketaatan, ternyata berhasil luar biasa dalam membangun peradabannya. Peta keberhasil yang dicapai oleh peradaban Islam, dilukiskan oleh para pengamat menjangkau bidang-bidang yang begitu luas, seperti ilmu pengetahuan yang mencakup sains, teknologi, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Peradaban Barat yang mendapat "label modern" sebenarnya mempunyai pertautan historis dengan peradaban Islam, atau dapat dikatakan bahwa peradaban modern Barat berutang budi pada peradaban Islam42.
Persoalan yang dihadapi sekarang, adalah peradaban manusia berada di bawah hegemoni43 bukan muslim. Jelas, bahwa konstelasi peradaban sudah berubah dan sudah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Peradaban Islam tengah bergulat melawan hegemoni peradaban modern dan pergulatan itu terefleksikan dalam upaya pendidikan Islam44. Dengan demikian Pendidikan Islam sekarang ini dihadapkan pada tantangan kehidupan peradaban manusia modern, maka pendidikan Islam harus diarahkan pada kebutuhan masyarakat modern. Dalam menghadapi suatu perubahan, diperlukan suatu disain paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Apabila tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan menemui kegagalan. Untuk itu, pendidikan Islam perlu didisain untuk menjawab tantangan prubahan peradaban tersebut, baik pada sisi konsepnya, kurikulum, kualitas sumberdaya insaninya, lembaga-lembaga, organisasinya agar dapat relevan dengan perubahan masyarakat tersebut.
Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave [1980], bercerita tentang peradaban manusia, yaitu; [1] perdaban yang dibawa oleh penemuan pertanian, [2] peradaban yang diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi industri, dan [3] peradaban baru yang tengah digerakan oleh revolusi komunikasi dan informasi. Perubahan tersebesar yang diakibatkan oleh gelombang ketiga adalah, terjadinya pergeseran yang mendasar dalam sikap dan tingkah laku masyarakat45. Kemudian salah satu ciri utama kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya terjadi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak paradigma yang digunakan untuk menata kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan organisasi yang pada waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan zaman. Secara umum masyakarat modern adalah masyarakat yang proaktif, individual, dan kompetitif46. Masyarakat modern dewasa ini, ditandai dengan munculnya perdaban pasca industri [postindustrial siciety] seprti dikatakan Daniel Bell, atau masyarakat informasi [information society] sebagai tahapan ketiga dari perkembangan perdaban seperti dikatakan oleh Alvin Tofler, tak pelak lagi telah menjadikan kehidupan manusia secara teknologis memperoleh banyak kemudahan. Tetapi pada masyarakat modern menjumpai banyak paradoks dalam kehidupannya. Revolusi informasi, sebagaimana dikemukakan Donald Michael, juga terjadi ironi besar. Semakin banyak informasi dan pengetahuan mestinya makin besar kemampuan melakukan pengendalian umum, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, artinya semakin banyak informasi telah menyebabkan semakin disadari bahwa segala sesuatunya tidak terkendali. Karena itu dengan ekstrim Ziauddin Sardar [1988], menyatakan bahwa abad informasi ternyata sama sekali bukan rahmat. Di masyarakat Barat, ia telah menimbulkan sejumlah besar persoalan, yang tidak ada pemecahannya kecuali cara pemecahan yang tumpul. Di lingkungan masyarakat kita sendiri misalnya, telah terjadi swastanisasi televisi, masyarakat mulai merasakan ekses negatifnya47. Toynbee, melihat perkembangan peradaban modern yang semakin kehilangan jangkar spritual dengan segala dampak destruktifnya pada berbagai dimensi kehidupan manusia. Manusia modern ibarat layang-layang putus tali, tidak mengenal secara pasti di mana tempat hinggap yang seharusnya. Teknologi yang tanpa kendali moral lebih merupakan ancaman. Dan ancaman terhadap kehidupan sekarang tulis Erich Fromm, bukanlah ancaraman terhadap satu kelas, satu bangsa, tetapi merupakan ancaman terhadap semua48.
Semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh masyarakat modern, "menjadi pemicu munculnya kesadaran epistemologis baru bahwa persoalan kemanusian tidak cukup diselesaikan dengan cara empirik rasional, tetapi perlu jawaban yang bersifat transendental". Melihat persoalam ini, maka ada peluang bagi pendidikan Islam yang memiliki kandungan spritual keagamaan untuk menjawab tantangan perubahan tersebut. Fritjop Capra, dalam buku The Turning Point, yang dikutip A.Malik Padjar, "mengajak untuk meninggalkan paradigma keilmuan yang terlalu materialistik dengan mengenyampingkan aspek spritual keagamaan. Demikianlah, pendidikan agama [Islam] pada akhirnya dipandang sebagai alternatif paradigma yang dapat memberikan solusi secara mendasar terhadap persoalan kemanusian yang sedang dihadapi oleh masyarakat modern"49. Tetapi A. Syafii Maarif, menyatakan bahwa sistem pendidikan tinggi modern yang kini berkembang di seluruh dunia lebih merupakan pabrik doktor yang kemudian menjadi tukang-tukang tingkat tinggi, bukan melahirkan homo sapiens. Bangsa-bangsa Muslim pun terjebak dan terpasung dalam arus sekuler ini dalam penyelenggaraan pendidikan tingginya. Kita belum mampu menampilkan corak pendidikan alternatif terhadap arus besar high learning yang dominan dalam peradaban sekuler sekarang ini. Prinsip ekonomi yang menjadikan pasar sebagai agama baru masih sedang berada di atas angin, dan manusia modern sangat tunduk kepada agama baru ini50.
Untuk itu, pendidikan Islam tidak bisa menghadapi perubahan tersebut dengan menggunakan paradigma pendidikan Islam lama, yaitu pendidikan yang menurut Vernon Smith, memiliki ciri : [1] ada suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang musti dipelajari anak-anak, [2] tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsur ini adalah sekolah formal, dan [3] cara terbaik supaya anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka51. Kondisi ini, juga dialami pendidikan Islam di Indonesia sampai dekade ini. Madrasah, pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain masih menganut sistem lama, yaitu kurikulum ditetapkan merupakan paket yang harus diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau sedikit sekali memperhatikan relevansinya dengan kondisi sosial masyarakat bahkan sedikit sekali memperhatika dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran berorientasi atau berpusat pada guru. Memang pendidikan tradisional telah menjadi sistem yang dominan di tingkat pendidikan dasar dan menengah sejak paruh kedua abak ke-19, dan mewakili puncak pencarian elektik atas satu sistem terbaik. Pendidikan tradisional bukan merupakan sesuatu yang salah atau kurang baik, tetapi merupakan model pendidikan yang berkembang dan sesuai dengan tuntutan zamannya, yang tentu memiliki kelebihan dan kelemahan dalam memberdayakan manusia, tetapi apabila diharapkan dengan tuntutan perubahan peradaban kurang relevan.
Dalam menghadapi peradaban modern, kita tidak bisa menggunakan paradigma pendidikan yang lama, tetapi harus menggunakan konsep pendidikan yang baru yaitu pendidikan Islam yang menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik, pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus, pendidikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah, pendidikan dipersyarati oleh kemampuan dan minat peserta didik, juga tepat tidaknya situasi belajar dan efektif tidaknya cara mengajar52. Pendidikan pada masyarakat modern atau masyarakat yang tengah bergerak ke arah modern [modernizing], seperti masyarakat Indonesia, pada dasarnya berfungsi memberikan kaitan antara anak didik dengan lingkungan sosial kulturalnya yang terus berubah dengan cepat. Menurut Shipman [1972:33-35] yang dikutip Azyumardi Azra, menyatakan bahwa fungsi pokok pendidikan dalam peradaban masyarakat modern, yaitu: [1] sosialisasi, [2] pembelajaran [schooling], dan [3] pendidikan [education]53. Ketiga fungsi tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, sebagai lembaga sosialisasi, pendidikan adalah sarana bagi integrasi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Kedua, pembelajaran [schooling] mempersiapkan mereka untuk mencapai dan menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu dan, karena itu, pembelajaran harus dapat membekalai peserta didik dengan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan dan profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peran sosial-ekonomis dalam masyarakat. Ketiga, pendidikan merupakan "education" untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program pembangunan.
Dengan demikian perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, baik sosial maupun kultural, secara makro merupakan persoalan yang dihadapi pendidikan Islam yaitu bagaimana pendidikan Islam mampu menghadirkan wacana pendidikan Islam yang relevan dengan perubahan masyarakat yaitu pendidikan Islam yang mampu mentranspormasikan nilai-nilai ajaran Islam dan budaya secara sistematis untuk mencapai kemajuan individual dan masyarakat. Persoalan yang dihadapi dalam mengembangkan pendidikan Islam, yaitu : pertama, persoalan filosofis, dan kedua, adalah persoalan metodologis pendidikan Islam. Untuk itu, pendidikan Islam dituntut menghadirkan suatu wacana filosofis berupa pandangan, orientasi, tujuan pendidikan Islam, dan kurikulumnya serta metodologisnya yaitu menyangkut cara menyampaikan atau mengkomunikasikannya untuk mencapai kemajuan individual dan masyarakat, menuju masyarakat madani yang dicita-citakan pemerintah dan masyarakat Indonesia.
F. Catatan Penutup
Dari pembahasan dan kajian di atas, dapat disimpulkan : Pertama, pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Pendidikan merupakan produk dari kebudayaan manusia dan menjadi bagian dari kebudayaan. Pendidikan berupaya untuk mewariskan, meneruskan, menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang berkembang. Kedua, pendidikan berusaha untuk memperbarui, mengubah dan mengembangkan kebudayaan agar mencapai kemajuan baik individual maupun masyarakat. Ketiga, kedudukan dan fungsi pendidikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan, pusat kajian, dan pengembangan ilmu-ilmu untuk mencapai kemajuan peradaban manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an dan Terjemahan, surah 28 : ayat 77.
Ancok, Djamaluddin, 1998, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium ke Tiga, Psikologi, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor: 6 Tahun III, UII, Yogyakarta.
Asy’arie, Musa ,1992, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, Lembaga Studi Filsafat Islam [LESI] Yogyakarta.
-------,1999, Filsafat Islam Tentang Kebudayaan, Cet.Pertama, LESFI, Yogyakarta.
Azra, Azyumardi, 1996, Pembaruan Pendidikan Islam Sebuah Pengantar, dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Amissco.
Fadjar, Abdullah, 1991,Peradaban dan Pendidikan Islam,Cet.Pertama,Rajawali Pers,Jakarta.
Fadjar, A. Malik, 1995, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah, Makalah Seminar dan Lokakarya “Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21”, IAIN,Cirebon,Tgl. 31 Agustus-1 September 1995, Cirebon.
Freire, Paulo, 1999, Menggungat Pendidikan Fundamental Konservatif Liberal Anarkis, Terj., Omi Intan Naomi, Pustaka Pelajar.
Husain, Syed Sajjad, dan Syed Ali Ashraf, 1986, Crisis Muslim Education (Krisis Pendidikan Islam), terj., Rahmani Astuti, Bandung: Risalah.
Langgulung, Hasan, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, Cet.I, Radar Offset, Jakarta.
Maarif, Ahmad Syafii, 1996, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal Pendidikan Islam [JPI], [No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996].
-------,1997, Pemikiran Tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Dalam Pendidikan Islam di Indonesia antara Citra dan Fakta, Editor: Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogyakarta.
Machmud, M. Dimyati, 1979, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Terapan [Edisi 1], BPFE, Yogyakarta.
Natsir, M. 1973, Kapita Selecta, Bulan Bintang, Jakarta.
Rahman, Fazlur, 1997, Islam, terj. Ahsin Mohammad, Pustaka, Bandung.
Rosidi, Ajip, Pendidikan dan Kebudayaan, From: hhttp://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/05/pddkn/1164164.htm, 1 maret 2006.
Sanaky, Hujair AH., 2002, Pembaruan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani Indonesia [Tinjauan Sosio-kultural Historis], Tesis S-2, Magister Studi Islam, Yogyakarta.
Sudiro, M. Irsyad, Pendidikan Agama dalam Mansyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah Dalam Masyarakat Modern, Cirebon,Tgl. 30-31 Agustus 1995.
Tilaar, H.A.R., 1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Remaja Rosdakarya, Bandung.
-------,2004, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Grasindo, Jakarta.
Usa, Muslih, [Ed.],1991, Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta,Tiara Wacana,Cet.I, Yogyakarta.
2Musa Asy’arie, 1999, Filsafat Islam Tentang Kebudayaan, Cet.Pertama, LESFI, Yogyakarta, hlm. 87. Lebih lengkap, Prof. Musa Asy’arie mengatakan bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa proses pembelajaran dan pendidikan, karena untuk menjadi dirinya yang mandiri diperlukan suatu proses yang panjang yang pada awalnya berlangsung di luar kekuasaannya, bahkan untuk makan pun ia perlu disusui, diajari dan disuapi oleh ibu atau pengasuhnya, apalagi untuk berjalan dan memakai baju, berbeda dengan makhluk hidup lainnya seperti binatang, yang secara alamiah sudah dapat mandiri dengan segera sejak awal kelahirannya, karena alam sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan hidupnya [Ibid, hlm. 87].
3Ahmad Syafii Maarif, menyatakan apabila dilihat dari segi sejarah, pendidikan merupakan suatu gerakan yang telah berunur sangat tua. Dalam bentuk sederhana dapat dipahami, pendidikan telah dijalankan sejak dimulainya manusia di muka bumi ini. Penguasaan alam semesta, memberi contoh pendidikan kepada manusia dan dilanjutkan dengan mendidik keluarga. Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal Pendidikan Islam [JPI], [No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996], hlm. 6.
4Musa Asy’arie, Op.cit, hlm. 87.
5H.A.R. Tilaar,1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Remaja Rosdakarya, Bandung,, hlm. 17.
6M. Natsir, 1973, Kapita Selecta, Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 77.
7Baca: Ajip Rosidi Pendidikan dan Kebudayaan, From: hhttp://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/05/ pddkn/ 1164164.htm, 1 maret 2006.
8H.A.R, Tilaar, 2004, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Grasindo, Jakarta, hlm. 184.
9H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, … Loc.cit, hlm. 67.
8Ibid, hlm. 68.
10H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, … Loc.cit, hlm. 68.
11Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986, Crisis Muslim Education (Krisis Pendidikan Islam), terj., Rahmani Astuti, Bandung: Risalah. hlm. 2
12Abdullah Fadjar, 1991,Peradaban dan Pendidikan Islam,Cet.Pertama,Rajawali Pers,Jakarta,hlm. 2.
13Ibid, hlm. 2.
14Ibid, hlm. 3.
15H.A.R. Tilaar, 1999, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasinoal, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 37-38.
16Tilaar, mengutip rumusan pelopor antropologi modern, Edward B. Tylor dalam bukunya Primitive Culture [1871], "Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat [Edward B. Tylor [1871], dikutip: H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan,.,Op.cit., hl.39]., dan lihat: Abdullah Fadjar, menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam rumusan kebudayaan tersebut, yaitu: Istilah "complex whole menunjukkan adanya tatanan [order] dari kebudayaan. Istilah "accuiring" menunjukkan proses dari kebudayaan. Istilah "moral" menunjukkan adanya tujuan [goals] dari kebudayaan [Abdullah Fadjar, Peradaban dan Pendidikan Islam, lm.2].
17Musa Asya'rie, 1999, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, Cet.I, LESFI, Ygyakarta, hlm. 87.
18H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan,..., hlm. 38.
19Hasan Langgulung, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, Cet.I, Radar Offset, Jakarta, hlm,.61-62.
20Abdullah Fadjar, Peradaban dan Pendidikan Islam, hlm. 3.
21Musa Asy’arie, 1992, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, Lembaga Studi Filsafat Islam [LESI] Yogyakarta, hlm. 98.
22Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, hlm. 62.
23Musa Asy'arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, hlm. 87.
24Ibid, hlm. 87
25Ibid, hlm. 87.
26Ibid, hlm. 88.
27Musa Asy’arie, lebih lanjut mengatakan : Jika dalam kosmologi tauhid pendidikan Islam menolak adanya dikotomik pendidikan Islam, maka persoalan selanjutnya adalah implementasinya dalam konsep ilmu-ilmu yang akan dikembangkan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Maka, tanpa adanya penegasan konsep ilmu-ilmu, maka lembaga pendidikan Islam sebagai pusat pengembangan dan kajian ilmu akan makin sulit berhadapn dengan tantangan dan tuntutan adanya kecenderungan spesialisasi ilmu-ilmu yang menyempit dan parsial [Ibid, hlm. 91]
28Al-Qur’an, Surat : 96 : ayat : 1-5, artinya “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari alaqah. Bacalah, dan Tuhanmulah Maha Pemurah, yang mengajari dengan pena. Dia mengajari manusia apa yang belum diketahuinya.
29Musa Asy’arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, Op.cit, hlm. 88 – 101.
30H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan,.., hlm. 103.
31H.A.R.Tilaar,Pendidikan,Kebudayaan,..., hlm. 105.
32Ibid, hlm. 106.
33Musa Asy'arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, hlm. 87-88.
34Al-Qur'an, 28:77.
35Musa Asy'arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan, hlm. 90.
36Ibid, hlm. 90-91.
37Fazlur Rahman,1997, Islam, terj. Ahsin Mohammad, Pustaka, Bandung, hlm. 271.
38Ahmad Syafii Maarif, 1996, Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat, dalam Jurnal Pendidikan Islam [JPI] Konsep dan Implementasi, No.2 Th. 1 Oktober 1996, ISSN: 0853-7437, Fakultas Tarbiyah UII, Yogyakarta, hlm.7.
39Muslih Usa [Ed.],1991, Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta,Tiara Wacana,Cet.I, Yogyakarta, hlm. 5.
40Hujair AH. Sanaky, , 2002, Pembaruan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani Indonesia [Tinjauan Sosio-kultural Historis], Tesis S-2, Magister Studi Islam, Yogyakarta, hlm, 209.
41Tilaar, 2004, Op.cit, hlm. 184
42Abdullah Fadjar, Op.cit., hlm. 4-6.
43Barbara Meyer, mengartikan hegemoni sebagai pengandalian ekonomi dan politik secara langsung atau tidak langsung atau tidak dan yang lebih penting ialah pengenalan secara paksa tipe-tipe pengetahuan dan bentuk-bentuk pemikiran baru [Abdullah Fadjar,Ibid.,hl. 6].
44Ibid. hlm. 6-7.
45M. Irsyad Sudiro, Pendidikan Agama dalam Mansyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah Dalam Masyarakat Modern, Cirebon,Tgl. 30-31 Agustus 1995, hlm. 2.
46Djamaluddin Ancok, 1998, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium ke Tiga, Psikologi, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor: 6 Tahun III, UII, Yogyakarta, hlm. 5.
47A. Malik Fadjar, 1995, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah, Makalah Seminar dan Lokakarya “Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21”, IAIN,Cirebon,Tgl. 31 Agustus-1 September 1995,Cirebon,hl.3.
48Erich Fromm, dikutip: A. Syafii Maarif, 1997, Pemikiran Tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Dalam Pendidikan Islam di Indonesia antara Citra dan Fakta, Editor: Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogyakarta, hlm. 7.
49A. Malik Fadjar, Op.cit., hlm. 4.
50Ahmad Syafii Maarif, Op.cit., hlm. 7-8.
51Vernon Smith, dalam: Paulo Freire, 1999, Menggungat Pendidikan Fundamental Konservatif Liberal Anarkis, Terj., Omi Intan Naomi, Pustaka Pelajar, hlm. 165.
52M.Dimyati Machmud,1979,Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Terapan [Edisi 1],BPFE,Yogyakarta.hlm. 3.
53Azyumardi Azra,1996, Pembaruan Pendidikan Islam Sebuah Pengantar, dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Amissco. hlm. 3.
sejarah peradaban islam
SEJARAH KHALIFAH
Detik-detik Sakaratul Maut Rasulullah SAW
Inilah bukti cinta yang sebenar-benarnya tentang cinta, yang telah dicontohkan Allah SWT melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit mulai menguning di ufuk timur, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya.
Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah. "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah. Fatimah menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril meyakinkan.
Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini." Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh. Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka. "Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?" tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril sambil terus berpaling. Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku," pinta Rasul pada Allah.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya. Seperti Allah dan Rasul mencintai kita semua.
Khalifah Abu Bakar
Muhammad wafat tanpa meninggalkan pesan siapa yang harus menggantikannya sebagai pemimpin umat.. Beberapa kerabat Rasul berpendapat bahwa Ali bin Abu Thalib -misan dan menantu yang dipelihara Muhammad sejak kecil-yang paling berhak. Namun sebagian kaum Anshar, warga asli Madinah, berkumpul di Balai Pertemuan (Saqifa) Bani Saudah. Mereka hendak mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pemimpin umat.
Ketegangan terjadi. Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah datang untuk mengingatkan mereka. Perdebatan terjadi, sampai dua tokoh Muhajirin dan Anshar -Abu Ubaidah dan Basyir anak Saad-membaiat Abu Bakar. Umar menyusul membaiat. Demikian pula yang lainnya. Pertikaian selesai. Selasa malam menjelang salat Isya -setelah Muhammmad dimakamkan-Abu Bakar naik ke mimbar di masjid Nabawi. Ia mengucapkan pidato pertamanya sebagai khalifah. Pidato yang ringkas dan berkesan di kalangan umat. Itu terjadi pada Juni 632, atau 11 Hijriah.
Abu Bakar adalah orang pertama di luar kerabat Rasul yang memeluk Islam. Ia dikenal sebagai orang yang selalu membenarkan ucapan Muhammad. Ketika orang-orang menghujat Muhammad karena mengatakan baru mengalami Isra' Mi'raj, Abu Bakar menyatakan keyakinannya terhadap peristiwa itu. Ia menyiapkan perjalanan serta mengawani Muhammad saat hijrah ke Madinah. Ia juga menikahkan putrinya, Aisyah, dengan Rasul.
Namun tak berarti kepemimpinan Abu Bakar mulus. Meninggalnya Muhammad menimbulkan pembelotan besar-besaran dari berbagai kabilah yang baru masuk Islam. Mereka tidak lagi patuh pada pemerintahan di Madinah. Beberapa orang malah menyatakan diri sebagai Nabi. Aswad Al-Insa di Yaman yang menyatakan diri sebagai Nabi dan membolehkan orang tidak salat dan berzina, telah dibunuh oleh orang dekatnya saat Rasulullah sakit. Sekarang ada Tulaihah dan Musailama yang berbuat serupa.
Di Madinah pun, Abu Bakar berselisih pendapat dengan Fatimah, putri Muhammad, mengenai cara pengelolaan uang negara. Keluarga Rasul -termasuk Ali bin Abu Thalib-baru mengakui kepemimpinan Abu Bakar enam bulan kemudian, setelah Fatimah wafat.
Tugas pertama yang dilakukan Abu Bakar adalah melaksanakan amanat Rasul: memberangkatkan pasukan Usama bin Zaid ke arah Palestina dan Syam. Ia sendiri -dalam usia 61 tahun-- kemudian memimpin tentara menggempur Tulaiha. Operasi militernya sukses. Setelah itu, Abu Bakar membentuk 11 regu untuk menaklukkan kabilah-kabilah yang menolak membayar zakat. Yakni dari Tihama di Laut Merah, Hadramaut di ujung Lautan Hindia, sampai ke Oman, Bahrain, Yamama hingga Kuwait di Teluk Persia.
Pertempuran paling sengit terjadi melawan pasukan Musailama yang memiliki 40 ribu pasukan. Tentara dari Madinah sempat hancur. Berkat kecerdikan panglima Khalid bin Walid, mereka memukul balik lawan. Seorang tentara Khalid, Al-Barak, berhasil melompati benteng Al-Hadikat dan membuka pintu dari dari dalam. Musailama tewas.
Pasukan Khalid kemudian bergerak ke Utara, menuju lembah Irak yang saat itu dikuasai kerajaan besar Persia. Pada 8 Hijriah, Raja Persia Kisra merobek-robek surat yang dikirimkan Muhammad. Rasul lalu menyebut Allah akan merobek-robek kerajaan Persia pula. Saat itu tiba melalui tangan Khalid bin Walid yang hanya membawa sedikit pasukan. Dalam perang di Allais tercatat 70 ribu orang tewas. Setelah itu Kerajaan Hira pun ditaklukkan. Jadilah seluruh wilayah Irak sekarang masuk dalam wilayah kekhalifahan Abu Bakar.
Setelah itu, Khalifah Abu Bakar mengirim 24.000 pasukan ke arah Syria, di bawah komando empat panglima perang. Mereka bersiap menghadapi 240.000 pasukan Romawi -kekuatan terbesar di dunia pada masa itu-yang diperintah Heraklius. Abu Bakar menetapkan Yarmuk sebagai pangkalan mereka. Ia juga memerintahkan Khalid bin Walid -yang berada di wilayah Irak-untuk pergi ke Yarmuk dan menjadi Panglima Besar di situ. Sebanyak 9000 pasukan dibawanya.
Abu Bakar mencatat banyak keberhasilan. Di jazirah Arab, ia telah berhasil menyatukan kembali umat Islam yang pecah setelah rasul wafat. Di masanya pula, Islam mulai menyebar ke luar jazirah Arab. Meskipun demikian, ia tetap dikenal sebagai seorang yang sederhana. Ia hidup sebagaimana rakyat. Tetap pergi sendiri ke pasar untuk berbelanja, serta tetap menjadi imam salat di masjid Nabawi.
Selama dua tahun tiga bulan memimpin umat, ia hanya mengeluarkan 8.000 dirham uang negara untuk kepentingan keluarganya. Jumlah yang sangat sedikit untuk ukuran waktu itu sekalipun. Ia juga memerintahkan pengumpulan catatan ayat-ayat Quran dari para sekretaris Rasul. Catatan-catatan itu dikumpulkan di rumah Hafsha, putri Umar. Abu Bakar meninggal dalam usia yang hampir sama dengan Rasul, 63 tahun
Khalifah Umar bin Khaththab
(23-33 Hijriah/634-644 Masehi)
Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu Bakar sibuk bertanya pada banyak orang. "Bagaimana pendapatmu tentang Umar?" Hampir semua orang menyebut Umar adalah seorang yang keras, namun jiwanya sangat baik. Setelah itu, Abu Bakar minta Usman bin Affan untuk menuliskan wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar. Tampaknya Abu Bakar khawatir jika umat Islam akan berselisih pendapat bila ia tak menuliskan wasiat itu.
Pada tahun 13 Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar menjadi khalifah. Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai "Khalifatur- Rasul", kini mereka memanggil Umar "Amirul Mukminin" (Pemimpin orang mukmin). Umar masuk Islam sekitar tahun 6 Hijriah. Saat itu, ia berniat membunuh Muhammad namun tersentuh hati ketika mendengar adiknya, Fatimah, melantunkan ayat Quran.
Selama di Madinah, Umarlah --bersama Hamzah-yang paling ditakuti orang-orang Qurais. Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul dihina. Saat hijrah, ia juga satu-satunya sahabat Rasul yang pergi secara terang-terangan. Ia menantang siapapun agar menyusulnya bila ingin "ibunya meratapi, istrinya jadi janda, dan anaknya menangis kehilangan."
Kini ia harus tampil menjadi pemimpin semua. Saat itu, pasukan Islam tengah bertempur sengit di Yarmuk -wilayah perbatasan dengan Syria. Umar tidak memberitakan kepada pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat dan ia yang sekarang menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi pasukan yang tengah melawan kerajaan Romawi itu.
Di Yarmuk, keputusan Abu Bakar untuk mengambil markas di tempat itu dan kecerdikan serta keberanian Khalid bin Walid membawa hasil. Muslim bermarkas di bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Puluhan ribu pasukan Romawi -baik yang pasukan Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani-tewas. Lalu terjadilah pertistiwa mengesankan itu.
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya "Jirri Tudur"-- ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. "saya berjihad bukan karena Umar," katanya. Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan "tangga manusia", pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo. Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur. Lalu Umar dengan bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum Gereja Syria dan Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komando Amr bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.
Ke wilayah Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga merebut Ctesiphon -pusat kerajaan Persia, pada 637 Masehi. Tiga putri raja dibawa ke Madinah, dan dinikahkan dengan Muhammad anak Abu Bakar, Abdullah anak Umar, serta Hussein anak Ali. Hussein dan istrinya itu melahirkan Zainal Ali Abidin -Imam besar Syiah. Dengan demikian, Zainal mewarisi darah Nabi Muhammad, Ismail dan Ibrahim dari ayah, serta darah raja-raja Persia dari ibu. Itu yang menjelaskan mengapa warga Iran menganut aliran Syi'ah. Dari Persia, Islam kemudian menyebar ke wilayah Asia Tengah, mulai Turkmenistan, Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan sekarang.
Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644 Masehi. Saat salat subuh, seorang asal Parsi Firuz menikamnya dan mengamuk di masjid dengan pisau beracun. Enam orang lainnya tewas, sebelum Firus sendiri juga tewas. Banyak dugaan mengenai alasan pembunuhan tersebut. Yang pasti, ini adalah pembunuhan pertama seorng muslim oleh muslim lainnya.
Umar bukan saja seorang yang sederhana, tapi juga seorang yang berani berijtihad. Yakni melakukan hal-hal yang tak dilakukan Rasul. Untuk pemerintah, ia membentuk departemen-departemen. Ia tidak lagi membagikan harta pamoasan perang buat pasukannya, melainkan menetapkan gaji buat mereka. Umar memulai penanggalan Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan catatan ayat Quran yang dirintis Abu Bakar. Ia juga memerintahkan salat tarawih berjamaah.
Menurut riwayat, suatu waktu Ali terpesona melihat lampu-lampu masjid menyala pada malam hari di bulan Ramadhan. "Ya Allah, sinarilah makam Umar sebagaim9ana masjid-masjid kami terang benderang karenanya," kata Ali.
Khalifah Utsman bin Affan
(33-45 Hijriah/644-656 Masehi).
Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah anak Ubaidillah.
Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.
Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman hukuman tersebut tidak dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah "saudara susu".
Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu, kehidupan ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar atau Umar. Ali mempunyai kepribadian yang serupa itu. Sedangkan Ustman adalah seorang yang sangat kaya dan pemurah.
Abdurrahman -yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.
Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad. Atas ajakan Abu Bakar, Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman sehingga ia dinikahkan dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad menikahkan kembali Ustman dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.
Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasul, Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering itu.
Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat dikepung.
Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak mengangkat keluarganya menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting diserahkannya pada keluarga Umayah. Yang paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara. Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.
Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan nama besar seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur Mesir, diberhentikan diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah -keluarga yang paling aktif berkampanye untuk Ustman dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu Abdullah menghadapi kesulitan. Setelah itu, ia mencopot lagi Amr dan memberikan kembali kursi pada Abdullah.
Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid tak mampu menjalankan pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke seluruh masyarakat. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim yang santun dan saleh. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.
Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd adalah Ali. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa mendatang -sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa yang dianut orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, di Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak meluas. Ustman gagal mengatasi masalah ini secara bijak. Abdullah bin Sabak diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan Abdullah, diasingkan di luar kota Madinah sampai meninggal.
Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali mengingatkan Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa tidak ada yang keliru dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.
Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun untuk mundur. Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan dari Kufah memilih Zubair untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Ustman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun mereka menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Ustman yang berkhutbah mengecam tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.
Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Ustman tak lagi menuruti kata-kata Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu pulang. Namun tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut janjinya itu. Massa marah.Pemberontak balik ke Madinah. M
Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi melakukannya setelah ditegur Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Ustman, sebelum Sudan anak Hamran menusukkan pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu, kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.
Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan pengumpulan naskah Quran yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing dikirim ke Mekah, Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.
Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.
Khalifah Ali bin Abu Thalib (35-41 Hijriah/655-661 Masehi)
Utsman bin Affan wafat. Warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kaufah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut riwayat, Ali sempat menolak penunjukan itu . Namun semua mendesak untuk memimpin umat. Pembaitan Ali pun berlangsung di masjid Nabawi.
Ali adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil, Muhammad diasuh oleh Abu Thalib -pamannya yang juga ayah Ali. Setelah berumah tangga dan melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Muhammad memelihara Ali di rumahnya. Ali dan Zaid bin Haritsah -anak angkat Muhammad-adalah orang pertama yang memeluk Islam, setelah Khadijah. Mereka selalu salat berjamaah.
Kecerdasan dan keberanian Ali sangat menonjol di lingkungan Qurais. Saat anak-anak, ia telah menantang tokoh-tokoh Qurais yang mencemooh Muhammad. Ketika Muhammad hijrah dan kaum Qurais telah menghunus pedang untuk membunuhnya, Ali tidur di tempat tidur Muhammad serta mengenakan mantel yang dipakai Rasul itu.
Di medan perang, dia adalah petempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar, Uhud hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah ia berhasil menjebol gerbang benteng Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali ditugasi untuk melaksanakan misi militer ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.
Mengenai kecerdasannya, Muhammad pernah memuji Ali dengan kata-kata: "Saya adalah ibukota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Kefasihan bicara Ali dipuji oleh banyak kalangan. Rasul kemudian menikahkan Ali dengan putri bungsunya, Fatimah. Setelah Fatimah wafat, Ali menikah dengan Asmak -janda yang dua kali ditinggal mati suaminya, yakni Ja'far (saudara Ali) dan khalifah Abu Bakar.
Sebagai khalifah ia mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Utsman. Keluarga Umayah menguasai hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Irak -Abu Musa Al-Asyari-yang bukan keluarga Umayah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili pembunuh Utsman. Tuntutan demikian juga banyak diajukan tokoh netral seperti janda Rasulullah -Aisyah, juga Zubair dan Thalhah -dua orang pertama yang masuk Islam seperti Ali.
Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Ia bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, ia mendesak Muawiyah bin Abu Sofyan -Gubernur Syam yang juga pimpinan keluarga Umayah-untuk segera berbaiat kepadanya.
Muawiyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Ustman dihukum. Ali siap menggempur Muawiyah. Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah, Saad bin Abi Waqas, Abdullah anak Umar menyarankan Ali menunda serangan itu. Begitu juga sepupu Ali, Ibnu Abbas. Tapi Ali berkeras, sehingga Ibnu Abbas mengeritiknya: "Anda ini benar-benar panglima perang, bukan negarawan."
Ali segera menyusun pasukan. Ia berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya mendukung Ali. Ia tinggalkan ibukota Madinah sepenuhnya, bahkan seterusnya, untuk langsung memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para pemimpin negara. Setahun sudah berlalu, pembunuh Ustman belum ditindak.
Langkah ini makin mengundang kritik dari kelompok Aisyah. Aisyah, Thalhah dan Zubair lalu memimpin 30 ribu pasukan dari Mekah. Pasukan Ali -yang semula diarahkan ke Syam- terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah. Terjadilah peristiwa menyedihkan itu: perang antar Muslim.
Aisyah memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga mengendarai unta. Maka perang itu disebut Perang Unta. Sekitar 10 ribu orang tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah tandunya penuh anak panah. Zubair tewas dibunuh di waha Al-Sibak. Thalhah terluka di kaki dan meninggal di Basra.
Kesempatan pun dimanfaatkan oleh Muawiyah. Ia menggantungkan jubah Ustman yang berlumur darah, serta potongan jari istri Ustman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan Ali. Pihaknya bahkan menuding Ali sebagai otak pembunuhan Ustman. Muawiyah berhasil menarik Amru bin Ash ke pihaknya.
Amru seorang politisi ulung yang sangat disegani. Ia diiming-imingi menjadi Gubernur Mesir. Abdullah, anak Amru yang saleh, menyarankan ayahnya untuk menolak ajakan Muawiyah. Namun Muhammad -anaknya yang suka politik-menyarankan Amru mengambil kesempatan. Amru tergoda. Ia mendukung Muawiyah untuk menjadi khalifah tandingan.
Kedua pihak bertempur di Shiffin, hulu Sungai Eufrat di perbatasan Irak-Syria. Puluhan ribu Muslim tewas. Di pihak Ali, korban sebanyak 35 ribu di pihak Muawiyah 45 ribu. Dalam keadaan terdesak, pihak Muawiyah bersiasat. Atas usulkan Amru, mereka mengikat Quran di ujung tombak dan mengajak untuk "berhukum pada Quran."
Pihak Ali terbelah. Sebagian berpendapat, seruan itu harus dihormati. Yang lain menyebut itu hanya cara Muawiyah untuk menipu menghindari kalah. Ali mengalah. Kedua pihak berunding. Amru bin Ash di pihak Muawiyah, Abu Musa -yang dikenal sebagai seorang saleh dan tak suka politik- di pihak Ali. Keduanya sepakat untuk "menurunkan" Ali dan Muawiyah. Namun Amru kembali mengingkari kesepakatannya.
Situasi yang tak menentu itu membuat marah Hurkus -komandan pasukan Ali yang berasal dari keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus dan keras. Caranya memandang masalah selalu "hitam putih". Karena cara berpikirnya yang sempit, ia pernah menggugat Rasulullah. Sekarang ia menganggap Muawiyah maupun Ali melanggar hukum Allah. "Laa hukma illallah (tiada hukum selain Allah)," serunya. Pelanggar hukum Allah boleh dibunuh, demikian pendapatnya.
Kelompok Hurkus segera menguat. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai "khawarij" (barisan yang keluar). Mereka menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Pembunuhan berlangsung di beberapa tempat. Mereka berpikir, negara baru akan dapat ditegakkan jika tiga orang yang dianggap penyebab masalah, yakni Ali, Muawiyah dan Amru dibunuh.
Hujaj bertugas membunuh Muwawiyah di Damaskus, Amru bin Abu Bakar membunuh Ambru bin Ash di Mesir dan Abdurrahman membunuh Ali di Kufah. Muawiyah yang kini hidup dengan pengawalan ketat bagai raja hanya terluka. Amru bin Abu Bakar salah bunuh orang imam yang menggantikan Amru bin Ash. Di Kaufah, Ali tengah berangkat ke masjid ketika diserang dengan pedang. Dua hari kemudian ia wafat. Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijriah atau 661 Masehi.
Berakhirlah model kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah. Muawiyah lalu menggunakan model "kerajaan" pemerintahan negara Islam. Ibukota pun dipindah dari Madinah ke Damaskus.
Daulat Umayah I
(661-750 Masehi)
Ini adalah periode pemerintahan Islam di bawah kekuasaan Keluarga Umayah. Para ahli sejarah menunjuk kekuasaan ini berawal pada tahun 40 Hijriah atau 661 Masehi. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah anak Abu Sofyan. Abu Sofyan adalah pemimpin Mekah yang menentang Rasul. Ia masuk Islam setelah kota Mekah ditaklukkan oleh pasukan Islam dari Madinah.
Muawiyah semula adalah Gubernur Syria berkedudukan di Damaskus. Ia memberontak pada Khalifah Ali bin Abu Thalib, sampai Ali wafat dibunuh orang Khawarij. Pengikut Ali kemudian mengangkat Hasan -anak Ali-sebagai khalifah baru. Namun Hasan, yang tak ingin konflik, lalu mengikat perjanjian damai dengan Muawiyah. Jadilah Muawiyah penguasa tunggal masyarakat muslim waktu itu.
Muawiyah memindah ibukota negara dari Madinah ke Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa. Tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan sendiri secara biasa. Muawiyah meniru sistem kerajaan untuk dirinya. Ia hidup bagai raja -dalam benteng, bergelimang kemewahan, bepengawalan lengkap dengan kekuasaan mutlak. Untuk jabatannya, ia menyebut diri sebagai "khalifatullah" ("wakil" Allah di bumi) -istilah yang banyak dipakai para sultan kemudian.
Banyak yang diperbuat oleh Dinasti Umayah. Antara lain dengan membangun dinas pos -termasuk penyediaan kuda dan perlengkapannya. Mereka juga mengangkat Qadi atau hakim sebagai profesi. Khalifah Abdul Malik mencetak uang sendiri dengan menggunakan tulisan Arab sebagai pengganti uang Byzantium dan Persia. Administrasi pemerintahan dibenahi. Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi pemerintahan.
Langkah ini dilanjutkan oleh anak Abdul Malik, Walid (705-715 Masehi). Ia membangun panti-panti asuhan untuk orang-orang cacat. Pekerja untuk rumah-rumah tersebut dibayarnya sebagai pegawai. Walid juga membangun infrastruktur berupa jalan-jalan raya yang menghubungkan antar wilayah. Selain itu ia juga membangu gedung-gedung pemerintah, masjid-masjid, bahkan juga pabrik. Di masanya, masyarakat mencapai puncak kemakmurannya.
Namun khalifah yang paling banyak dipuji adalah Umar bin Abdul Aziz (717-720). Ibunya adalah cucu Umar bin Khattab. Ia lebih menekankan pembangunan moral dan sosial dibanding fisik. Ia menolak jika dipilih menjadi khalifah semata karena dirinya anak khalifah. Ia bahkan merangkul musuh-musuh Dinasti Umayah, termasuk kelompok Syi'ah, untuk memilih khalifah yang baru. Sampai kemudian semua sepakat untuk memilihnya sebagai khalifah.
Umar memberikan kebebasan beribadah kepada masyarakat dari semua kelompok agama. Pajak yang membenani masyarakat pun ia peringan. Ia juga disukai orang-orang non-Arab atau 'mawali'. Sebelum masa Umar bin Abdul Aziz, warga non-Arab dianggap sebagai "warga kelas dua". Umar mensejajarkan bangsa apapun tanpa kecuali.
Dalam kehidupan sehari-hari, Umar bin Abdul Aziz mewarisi sikap kakek buyutnya, Umar bin Khattab. Bedanya: Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang bertemperamen keras, sedangkan Umar bin Abdul Aziz adalah seorang yang lembut. Kesederhanaannya akan selalu dikisahkan sepanjang sejarah. Di antaranya adalah ketika ia -suatu malam-bekerja di ruangannya yang berpenerangan lampu. Lalu anaknya datang minta izin untuk bicara dengannya. Umar bertanya, pembicaraannya itu untuk keperluan negara atau keluarga. "Urusan keluarga," kata anaknya. Umar lalu mematikan lampu itu. Lampu tersebut dinyalakan dengan minyak yang dibiayai negara.
Ia tak mau urusan keluarga menggunakan lampu dengan minyak negara. Sayang, Umar tidak lama memimpinn negara. Tiga tahun setelah diangkat, ia wafat. Setelah Umar, para khalifah lebih banyak hidup bergelimang kemewahan. Moralitas mereka jatuh. Kepercayaan rakyat merosot tajam. Khalifah Hisyam anak Abdul Malik berusaha mengatasi itu. Namun keadaan telanjur tak terkendali. Pada tahun 750 Masehi, setelah sekitar 90 tahun berkuasa, Daulat Umayah pun runtuh.
Daulat Umayah II
(661-750 Masehi)
Kekuasaan yang dibangun Muawiyah bagi Daulat Umayah diawali dengan noda hitam. Pemberontakan Muawiyah terhadap Khalifah Ali yang melahirkan Perang Shiffin menyebabkan sekitar 80 ribu orang tewas. Badri Yatim, dalam buku 'Sejarah Peradaban Islam' menyebut: "Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak." Praktek yang bertolak belakang dengan nilai Islam sebenarnya.
Muawiyah menunjuk anaknya, Yazid, sebagai penggantinya. Cara demikian tidak dikenal Islam dalam pemilihan pemimpin negara. Masyarakat berontak. Sebagian mengangkat Hussein anak Ali sebagai khalifah. Melalui penipuan, Yazid menghancurkan kubu Hussein. Hussein yang berencana memenuhi ajaka damai Muawiyah, ternyata dibunuh. Di padang Karbala, Hussein dipenggal. Kepalanya dibawa ke Damaskus.
Abdullah anak Zubair juga tak mengakui kekhalifahan Yazid. Abdullah berkedudukan di Mekah. Tentara kerajaan di masa Khalifah Abdul Malik kemudian menyerbu Mekah. Keluarga Zubair dihancurkan. Abdullah wafat dalam pertempuran pada 73 H atau 692 Masehi.
Di masa Muawiyah, kekuasaan melebar ke Barat hingga Tunisia yang berada di seberang Italia. Di Timur, wilayah kekuasaan telah menjangkau seluruh tanah Afghanistan sekarang. Ekspedisi laut berulangkali menyerbu ke Byzantium, namum gagal menaklukkan Romawi. Wilayah itu kemudian diperluas oleh Khalifah Abdul Malik. Wilayah Asia Tengah seperti Bukhara, Khawarizm, Ferghana hingga Samarkand mereka kuasai. Pasukan Umayah bahkan wilayah Sind dan Punyab di India dan Pakistan.
Terobosan paling monumental terjadi di Gibraltar, Spanyol, di masa Khalifah Walid. Seluruh wilayah Afrika Utara -termasuk Aljazair dan Maroko-mereka kuasai. Pada tahun 711 Masehi, Panglima Perang Thariq bin Ziyad memimpin pasukan menyeberang selat dari Maroko ke dataran Spanyol di Eropa. Ibukota Spanyol segera mereka kuasai. Demikian pula kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Seluruh Spanyol pun menjadi wilayah kekusaan Bani Umayah.
Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tentara Bani Umayah di bawah komando Panglima Abdulrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi, bergerak dari Spanyol menuju Perancis. Setelah melalui pegunungan Piranee, mereka menguasai Bordeau, Poitiers dan hendak maju ke kota Tours. Di tempat ini terjadi pertempuran yang menewaskan Al-Ghafiqi. Tentara itu pun mundur kendali ke Spanyol.
Dengan rentang wilayah kekuasaan yang sangat luas, di abad ke-8 Masehi tersebut, Bani Umayah merupakan kekuasaan yang paling besar di dunia. Kekuasaan besar lainnya adalah Dinasti Tang di wilayah Cina serta Romawi yang berpusat di Konstantinopel. Ke wilayah kekuasaan Bani Umayah itulah Islam kemudian menyebar dengan cepat.
Namun adalah sebuah kemustahilan untuk mempertahankan wilayah yang begitu luas terus-menerus. Apalagi masyarakat kemudian kehilangan rasa hormatnya pada kekhalifahan. Pemberontakan muncul di sana-sini. Yang terkuat adalah pemberontakan oleh Abdullah Asy-Syafah, atau Abu Abbas. Ia keturunan Abbas bin Abdul Muthalib -paman Rasulullah. Ia disokong oleh keluarga Hasyim -keluarga yang terus berseteru dengan Keluarga Umayah. Kalangan Syi'ah -para pendukung fanatik Ali-mendukung pula gerakan ini.
Abu Abbas kemudian bersekutu dengan tokoh kuat, Abu Muslim dari Khurasan. Pada tahun 750 Masehi, mereka berhasil menjatuhkan kekuasaan Bani Umayah. Khalifah terakhir, Marwan bin Muhammad, lari ke Mesir namun tertangkap danm dibunuh di sana. Berakhirlah kekuasaan Bani Umayah ini, meskipun keturunannya kemudian berhasil membangun Bani Umayah kedua di wilayah Spanyol.
Daulat Abbasiyah I
(750-1258 Masehi)
Ini dinasti berusia paling panjang dalam sejarah Islam. Muhammad al-Saffah atau Abu Abbas berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayah pada 750 Masehi. Ia memanfaatkan ketidakpuasan orang-orang Islam non-Arab, kalangan Syiah serta keluarganya sendiri, Keluarga Hasyim. Ia membangun kekuasaan itu bersama Abu Muslim dari Khurasan. Maka yang dilakukannya adalah mengurangi pengaruh Arab di pemerintahan.
Hanya empat tahun Abu Abbas memerintah. Ia meninggal. Khalifah berikutnya adalah Abu Ja'far (754-775). Dialah khalifah pertama menggunakan gelar. Untuk dirinya sendiri, ia menggunakan gelar Al-Mansyur. Pemerintahannya banyak mengakomodasi kepentingan masyarakat Persia. Ibukota negara bahkan dipindahkan ke tepi Sungai Tigris -dekat Ctesiphon, ibukota Kekaisaran Persia dulu.
Disebutkan, Al-Mansyur melakukan survei mendalam untuk penentuan lokasi ibukota. Dia mengirim staf untuk tinggal di sana guna membuat laporan keadaan wilayah itu di berbagai musim. Ia disebut mendatangkan sekitar 100.000 pekerja dari berbagai daerah - Kufah, Basrah, Mosul maupun Syria-untuk menjadi arsitek, tukang bangunan, juru pahat, pelukis untuk membangun tempat yang dulu dipakai sebagai peristirahatan Kaisar Kisra Anusyirwan. Sekitar tahun 762 Masehi, lahirlah kota Baghdad sebagai salah satu kota termegah di dunia saat itu.
Al-Mansyur dianggap sebagai tonggak pembangun kejayaan Abbasiyah. Namun itu dilakukannya dengan tangan besi pula. Abdullah dan Shalih bin Ali, dua orang pamannya yang menolak berbaiat untuknya, dibunuh Abu Muslim atas suruhannya. Abu Muslim sendiri kemudian ia bunuh. Untuk militer, ia kembali melakukan ekspansi untuk menguasai kembali wilayah-wilayah Bani Umayah dulu. Ia mengenalkan konsep 'wazir' yang sekarang diistilahkan sebagai perdana menteri. Jawatan pos diberi tugas intelejen -termasuk mengawasi para gubernur.
Di sisi lain, Baghdad dibangunnya sebagai pusat peradaban. Ilmu dan kesenian dikembangkan. Di Kufah, di masa Al-Mansyur, imam Abu Hanifah (700-767) diberinya tempat yang baik. Abu Hanifah berkesempatan untuk merumuskan hukum-hukum Islam, yang kemudian dikenal sebagai mazhab Hanafi. Sebuah mazhab yang sangat dipengaruhi kecenderungan kalangan intelektual muslim di Kufah: kuat dalam rasionalitas.
Kemakmuran masyarakat terwujud pada masa khalifah Al-Mahdi (775-785). Program irigasi berhasil meningkatkan produksi pertanian berlipat kali. Jalur perdagangan dari Asia Tengah dan Timur hingga Eropa melalui wilayah kekhalifahan Abbasiyah berjalan pesat. Pertambangan emas, perak, besi dan tembaga, berjalan dengan baik. Basrah di Teluk Persia tumbuh menjadi satu pelabuhan terpenting di dunia.
Bersamaan dengan itu, ilmu pengetahuan tumbuh subur. Di Madinah, Imam Malik (713-795) juga menyusun fikih atau hukum Islam. Ia tak seperti Hanafi. Ia banyak menggunakan hadis secara langsung serta tradisi masyarakat Madinah. Puncak peradaban Islam terjadi pada masa Harun Al-Rasyid (786-809). Bukan hanya kemakmurn masyarakat yang dicapai, namun juga pendidikan, kebudayaan, sastra dan lain-lain.
Harun Al-Rasyid membangun rumah-rumah sakit, sekolah kedokteran, serta farmasi. Saat itu, diperkirakan terdapat 800 orang dokter. Ia juga membangun pemandian-pemandian umum. Istrinya membangun saluran air dari Taif untuk memenuhi kebutuhan air di Mekah yang tak cukup dipenuhi oleh sumur zamzam.
"Masa keemasan" ini dilanjutkan oleh Al-Ma'mun (813-833). Dia mendirikan banyak sekolah. Berbagai buku Yunani diterjemahkannya ke bahasa Arab. Ia mendirikan pula "Bait Al-Hikmah" -perpustakan sekaligus perguruan tinggi. Di masanya, Imam Syafi'i (767-820) serta Imam Ahmad bin Hanbal (780-855) juga menulis kitab fikih yang kemudian menjadi mazhab sendiri. Mazhab dengan pendekatan yang berada di antara mazhab Hanafi dan Maliki. Pemikir Islam yang mengedepankan rasionalitas, yang dikenal dengan sebutan Mu'tazilah, yakni Abu Huzail (752-849) dan Al-Nazam (801-835) juga melempar gagasannya pada periode ini.
Hingga khalifah Al-Mutawakkil (847-861), Daulat Abbasiyah masih menampakkan kebesarannya. Namun, dalam politik, Al-Mutawakkil mulai membuat sejumlah perubahan. Ia lebih berorientasi pada orang-orang Turki dibanding Persia. Paham keagamaan negara pun ia ubah. Khalifah Al-Ma'mun menggunakan paham rasional mu'tazilah untuk negara. Al-Mutawakil mencabut paham itu, dan menggunakan aliran 'salaf' dari mazhab Hambali.
Daulat Abbasiyah II
(750-1258 Masehi)
Tak banyak terkisahkan pada sejarah Daulat Abbasiyah akhir Abad 9 dan awal Abad 10. Terutama sejak Khalifah Al-Mutawakkil meninggal pada 861 Masehi. Riwayat hanya menyebut bahwa pemerintahan Baghdad terus dikuasai oleh para panglima militer berdarah Turki. Para panglima itu yang mengangkat khalifah dari keturunan khalifah-khalifah terdahulu. Namun mereka hanya dijadikan simbol.
Badri Yatim dalam "Sejarah Peradaban Islam" mencatat adanya 12 khalifah saat Daulat Abbasiyah dikuasai para panglima militer Turki. Hanya empat khalifah yang diganti karena meninggal secara wajar. Delapan lainnya diturunkan secara paksa oleh militer, bahkan juga dibunuh. Keadaan ini menjadikan wibawa Dinasti Abbasiyah semakin merosot. Satu per satu wilayah melepaskan diri dari kendali pusat.
Simbol-simbol peradaban, seperti ilmu pengetahuan, kesenian dan sastra, tidak lagi berkembang. Satu-satunya paham keagamaan yang tumbuh pada masa ini adalah pemikiran Abu Hasan Al-Asy'ari (873-935), yang kerap disebut aliran tradisional dalam teologi. Al-Asy'ari sempat belajar paham mu'tazilah yang banyak dipengaruhi oleh logika Yunani. Ia lalu mengkritisi paham tersebut dengan mengambil pendekatan tekstual dan tradisi. Sejarah pemikiran Islam kemudian banyak diwarnai tarik-menarik kedua pendekatan tersebut, sampai sekarang.
Wibawa kekhalifahan Abbasiyah bangkit kembali setelah kekuasaan di tangan keluarga Buwaih. Khalifah, lagi-lagi hanya menjadi simbol sebagaimana Kaisar Jepang di era Tokugawa. Ketika wazir (perdana menteri) dan militer bertikai, khalifah menyerahkan kekuasaan pada tiga kakak beradik Ali, Hasan dan Ahmad -anak Abu Syuja' Buwaih, nelayan miskin dari Dailam. Ahmad memegang kendali di Baghdad, Ali menguasai wilayah Persia Selatan yang berpusat di Syiraz. Hasan berkuasa di Persia Utara, termasuk kota Ray dan Isfahan.
Di awal masa Bani Buwaih (945-1055), kemakmuran kembali berkembang di wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Pembangunan gedung pun semarak. Industri karpet berkembang pesat. Intelektual bermunculan. Antara lain Ibnu Sina (980-1037), penulis Qanun fi Al-Thibb yang menjadi rujukan ilmu kedokteran Barat sampai Abad 19. Juga Al Farabi yang wafat pada 950 Masehi dan Al-Maskawaih (wafat 1030 Masehi). Namun dalam keagamaan, terjadi kerancuan paham. Kekhalifahan menganut paham Sunni, sedangkan Bani Buwaih berpaham Syi'ah.
Lagi-lagi pertikaian keluarga, membuat kekuatan Bani Buwaih merosot. Kekhalifahan Abbasiyah kehilangan pamor lagi. Di Mesir, berdiri Kesultanan Fathimiyah. Di Afghanistan, keluarga Ghaznawiyah memerdekakan diri. Kemudian muncul dinasti Seljuk yang berawal dari kabilah-kabilah kecil di Turkistan yang berhasil dipersatukan oleh Seljuk anak Tuqaq. Pemimpin Seljuk kemudian Thugrul Beq, berhasil merebut beberapa wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Tak seperti Bani Buwaih, mereka menganut paham Sunni.
Atas undangan Khalifah Qaim, Thugrul Bek memasuki Baghdad. Para keturunannya kemudian menyetir kekuasaan di Baghdad. Banyak keluarga Seljuk lainnya membangun kekuasaan kecil-kecil di luar Baghdad. Sejarah mencatat masa terpenting kekuasaan Seljuk terjadi pada kepemimpinan Alp Arselan (1063-1072). Khalifah masa itu adalah Sultan Maliksyah, dengan Nizham Al-Mulk sebagai Perdana Menteri.
Nizham membangun Universitas Nizhamiyah pada 1065 di Baghdad. Inilah yang disebut model pertama universitas yang kini dikenal dunia. Di berbagai kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang universitas ini. Nizham juga membangun Madrasah Hanafiah. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Banyak intelektual lahir pada masa ini. Diantaranya Zamakhzyari di bidang tafsir dan teologi, Qusyairi di bidang tafsir, Imam Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf, juga sastrawan Fariduddin Attar dan Omar Kayam.
Di militer, 15.000 pasukan Alp Arselan mengalahkan pasukan gabungan Romawi, Perancis dan Armenia. Sepeninggal Arselan, pasukan itu malah merebut kota Yerusalem dari Dinasti Fathimiyah pada 471 Hijrah, atau 1078 Masehi. Inilah peristiwa yang menyulut terjadinya Perang Salib.
Waktu berlalu. Kekhalifahan melemah. Hampir setiap propinsi melepaskan diri. Pada 1199, kekuasaan Keluarga Seljuk di Baghdad berakhir. Para khalifah keturunan Abbas masih melanjutkan kepemimpinan negara. Namun hanya terbatas di sekitar Baghdad. Pada 1258, tiba-tiba sekitar 200 ribu pasukan Mongol muncul di bibir kota Baghdad di bawah komando Hulagu Khan. Khalifah Al-Mu'tashim menyerah.
Ia menyangka Hulagu Khan hendak menikahkan anak perempuannya dengan Abu Bakar, putra khalifah. Maka khalifah dan seluruh pembesar istana datang ke kemah Hulagu membawa berbagai hadiah. Di tempat itulah, Hulagu memenggal leher khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Kota Baghdad dihancurkan. Seluruh kegemilangan yang dibangun oleh Al-Mansyur, dan kemudian juga oleh Harun Al-Rasyid itu luluh lantak. Baghdad kembali rata dengan tanah.
Andalusia
(711-1492)
Bismillah. Tekad itu dipancangkan Thariq bin Ziyad. Sebanyak 7.000 orang pasukan yang dipimpinnya -mereka suku Berber dan Arab-telah selamat tiba di dataran Andalusia atau Spanyol. Mereka telah mengarungi selat yang memisahkan tanah Maroko di Afrika Utara dengan Eropa itu. Tanpa ragu sedikit pun Thariq memerintahkan untuk membakar kapal-kapalnya. Pilihannya jelas: terus maju untuk menang atau mati. Tak ada kata untuk mundur dan pulang.
Peristiwa di tahun 711 Masehi itu mengawali masa-masa Islam di Spanyol.Pasukan Thariq sebenarnya bukan misi pertama dari kalangan Islam yang menginjakkan kaki di Spanyol. Sebelumnya, Gubernur Musa Ibnu Nushair telah mengirimkan pasukan yang dikomandani Tharif bin Malik. Tharif sukses. Kesuksesan itu mendorong Musa mengirim Thariq. Saat itu, seluruh wilayah Islam masih menyatu di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Walid dari Bani Umayah.
Thariq mencatat sukses. Ia mengalahkan pasukan Raja Roderick di Bakkah. Setelah itu ia maju untuk merebut kota-kota seperti Cordova, Granada dan Toledo yang saat itu menjadi ibukota kerajaan Gothik. Ketika merebut Toledo, Thariq diperkuat dengan 5.000 orang tentara tambahan yang dikirim Musa.
Thariq sukses. Bukit-bukit di pantai tempat pendaratannya lalu dinamai Jabal Thariq, yang kemudian dikenal dengan sebutan Gibraltar. Musa bahkan ikut menyebarang untuk memimpin sendiri pasukannya. Ia merebut wilayah Seville dan mengalahkan Penguasa Gothic, Theodomir. Musa dan Thariq lalu bahu-membahu menguasai seluruh wilayah Spanyol selatan itu.
Pada 755 Masehi, Abdurrahman -keturunan Keluarga Umayah yang lolos dari kejaran penguasa Abbasiyah-tiba di Spanyol. Abdurrahman Ad-Dakhil, demikian orang-orang menjulukinya. Ia membangun Masjid Cordova, dan menjadi penguasa tunggal di Andalusia dengan gelar Emir. Keturunannya melanjutkan kekuasaan itu sampai 912 Masehi. Kalangan Kristen sempat mengobarkan perlawanan "untuk mencari kematian" (martyrdom). Namun Dinasti Umayah di Andalusia ini mampu mengatasi tantangan itu.
Abdurrahman Al-Aushat kemudian menjadikan Andalusia sebagai pusat ilmu terpenting di daratan Eropa. Pada 912, Abdurrahman An-Nasir mendengar kabar bahwa khalifah Abbasiyah di Baghdad tewas dibunuh. Ia lalu menggunakan gelar khalifah. Ia mendirikan universitas Cordova dengan perpustakaan berisi ratusan ribu buku.
Hal demikian dilanjutkan oleh Khalifah Hakam. Pusat-pusat studi dibanjiri ribuan pelajar, Islam dan Kristen, dari berbagai wilayah. Ladang-ladang pertanian Spanyol tumbuh dengan subur mengadopsi kebun-kebun dari wilayah Islam lainnya. Sistem hidraulik untuk pengairan dikenalkan. Andalusia inilah yang mendorong era pencerahan atau renaissance yang berkembang di Italia.
Kekacauan timbul setelah Hakam wafat dan kendali dipegang Manshur Billah -seorang ambisius yang menghabisi teman maupun lawan-lawannya. Kebencian masyarakat, baik Islam maupun Kristen mencuat. Situasi tak terkendalikan lagi setelah Manshur Billah wafat. Pada 1013, Dewan Menteri menghapuskan jabatan khalifah. Andalusia terpecah-pecah menjadi sekitar 30 negara kota.
Dua kekuatan dari Maghribi sempat menyatukan kembali seluruh wilayah itu. Pertama adalah Dinasti Murabithun (1086-1143) yang berpusat di Marakesy, Maroko. Pasukan Murabithun datang buat membantu kalangan Islam melawan Kerajaan Castilla. Mereka memutuskan untuk menguasai Andalusia setelah melihat Islam terpecah-belah. Dinasti Muwahiddun, yang menggantikan kekuasaan Murabithun di Afrika Utara, kemudin juga melanjutkan kepemimpinan Islam di Andalusia (1146-1235). Di masa ini, hidup Ibnu Rusyd -seorang pemikir besar yang banyak menafsirkan naskah Aristoteles.
Pada 1238 Cordova jatuh ke tangan Kristen, lalu Seville pada 1248 dan akhirnya seluruh Spanyol. Hanya Granada yang bertahan di bawah kekuasaan Bani Ahmar (1232-1492). Kepemimpinan Islam masih berlangsung sampai Abu Abdullah -meminta bantuan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella-- untuk merebut kekuasaan dari ayahnya. Abu Abdullah sempat naik tahta setelah ayahnya terbunuh. Namun Ferdinand dan Isabella kemudian menikah dan menyatukan kedua kerajaan. Mereka kemudian menggempur kekuatan Abu Abdullah untuk mengakhiri masa kepemimpinan Islam sama sekali.
Sejak itu, seluruh pemeluk Islam (juga Yahudi), dikejar-kejar untuk dihabisi sama sekali atau berpindah agama. Kekejian penguasa Kristen terhadap pemeluk Islam itu dibawa oleh pasukan Spanyol yang beberapa tahun kemudian menjelajah hingga Filipina. Kesultanan Islam di Manila mereka bumihanguskan, seluruh kerabat Sultan mereka bantai.
Memasuki Abad 16, Tanah Andalusia -yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam-- kemudian bersih sama sekali dari keberadaan Muslim.
Kairo
(969-1517)
Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis -yang berada di bawah kekuasaan Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir, Maria.
Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.
Mesir baru menjadi pusat kekuasaan -dan juga peradaban Muslim-baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi'ah. Ia menamai kekhalifahan itu Fathimiah -dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi'ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota .
Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari "Al-Zahra", nama panggilan Fatimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.
Muiz dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam fisik maupun kehidupn sosialnya-mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.
Di masa tersebut, Ibnu Yunus (wafat 1009) menemukan sistem pendulum pengukur waktu yang menjadi dasar arloji mekanik saat ini. Lalu Hasan ibn Haitham menemukan penjelasan fenomena "melihat". Sebelum itu, orang-orang meyakini bahwa orang dapat melihat sesuatu karena adanya pancaran sinar dari mata menuju obyek yang dilihat. Ibnu Haytham menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke benda tersebut, melainkan sebaliknya. Dari benda ke mata.
Gangguan politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.
Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu-kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk).
Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah, Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.
Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali -anak Aybak-mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz. Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran total oleh pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang dianggap menjadi peletak pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan Abbasiyah -yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad-untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama.
Ibnu Batutah tak hanya mengagumi 'rihlah', tempat studi keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona pada pusat layanan kesehatan yang sangat rapi dan "gratis". Sedangkan Ibnu Khaldun menyebut: "mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar adalah orang-orang Turki yang ada di Mesir."
Pusat peradaban ini nyaris hancur di saat petualang barbar Timur Lenk melakukan invasi ke Barat. Namun Sultan Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian Mamluk merupakan pusat kekuasaan yang duakali mampu mengalahkan tentara Mongol.
Pada ujung abad 15, perekonomian di Mesir menurun. Para pedagang Eropa melalui Laut Tengah tak lagi harus tergantung pada Mesir untuk dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka "menemukan" Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan Usmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.
Perang Salib
(1095- 1291)
Raja Inggris, Richard si Hati Singa, tengah menggigil demam di tendanya. Ambisinya untuk segera menghancurkan pasukan Islam harus ia tunda. Tentara harus ia istirahatkan. Kini ia menunggu kedatangan seorang tabib. Tabib itu ternyata adalah musuh besarnya, Salahuddin Al-Ayyubi, panglima besar pihak Islam yang dengan berani menyusup ke tenda lawan. Secara moral, Salahuddin telah memenangkan pertarungan.
Kisah tersebut sering dituturkan, dan menjadi salah satu cerita paling menarik dalam peristiwa Perang Salib. Peristiwa perang antar agama ini bermula dari sukses misi kecil militer Alp Arselan -pemimpin Seljuk yang menjadi panglima perang Daulat Abbasiyah. Sekitar 15.000 tentaranya berhasil mengalahkan pasukan gabungan Romawi, Perancis, Armenia, Ghuz, Akraj, Hajr dalam pertempuran di Manzikart 464 Hijriah (1071 Masehi).
Tentara Baghdad, sepeninggal Arselan, malah merebut Yerusalem pada 471 Hijriah atau sekitar 1078 Masehi. Sebelum itu, Yerusalem dikuasai oleh Kekhalifahan Fathimiyah -dinasti beraliran Syi'ah yang berpusat di Kairo - Mesir. Fathimiyah memberi keleluaasan bagi orang-orang Nasrani untuk berkunjung ke kota suci Yerusalem. Abbasiyah di Baghdad membuat ketentuan baru yang mempersulit kunjungan tersebut.
Pada 1095 Masehi, pemimpin tertinggi Katolik Paus Urbanus II menyeru seluruh masyarakat Kristen di Eropa agar melakukan Perang Suci. Seruan tersebut segera disambut oleh para raja. Musim semi 1095 Masehi -demikian tulis Badri Yatim di "Sejarah Peradaban Islam"-150 ribu pasukan, terutama dari Perancis dan Norman, bergerak ke Konstantinopel dan kemudian Yerusalem.
Nicea dan Edessa berhasil mereka rebut pada 18 Juni 1097 dan 1098. Mereka kemudian merebut Antiokia. Baitul Maqdis atau Yerusalem bahkan jatuh pada 15 Juli 1099. Yerusalem bahkan dijadikan ibukota kerajaan baru. Godfrey diangkat sebagai raja. Kota-kota penting di pantai Laut Tengah seperti Tyre, Tripoli dan Akka juga berhasil dikuasai Pasukan Salib.
Hampir setengah abad wilayah Yerusalem dan laut Tengah itu penuh dalam kekuasaan Kristen. Namun, pada 1144, ketenangan itu terusik. Penguasa Mosul dan Irak, Imaduddin Zanki dan anaknya, Nuruddin Zanki merebut wilayah Aleppo dan Edessa. Pada 1151, seluruh kawasan di Edessa berhasil mereka kuasai. Ini mendorong Paus Eugenius III kembali menyerukan perang suci. Raja Perancis Louis III dan Raja Jerman Condrad III memimpin pasukan menggempur kekuatan Islam. Namun mereka kalah, dan terpaksa mundur.
Salahuddin Al-Ayyubi, panglima yang memegang kendali pasukan setelah Nuruddin wafat, malah mencatat sukses besar. Ia mendirikan kekhalifahan Ayyubiyah di Mesir menggantikan kekuasan Fathimiyah. Pada 1187, ia berhasil merebut Yerusalem dan mengakhiri kekuasaan kaum Nasrani di sana selama 88 tahun. Pasukannya juga harus berhadapan dengan kekuatan paling besar yang dikomandoi Raja Inggris Richard, Raja Perancis Philip Augustus serta Raja Jerman Frederick Barbarosa.
Pada 2 Nopember 1192, Salahuddin -tokoh terbesar Kurdi (bangsa yang sekarang terbelah di tanah yang menjadi wilayah Irak, Syria, Turki dan Iran)-menandatangani perjanjian dengan musuhnya. Ia akan memberi kemudahan kaum Nasrani berkunjung ke Yerusalem. Namun pihak Kristen, yang dikomandoi Raja Jerman Frederick II, kemudian mengincar kembali Yerusalem. Mereka berhasil merebut wilayah Dimyar, pada 1219. Pengganti Salahuddin, Malik al-Kamil, kemudian menukar Dimyar dengan Yerusalem.
Kalangan Nasrani sempat menguasai kembali Baitul Maqdis sekitar seperempat abad. Namun, angin kembali berubah. Di Mesir, kekuasaan kekhalifahan Ayyubiyah diakhiri oleh dinasti Mamluk. Malik al-Shalih, pemimpin Mamluk merebut kembali Baitul Maqdis, pada 1247. Setelah itu, perang Islam-Kristen masih terus terjadi sampai kota Akka direbut lagi pihak Islam pada 1291.
Perang Salib telah mengantarkan orang-orang Eropa dalam jumlah besar untuk berinteraksi dengan masyarakat Islam. Interaksi tersebut membuat mereka banyak mengadopsi peradaban dari kalangan muslim.'Bath-up' yang menjadi tempat mandi masyarakat Barat sekarang ini, kabarnya diadopsi dari bejana tempat berwudhu orng-orang Turki muslim. Namun Perang Salib juga melahirkan provokasi kebencian terhadap Islam di lingkungan masyarakat Barat.
Prahara Timur Lenk
(1336-1404)
Namanya Timur Lenk. Si Timur Pincang. Ia anak Taragai, Kepala Suku Barlas di wilayah Uzbekistan kini. Sang ayah kabarnya keturunan Karachar Noyan -menteri dan kerabat Jagatai, anak Jenghis Khan. Namun Timur Lenk sendiri sering disebut sebagai keturunan Jenghis Khan.
Secara resmi keturunan Mongol ini telah memeluk Islam. Diperkirakan ia lahir pada 25 Sya'ban 736 Hijriah, atau 8 April 1336 Masehi. Sejak kecil, keberaniannya nampak luar biasa. Pada usia 12 tahun, ia telah terlibat dalam sejumlah pertempuran. Ketika ayahnya wafat, Timur bergabung dengan pasukan Gubernur Tansoxiana, Amir Qaghazan, sampai gubernur itu meninggal.
Serbuan pasukan Tughluq Temur Khan melambungkan nama Timur Lenk. Ia bertempur sampai mengundang perhatian Tughluq. Ia direkrut Tughluq menjadi pasukannya, namun kemudian memberontak setelah Tugluq mengangkat anaknya, Ilyas Khoja sebagai Gubernur Samarkand dan hanya menjadikan Timur sebagai wazir.
Timur bergabung dengan Amir Husain -cucu Qaghazan. Tughulq dan Ilyas Khoja tewas dalam pertempuran. Kemudian Timur malah membunuh Amir Husain yang juga iparnya sendiri. Pada 10 April 1370, ia mengangkat dirinya sebagai penguasa tunggal. "Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada satu raja." Demikian semboyannya. Sejak itu, Timur menebar maut sebagaimana dilakukan Hulagu seabad sebelumnya.
Khurasan, Afghan, Persia , Kurdistan dikuasainya. Di Sabwazar, Afghanistan, ia membangun menara terbuat dari 2000 mayat dibalut dengan lumpur. Pada 1395, ia menyerbu Moskow. Lalu balik lagi ke Timur ke India -tempat ia konon membantai 80 ribu tawanannya. Kebiadaban terus ditebarkan. Pusat-pusat peradaban Islam dihancurkannya kecuali Samarkand. Di tempat ini, ia malah membangun kota dengan mendatangkan batu dari Delhi, India, dengan diangkut oleh gajah.
Di Aleppo, Syria, Timur Lenk membangun piramida dari sekitar 20 ribu kepala manusia. Di Baghdad, sebanyak itu pula penduduk yang dibantainya. Di Armenia, 4000 tentara musuh dikubur hidup-hidup. Sekolah dan masjid-masjid di sekitar Irak dihancurkan. Masjid Umayah di Damaskus dihancurkannya sehingga tinggal dinding. Tak terhitung lagi jumlah korban Timur Lenk.
Timur juga menggempur dua kesultanan penting. Yakni kesultanan Usmani di Turki serta Mamluk di Mesir. Dalam pertempuran melawan Timur Lenk, Usmani dipimpin sendiri oleh Sultan Bayazid I. Erthugul, anak Bayazid, tewas. Dalam pertempuran berikutnya, perang di Ankara 1404, Bayazid bahkan tertawan dan meninggal sebagai tawanan. Di Takrit -kota kelahiran Salahuddin Al-Ayyubi-Timur Lenk juga membangun piramida manusia.
Dinasti Mamluk di Mesir tak luput dari ancamannya. Apalagi Sultan Malik Zahir Barquq melindungi penguasa Baghdad yang melarikan diri, Sultan Ahmad Jalair. Namun, seperti menghadapi Hulagu sebelumnya, Mesir akhirnya luput dari serangan Timur. Serangan Timur Lenk benar-benar menghancurkan peradaban Islam. Praktis hanya Mesir yang selamat. Baghdad yang belum pulih akibat serangan Hulagu Khan dulu, kini remuk kembali.
Tak puas menjarah ke Barat, Timur Lenk kemudian mengincar Cina di timur. Padahal saat itu, ia telah berusia 71 tahun. Saat hendak melakukan invasi itu, Timur Lenk sakit dan meninggal pada 1404. Dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil bertempur hebat memperebutkan kursi sang ayah. Khalil (1404-1404) menang, namun dikudeta oleh saudaranya yang lain, Syakh Rukh (1405-1447). Syakh Rukh dan anaknya, Ulugh Bey (1447-1449) memimpin negaranya dengan baik. Ilmu pengetahuan kembali berkembang. Namun tidak lama. Pada 1469, kekuasaan keluarga Timur Lenk itu ambruk.
Timur adalah salah seorang pemimpin paling brutal dalam sejarah. Sepak terjangnya menghancurkan masyarakat Islam habis-habisan. Namun, ironisnya, Timur Lenk adalah seorang muslim. Kabarnya, ia berpaham Syi'ah namun dekat dengan tarekat Naqsabandiyah. Dalam kehidupan sehari-hari, ia seperti menghormati para ulama. Dikabarkan ia dengan sangat hormat menerima sejarawan besar Ibnu Khaldun yang ditugasi Sultan Faraj untuk berunding.
Apapun, noda hitam telah terlalu banyak ditorehkan Timur Lenk. Terlalu banyak merah darah yang telah dibanjirkannya.
Serbuan Hulagu Khan
Baghdad 1258. Tepian sungai Tigris itu menampakkan pemandangan ganjil. Dari dataran sekelilingnya, kecemerlangan kota tampak jelas. Gedung-gedung megah bertaburan tertata secara rapi. Saat itu, hampir tidak ada kota di dunia segemerlap Baghdad. Namun ribuan tenda mendadak bermunculan di luar kota. Itulah tenda pemimpin Mongol, Hulagu Khan, beserta 200-an ribu pasukannya.
Sejarah mencatat, Khalifah Al-Mu'tashim dan para pembesar Kekhalifahan Abbasiyah dengan senang hati menemui Hulagu. Ia membawa berbagai macam hadiah. Hulagu menerima mereka dengan dingin. Ia memenggal kepala khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Hulagu kemudian memerintahkan pasukannya untuk meratakan Baghdad dengan tanah. Bukan hanya istana dan gedung-gedung kerajaan saja. Namun juga rumah penduduk, masjid, serta madrasah, universitas dan perpustakaan.
Kemegahan Baghdad habis tanpa bekas. Seluruh warga tewas dibantai, kecuali yang sempat lari menyelamatkan diri. Peristiwa ini merupakan salah satu penghancuran terbesar kebudayaan masyarakat Islam yang telah berkembang selama lebih 6 (enam) abad.
Hulagu tetap tinggal di tendanya. Ia sepenuhnya mewakili karakter masyarakatnya, bangsa Mongol, saat itu yang sangat sederhana namun brutal. Mulanya bangsa itu adalah kelompok-kelompok kecil pemburu dan penggembala di padang stepa di utara Cina hingga Siberia. Mereka mempercayai sebagai keturunan Alanja Khan yang mempunyai dua anak kembar, Tatar dan Mongol.
Adalah Yasugi Bahadur Khan yang diyakini sebagai pemersatu kelompok-kelompok Mongol. Setelah meninggal, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Temujin yang berusia 13 tahun. Pada 1206, Temujin mendapat gelar Jenghis Khan. Ia membangun pasukan laki-laki dan pertempuan dalam kelompok 10, 200, serta 1.000 orang yang masing-masing dipimpin oleh seorang komandan.
Dengan pasukannya itu, ia menaklukkan Cina dan menguasai sepenuhnya Asia Tengah. Kota-kota indah seperti Samarkand, Bukhara dihancurkan sama sekali. Penduduk dibantai habis-habisan. Sultan Ala Al-Din mencoba menghadang gerak pasukan itu di Bukhara. Ia tewas dalam pertempuran. Jalal Al-Din, anaknya, terpaksa lari ke India.
Jenghis Khan mewariskan semangat berpetualang dan kebrutalan itu pada anak cucunya. Keempat anaknya, Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli melanjutkan petualangan tersebut, menjarah wilayah-wilayah Islam. Salah seorang cucu Jenghis, kemudian malah membangun armada laut yang melakukan ekspedisi militer hingga wilayah Nusantara, sehingga melahirkan insiden Tarik - Jawa Timur, yang melahirkan kerajaan Majapahit.
Chagatai menguasai wikayah Ferghana hingga Azerbaijan. Saudaranya, Tuli menduduki Khurasan. Saat itu, kerajaan Islam terpecah belah dan tak mempunyai kekuatan berarti. Sangat mudah bagi pasukan Mongol -yang menghormat matahari terbit-untuk menaklukkan mereka. Sebelum meninggal pada 1256, Tuli sudah menguasai sebagian wilayah Irak. Hulagu tinggal melanjutkannya untuk menaklukkan Baghdad.
Damaskus, Yordania, Nablus dan Gaza dengan mudah dikuasai pasukan Hulagu. Mereka mengincar Mesir yang dikuasai kesultanan Mamluk. Panglima Kitbugha mengirim utusan ke Mesir yang meminta Sultan Qutuz menyerah. Utusan Qitbhuga malah dibunuh. Di 'Ain Jalut, Sultan Qutuz bersama panglima Baybars memimpin sendiri pasukannya bertempur melawan pasukan Hulagu. Untuk pertama kalinya, pasukan Mongol dapat ditaklukkan.
Kekuasaan Mongol dilanjutkan oleh anak cucu Hulagu, yang dikenal dengan sebutan dinasti Ilkhan. Abaga, anak Hulagu, memeluk Krtisten. Penggantinya, Ahmad Teguder (1282-1284) masuk Islam, namun dibunuh oleh Arghun, raja keempat yang bertindak kejam terhadap orang-orang Islam. Posisi umat Islam membaik di masa raja ke tujuh Ikhan, Mahmud Ghazan (1295-1304). Ia sempat menganut ajaran Budha sebelum beralih ke Islam.
Ghazan tertarik pada masalah peradaban. Ia membangun perguruan tinggi untuk mazhab Syafii serta Hanafi, observatorium, perpustakaan, bahkan juga padepokan atau semacam biara buat kaum sufi. Ia meninggal dalam usia 32 tahun, dan digantikan Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317), seorang penganut Syi'ah garis keras. Sultan terakhir dari Dinasti Ilkhan adalah Abu Sa'id (1317-1335). Kekuasaannya hancur setelah terjadi bencana kelaparan hebat akibat serangan badai dan hujan es. Kekuasaan pun terpecah belah, sampai kemudian dihancurkan oleh Timur Lenk, penakluk brutal lainnya yang juga keturunan Mongol.
Serbuan Jenghis Khan hingga Hulagu Khan benar-benar membuat masyarakat Islam harus membangun kehidupan baru dari tingkat yang paling dasar. Tidak ada lagi wujud peradaban yang tersisa dari wilayah Asia Tengah, Selatan hingga Timur Tengah. Syukurlah, Dinasti Mamluk mampu mempertahankan wiyah Mesir. Dari Mesirlah, kemudian peradaban Islam dibangun kembali.
Detik-detik Sakaratul Maut Rasulullah SAW
Inilah bukti cinta yang sebenar-benarnya tentang cinta, yang telah dicontohkan Allah SWT melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit mulai menguning di ufuk timur, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya.
Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah. "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah. Fatimah menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril meyakinkan.
Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini." Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh. Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka. "Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?" tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril sambil terus berpaling. Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku," pinta Rasul pada Allah.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya. Seperti Allah dan Rasul mencintai kita semua.
Khalifah Abu Bakar
Muhammad wafat tanpa meninggalkan pesan siapa yang harus menggantikannya sebagai pemimpin umat.. Beberapa kerabat Rasul berpendapat bahwa Ali bin Abu Thalib -misan dan menantu yang dipelihara Muhammad sejak kecil-yang paling berhak. Namun sebagian kaum Anshar, warga asli Madinah, berkumpul di Balai Pertemuan (Saqifa) Bani Saudah. Mereka hendak mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pemimpin umat.
Ketegangan terjadi. Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah datang untuk mengingatkan mereka. Perdebatan terjadi, sampai dua tokoh Muhajirin dan Anshar -Abu Ubaidah dan Basyir anak Saad-membaiat Abu Bakar. Umar menyusul membaiat. Demikian pula yang lainnya. Pertikaian selesai. Selasa malam menjelang salat Isya -setelah Muhammmad dimakamkan-Abu Bakar naik ke mimbar di masjid Nabawi. Ia mengucapkan pidato pertamanya sebagai khalifah. Pidato yang ringkas dan berkesan di kalangan umat. Itu terjadi pada Juni 632, atau 11 Hijriah.
Abu Bakar adalah orang pertama di luar kerabat Rasul yang memeluk Islam. Ia dikenal sebagai orang yang selalu membenarkan ucapan Muhammad. Ketika orang-orang menghujat Muhammad karena mengatakan baru mengalami Isra' Mi'raj, Abu Bakar menyatakan keyakinannya terhadap peristiwa itu. Ia menyiapkan perjalanan serta mengawani Muhammad saat hijrah ke Madinah. Ia juga menikahkan putrinya, Aisyah, dengan Rasul.
Namun tak berarti kepemimpinan Abu Bakar mulus. Meninggalnya Muhammad menimbulkan pembelotan besar-besaran dari berbagai kabilah yang baru masuk Islam. Mereka tidak lagi patuh pada pemerintahan di Madinah. Beberapa orang malah menyatakan diri sebagai Nabi. Aswad Al-Insa di Yaman yang menyatakan diri sebagai Nabi dan membolehkan orang tidak salat dan berzina, telah dibunuh oleh orang dekatnya saat Rasulullah sakit. Sekarang ada Tulaihah dan Musailama yang berbuat serupa.
Di Madinah pun, Abu Bakar berselisih pendapat dengan Fatimah, putri Muhammad, mengenai cara pengelolaan uang negara. Keluarga Rasul -termasuk Ali bin Abu Thalib-baru mengakui kepemimpinan Abu Bakar enam bulan kemudian, setelah Fatimah wafat.
Tugas pertama yang dilakukan Abu Bakar adalah melaksanakan amanat Rasul: memberangkatkan pasukan Usama bin Zaid ke arah Palestina dan Syam. Ia sendiri -dalam usia 61 tahun-- kemudian memimpin tentara menggempur Tulaiha. Operasi militernya sukses. Setelah itu, Abu Bakar membentuk 11 regu untuk menaklukkan kabilah-kabilah yang menolak membayar zakat. Yakni dari Tihama di Laut Merah, Hadramaut di ujung Lautan Hindia, sampai ke Oman, Bahrain, Yamama hingga Kuwait di Teluk Persia.
Pertempuran paling sengit terjadi melawan pasukan Musailama yang memiliki 40 ribu pasukan. Tentara dari Madinah sempat hancur. Berkat kecerdikan panglima Khalid bin Walid, mereka memukul balik lawan. Seorang tentara Khalid, Al-Barak, berhasil melompati benteng Al-Hadikat dan membuka pintu dari dari dalam. Musailama tewas.
Pasukan Khalid kemudian bergerak ke Utara, menuju lembah Irak yang saat itu dikuasai kerajaan besar Persia. Pada 8 Hijriah, Raja Persia Kisra merobek-robek surat yang dikirimkan Muhammad. Rasul lalu menyebut Allah akan merobek-robek kerajaan Persia pula. Saat itu tiba melalui tangan Khalid bin Walid yang hanya membawa sedikit pasukan. Dalam perang di Allais tercatat 70 ribu orang tewas. Setelah itu Kerajaan Hira pun ditaklukkan. Jadilah seluruh wilayah Irak sekarang masuk dalam wilayah kekhalifahan Abu Bakar.
Setelah itu, Khalifah Abu Bakar mengirim 24.000 pasukan ke arah Syria, di bawah komando empat panglima perang. Mereka bersiap menghadapi 240.000 pasukan Romawi -kekuatan terbesar di dunia pada masa itu-yang diperintah Heraklius. Abu Bakar menetapkan Yarmuk sebagai pangkalan mereka. Ia juga memerintahkan Khalid bin Walid -yang berada di wilayah Irak-untuk pergi ke Yarmuk dan menjadi Panglima Besar di situ. Sebanyak 9000 pasukan dibawanya.
Abu Bakar mencatat banyak keberhasilan. Di jazirah Arab, ia telah berhasil menyatukan kembali umat Islam yang pecah setelah rasul wafat. Di masanya pula, Islam mulai menyebar ke luar jazirah Arab. Meskipun demikian, ia tetap dikenal sebagai seorang yang sederhana. Ia hidup sebagaimana rakyat. Tetap pergi sendiri ke pasar untuk berbelanja, serta tetap menjadi imam salat di masjid Nabawi.
Selama dua tahun tiga bulan memimpin umat, ia hanya mengeluarkan 8.000 dirham uang negara untuk kepentingan keluarganya. Jumlah yang sangat sedikit untuk ukuran waktu itu sekalipun. Ia juga memerintahkan pengumpulan catatan ayat-ayat Quran dari para sekretaris Rasul. Catatan-catatan itu dikumpulkan di rumah Hafsha, putri Umar. Abu Bakar meninggal dalam usia yang hampir sama dengan Rasul, 63 tahun
Khalifah Umar bin Khaththab
(23-33 Hijriah/634-644 Masehi)
Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu Bakar sibuk bertanya pada banyak orang. "Bagaimana pendapatmu tentang Umar?" Hampir semua orang menyebut Umar adalah seorang yang keras, namun jiwanya sangat baik. Setelah itu, Abu Bakar minta Usman bin Affan untuk menuliskan wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar. Tampaknya Abu Bakar khawatir jika umat Islam akan berselisih pendapat bila ia tak menuliskan wasiat itu.
Pada tahun 13 Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar menjadi khalifah. Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai "Khalifatur- Rasul", kini mereka memanggil Umar "Amirul Mukminin" (Pemimpin orang mukmin). Umar masuk Islam sekitar tahun 6 Hijriah. Saat itu, ia berniat membunuh Muhammad namun tersentuh hati ketika mendengar adiknya, Fatimah, melantunkan ayat Quran.
Selama di Madinah, Umarlah --bersama Hamzah-yang paling ditakuti orang-orang Qurais. Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul dihina. Saat hijrah, ia juga satu-satunya sahabat Rasul yang pergi secara terang-terangan. Ia menantang siapapun agar menyusulnya bila ingin "ibunya meratapi, istrinya jadi janda, dan anaknya menangis kehilangan."
Kini ia harus tampil menjadi pemimpin semua. Saat itu, pasukan Islam tengah bertempur sengit di Yarmuk -wilayah perbatasan dengan Syria. Umar tidak memberitakan kepada pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat dan ia yang sekarang menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi pasukan yang tengah melawan kerajaan Romawi itu.
Di Yarmuk, keputusan Abu Bakar untuk mengambil markas di tempat itu dan kecerdikan serta keberanian Khalid bin Walid membawa hasil. Muslim bermarkas di bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Puluhan ribu pasukan Romawi -baik yang pasukan Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani-tewas. Lalu terjadilah pertistiwa mengesankan itu.
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya "Jirri Tudur"-- ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. "saya berjihad bukan karena Umar," katanya. Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan "tangga manusia", pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo. Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur. Lalu Umar dengan bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum Gereja Syria dan Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komando Amr bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.
Ke wilayah Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga merebut Ctesiphon -pusat kerajaan Persia, pada 637 Masehi. Tiga putri raja dibawa ke Madinah, dan dinikahkan dengan Muhammad anak Abu Bakar, Abdullah anak Umar, serta Hussein anak Ali. Hussein dan istrinya itu melahirkan Zainal Ali Abidin -Imam besar Syiah. Dengan demikian, Zainal mewarisi darah Nabi Muhammad, Ismail dan Ibrahim dari ayah, serta darah raja-raja Persia dari ibu. Itu yang menjelaskan mengapa warga Iran menganut aliran Syi'ah. Dari Persia, Islam kemudian menyebar ke wilayah Asia Tengah, mulai Turkmenistan, Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan sekarang.
Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644 Masehi. Saat salat subuh, seorang asal Parsi Firuz menikamnya dan mengamuk di masjid dengan pisau beracun. Enam orang lainnya tewas, sebelum Firus sendiri juga tewas. Banyak dugaan mengenai alasan pembunuhan tersebut. Yang pasti, ini adalah pembunuhan pertama seorng muslim oleh muslim lainnya.
Umar bukan saja seorang yang sederhana, tapi juga seorang yang berani berijtihad. Yakni melakukan hal-hal yang tak dilakukan Rasul. Untuk pemerintah, ia membentuk departemen-departemen. Ia tidak lagi membagikan harta pamoasan perang buat pasukannya, melainkan menetapkan gaji buat mereka. Umar memulai penanggalan Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan catatan ayat Quran yang dirintis Abu Bakar. Ia juga memerintahkan salat tarawih berjamaah.
Menurut riwayat, suatu waktu Ali terpesona melihat lampu-lampu masjid menyala pada malam hari di bulan Ramadhan. "Ya Allah, sinarilah makam Umar sebagaim9ana masjid-masjid kami terang benderang karenanya," kata Ali.
Khalifah Utsman bin Affan
(33-45 Hijriah/644-656 Masehi).
Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah anak Ubaidillah.
Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.
Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman hukuman tersebut tidak dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah "saudara susu".
Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu, kehidupan ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar atau Umar. Ali mempunyai kepribadian yang serupa itu. Sedangkan Ustman adalah seorang yang sangat kaya dan pemurah.
Abdurrahman -yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.
Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad. Atas ajakan Abu Bakar, Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman sehingga ia dinikahkan dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad menikahkan kembali Ustman dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.
Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasul, Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering itu.
Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat dikepung.
Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak mengangkat keluarganya menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting diserahkannya pada keluarga Umayah. Yang paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara. Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.
Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan nama besar seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur Mesir, diberhentikan diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah -keluarga yang paling aktif berkampanye untuk Ustman dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu Abdullah menghadapi kesulitan. Setelah itu, ia mencopot lagi Amr dan memberikan kembali kursi pada Abdullah.
Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid tak mampu menjalankan pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke seluruh masyarakat. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim yang santun dan saleh. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.
Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd adalah Ali. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa mendatang -sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa yang dianut orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, di Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak meluas. Ustman gagal mengatasi masalah ini secara bijak. Abdullah bin Sabak diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan Abdullah, diasingkan di luar kota Madinah sampai meninggal.
Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali mengingatkan Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa tidak ada yang keliru dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.
Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun untuk mundur. Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan dari Kufah memilih Zubair untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Ustman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun mereka menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Ustman yang berkhutbah mengecam tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.
Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Ustman tak lagi menuruti kata-kata Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu pulang. Namun tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut janjinya itu. Massa marah.Pemberontak balik ke Madinah. M
Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi melakukannya setelah ditegur Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Ustman, sebelum Sudan anak Hamran menusukkan pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu, kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.
Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan pengumpulan naskah Quran yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing dikirim ke Mekah, Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.
Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.
Khalifah Ali bin Abu Thalib (35-41 Hijriah/655-661 Masehi)
Utsman bin Affan wafat. Warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kaufah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut riwayat, Ali sempat menolak penunjukan itu . Namun semua mendesak untuk memimpin umat. Pembaitan Ali pun berlangsung di masjid Nabawi.
Ali adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil, Muhammad diasuh oleh Abu Thalib -pamannya yang juga ayah Ali. Setelah berumah tangga dan melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Muhammad memelihara Ali di rumahnya. Ali dan Zaid bin Haritsah -anak angkat Muhammad-adalah orang pertama yang memeluk Islam, setelah Khadijah. Mereka selalu salat berjamaah.
Kecerdasan dan keberanian Ali sangat menonjol di lingkungan Qurais. Saat anak-anak, ia telah menantang tokoh-tokoh Qurais yang mencemooh Muhammad. Ketika Muhammad hijrah dan kaum Qurais telah menghunus pedang untuk membunuhnya, Ali tidur di tempat tidur Muhammad serta mengenakan mantel yang dipakai Rasul itu.
Di medan perang, dia adalah petempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar, Uhud hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah ia berhasil menjebol gerbang benteng Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali ditugasi untuk melaksanakan misi militer ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.
Mengenai kecerdasannya, Muhammad pernah memuji Ali dengan kata-kata: "Saya adalah ibukota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Kefasihan bicara Ali dipuji oleh banyak kalangan. Rasul kemudian menikahkan Ali dengan putri bungsunya, Fatimah. Setelah Fatimah wafat, Ali menikah dengan Asmak -janda yang dua kali ditinggal mati suaminya, yakni Ja'far (saudara Ali) dan khalifah Abu Bakar.
Sebagai khalifah ia mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Utsman. Keluarga Umayah menguasai hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Irak -Abu Musa Al-Asyari-yang bukan keluarga Umayah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili pembunuh Utsman. Tuntutan demikian juga banyak diajukan tokoh netral seperti janda Rasulullah -Aisyah, juga Zubair dan Thalhah -dua orang pertama yang masuk Islam seperti Ali.
Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Ia bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, ia mendesak Muawiyah bin Abu Sofyan -Gubernur Syam yang juga pimpinan keluarga Umayah-untuk segera berbaiat kepadanya.
Muawiyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Ustman dihukum. Ali siap menggempur Muawiyah. Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah, Saad bin Abi Waqas, Abdullah anak Umar menyarankan Ali menunda serangan itu. Begitu juga sepupu Ali, Ibnu Abbas. Tapi Ali berkeras, sehingga Ibnu Abbas mengeritiknya: "Anda ini benar-benar panglima perang, bukan negarawan."
Ali segera menyusun pasukan. Ia berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya mendukung Ali. Ia tinggalkan ibukota Madinah sepenuhnya, bahkan seterusnya, untuk langsung memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para pemimpin negara. Setahun sudah berlalu, pembunuh Ustman belum ditindak.
Langkah ini makin mengundang kritik dari kelompok Aisyah. Aisyah, Thalhah dan Zubair lalu memimpin 30 ribu pasukan dari Mekah. Pasukan Ali -yang semula diarahkan ke Syam- terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah. Terjadilah peristiwa menyedihkan itu: perang antar Muslim.
Aisyah memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga mengendarai unta. Maka perang itu disebut Perang Unta. Sekitar 10 ribu orang tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah tandunya penuh anak panah. Zubair tewas dibunuh di waha Al-Sibak. Thalhah terluka di kaki dan meninggal di Basra.
Kesempatan pun dimanfaatkan oleh Muawiyah. Ia menggantungkan jubah Ustman yang berlumur darah, serta potongan jari istri Ustman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan Ali. Pihaknya bahkan menuding Ali sebagai otak pembunuhan Ustman. Muawiyah berhasil menarik Amru bin Ash ke pihaknya.
Amru seorang politisi ulung yang sangat disegani. Ia diiming-imingi menjadi Gubernur Mesir. Abdullah, anak Amru yang saleh, menyarankan ayahnya untuk menolak ajakan Muawiyah. Namun Muhammad -anaknya yang suka politik-menyarankan Amru mengambil kesempatan. Amru tergoda. Ia mendukung Muawiyah untuk menjadi khalifah tandingan.
Kedua pihak bertempur di Shiffin, hulu Sungai Eufrat di perbatasan Irak-Syria. Puluhan ribu Muslim tewas. Di pihak Ali, korban sebanyak 35 ribu di pihak Muawiyah 45 ribu. Dalam keadaan terdesak, pihak Muawiyah bersiasat. Atas usulkan Amru, mereka mengikat Quran di ujung tombak dan mengajak untuk "berhukum pada Quran."
Pihak Ali terbelah. Sebagian berpendapat, seruan itu harus dihormati. Yang lain menyebut itu hanya cara Muawiyah untuk menipu menghindari kalah. Ali mengalah. Kedua pihak berunding. Amru bin Ash di pihak Muawiyah, Abu Musa -yang dikenal sebagai seorang saleh dan tak suka politik- di pihak Ali. Keduanya sepakat untuk "menurunkan" Ali dan Muawiyah. Namun Amru kembali mengingkari kesepakatannya.
Situasi yang tak menentu itu membuat marah Hurkus -komandan pasukan Ali yang berasal dari keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus dan keras. Caranya memandang masalah selalu "hitam putih". Karena cara berpikirnya yang sempit, ia pernah menggugat Rasulullah. Sekarang ia menganggap Muawiyah maupun Ali melanggar hukum Allah. "Laa hukma illallah (tiada hukum selain Allah)," serunya. Pelanggar hukum Allah boleh dibunuh, demikian pendapatnya.
Kelompok Hurkus segera menguat. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai "khawarij" (barisan yang keluar). Mereka menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Pembunuhan berlangsung di beberapa tempat. Mereka berpikir, negara baru akan dapat ditegakkan jika tiga orang yang dianggap penyebab masalah, yakni Ali, Muawiyah dan Amru dibunuh.
Hujaj bertugas membunuh Muwawiyah di Damaskus, Amru bin Abu Bakar membunuh Ambru bin Ash di Mesir dan Abdurrahman membunuh Ali di Kufah. Muawiyah yang kini hidup dengan pengawalan ketat bagai raja hanya terluka. Amru bin Abu Bakar salah bunuh orang imam yang menggantikan Amru bin Ash. Di Kaufah, Ali tengah berangkat ke masjid ketika diserang dengan pedang. Dua hari kemudian ia wafat. Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijriah atau 661 Masehi.
Berakhirlah model kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah. Muawiyah lalu menggunakan model "kerajaan" pemerintahan negara Islam. Ibukota pun dipindah dari Madinah ke Damaskus.
Daulat Umayah I
(661-750 Masehi)
Ini adalah periode pemerintahan Islam di bawah kekuasaan Keluarga Umayah. Para ahli sejarah menunjuk kekuasaan ini berawal pada tahun 40 Hijriah atau 661 Masehi. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah anak Abu Sofyan. Abu Sofyan adalah pemimpin Mekah yang menentang Rasul. Ia masuk Islam setelah kota Mekah ditaklukkan oleh pasukan Islam dari Madinah.
Muawiyah semula adalah Gubernur Syria berkedudukan di Damaskus. Ia memberontak pada Khalifah Ali bin Abu Thalib, sampai Ali wafat dibunuh orang Khawarij. Pengikut Ali kemudian mengangkat Hasan -anak Ali-sebagai khalifah baru. Namun Hasan, yang tak ingin konflik, lalu mengikat perjanjian damai dengan Muawiyah. Jadilah Muawiyah penguasa tunggal masyarakat muslim waktu itu.
Muawiyah memindah ibukota negara dari Madinah ke Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa. Tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan sendiri secara biasa. Muawiyah meniru sistem kerajaan untuk dirinya. Ia hidup bagai raja -dalam benteng, bergelimang kemewahan, bepengawalan lengkap dengan kekuasaan mutlak. Untuk jabatannya, ia menyebut diri sebagai "khalifatullah" ("wakil" Allah di bumi) -istilah yang banyak dipakai para sultan kemudian.
Banyak yang diperbuat oleh Dinasti Umayah. Antara lain dengan membangun dinas pos -termasuk penyediaan kuda dan perlengkapannya. Mereka juga mengangkat Qadi atau hakim sebagai profesi. Khalifah Abdul Malik mencetak uang sendiri dengan menggunakan tulisan Arab sebagai pengganti uang Byzantium dan Persia. Administrasi pemerintahan dibenahi. Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi pemerintahan.
Langkah ini dilanjutkan oleh anak Abdul Malik, Walid (705-715 Masehi). Ia membangun panti-panti asuhan untuk orang-orang cacat. Pekerja untuk rumah-rumah tersebut dibayarnya sebagai pegawai. Walid juga membangun infrastruktur berupa jalan-jalan raya yang menghubungkan antar wilayah. Selain itu ia juga membangu gedung-gedung pemerintah, masjid-masjid, bahkan juga pabrik. Di masanya, masyarakat mencapai puncak kemakmurannya.
Namun khalifah yang paling banyak dipuji adalah Umar bin Abdul Aziz (717-720). Ibunya adalah cucu Umar bin Khattab. Ia lebih menekankan pembangunan moral dan sosial dibanding fisik. Ia menolak jika dipilih menjadi khalifah semata karena dirinya anak khalifah. Ia bahkan merangkul musuh-musuh Dinasti Umayah, termasuk kelompok Syi'ah, untuk memilih khalifah yang baru. Sampai kemudian semua sepakat untuk memilihnya sebagai khalifah.
Umar memberikan kebebasan beribadah kepada masyarakat dari semua kelompok agama. Pajak yang membenani masyarakat pun ia peringan. Ia juga disukai orang-orang non-Arab atau 'mawali'. Sebelum masa Umar bin Abdul Aziz, warga non-Arab dianggap sebagai "warga kelas dua". Umar mensejajarkan bangsa apapun tanpa kecuali.
Dalam kehidupan sehari-hari, Umar bin Abdul Aziz mewarisi sikap kakek buyutnya, Umar bin Khattab. Bedanya: Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang bertemperamen keras, sedangkan Umar bin Abdul Aziz adalah seorang yang lembut. Kesederhanaannya akan selalu dikisahkan sepanjang sejarah. Di antaranya adalah ketika ia -suatu malam-bekerja di ruangannya yang berpenerangan lampu. Lalu anaknya datang minta izin untuk bicara dengannya. Umar bertanya, pembicaraannya itu untuk keperluan negara atau keluarga. "Urusan keluarga," kata anaknya. Umar lalu mematikan lampu itu. Lampu tersebut dinyalakan dengan minyak yang dibiayai negara.
Ia tak mau urusan keluarga menggunakan lampu dengan minyak negara. Sayang, Umar tidak lama memimpinn negara. Tiga tahun setelah diangkat, ia wafat. Setelah Umar, para khalifah lebih banyak hidup bergelimang kemewahan. Moralitas mereka jatuh. Kepercayaan rakyat merosot tajam. Khalifah Hisyam anak Abdul Malik berusaha mengatasi itu. Namun keadaan telanjur tak terkendali. Pada tahun 750 Masehi, setelah sekitar 90 tahun berkuasa, Daulat Umayah pun runtuh.
Daulat Umayah II
(661-750 Masehi)
Kekuasaan yang dibangun Muawiyah bagi Daulat Umayah diawali dengan noda hitam. Pemberontakan Muawiyah terhadap Khalifah Ali yang melahirkan Perang Shiffin menyebabkan sekitar 80 ribu orang tewas. Badri Yatim, dalam buku 'Sejarah Peradaban Islam' menyebut: "Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak." Praktek yang bertolak belakang dengan nilai Islam sebenarnya.
Muawiyah menunjuk anaknya, Yazid, sebagai penggantinya. Cara demikian tidak dikenal Islam dalam pemilihan pemimpin negara. Masyarakat berontak. Sebagian mengangkat Hussein anak Ali sebagai khalifah. Melalui penipuan, Yazid menghancurkan kubu Hussein. Hussein yang berencana memenuhi ajaka damai Muawiyah, ternyata dibunuh. Di padang Karbala, Hussein dipenggal. Kepalanya dibawa ke Damaskus.
Abdullah anak Zubair juga tak mengakui kekhalifahan Yazid. Abdullah berkedudukan di Mekah. Tentara kerajaan di masa Khalifah Abdul Malik kemudian menyerbu Mekah. Keluarga Zubair dihancurkan. Abdullah wafat dalam pertempuran pada 73 H atau 692 Masehi.
Di masa Muawiyah, kekuasaan melebar ke Barat hingga Tunisia yang berada di seberang Italia. Di Timur, wilayah kekuasaan telah menjangkau seluruh tanah Afghanistan sekarang. Ekspedisi laut berulangkali menyerbu ke Byzantium, namum gagal menaklukkan Romawi. Wilayah itu kemudian diperluas oleh Khalifah Abdul Malik. Wilayah Asia Tengah seperti Bukhara, Khawarizm, Ferghana hingga Samarkand mereka kuasai. Pasukan Umayah bahkan wilayah Sind dan Punyab di India dan Pakistan.
Terobosan paling monumental terjadi di Gibraltar, Spanyol, di masa Khalifah Walid. Seluruh wilayah Afrika Utara -termasuk Aljazair dan Maroko-mereka kuasai. Pada tahun 711 Masehi, Panglima Perang Thariq bin Ziyad memimpin pasukan menyeberang selat dari Maroko ke dataran Spanyol di Eropa. Ibukota Spanyol segera mereka kuasai. Demikian pula kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Seluruh Spanyol pun menjadi wilayah kekusaan Bani Umayah.
Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tentara Bani Umayah di bawah komando Panglima Abdulrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi, bergerak dari Spanyol menuju Perancis. Setelah melalui pegunungan Piranee, mereka menguasai Bordeau, Poitiers dan hendak maju ke kota Tours. Di tempat ini terjadi pertempuran yang menewaskan Al-Ghafiqi. Tentara itu pun mundur kendali ke Spanyol.
Dengan rentang wilayah kekuasaan yang sangat luas, di abad ke-8 Masehi tersebut, Bani Umayah merupakan kekuasaan yang paling besar di dunia. Kekuasaan besar lainnya adalah Dinasti Tang di wilayah Cina serta Romawi yang berpusat di Konstantinopel. Ke wilayah kekuasaan Bani Umayah itulah Islam kemudian menyebar dengan cepat.
Namun adalah sebuah kemustahilan untuk mempertahankan wilayah yang begitu luas terus-menerus. Apalagi masyarakat kemudian kehilangan rasa hormatnya pada kekhalifahan. Pemberontakan muncul di sana-sini. Yang terkuat adalah pemberontakan oleh Abdullah Asy-Syafah, atau Abu Abbas. Ia keturunan Abbas bin Abdul Muthalib -paman Rasulullah. Ia disokong oleh keluarga Hasyim -keluarga yang terus berseteru dengan Keluarga Umayah. Kalangan Syi'ah -para pendukung fanatik Ali-mendukung pula gerakan ini.
Abu Abbas kemudian bersekutu dengan tokoh kuat, Abu Muslim dari Khurasan. Pada tahun 750 Masehi, mereka berhasil menjatuhkan kekuasaan Bani Umayah. Khalifah terakhir, Marwan bin Muhammad, lari ke Mesir namun tertangkap danm dibunuh di sana. Berakhirlah kekuasaan Bani Umayah ini, meskipun keturunannya kemudian berhasil membangun Bani Umayah kedua di wilayah Spanyol.
Daulat Abbasiyah I
(750-1258 Masehi)
Ini dinasti berusia paling panjang dalam sejarah Islam. Muhammad al-Saffah atau Abu Abbas berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayah pada 750 Masehi. Ia memanfaatkan ketidakpuasan orang-orang Islam non-Arab, kalangan Syiah serta keluarganya sendiri, Keluarga Hasyim. Ia membangun kekuasaan itu bersama Abu Muslim dari Khurasan. Maka yang dilakukannya adalah mengurangi pengaruh Arab di pemerintahan.
Hanya empat tahun Abu Abbas memerintah. Ia meninggal. Khalifah berikutnya adalah Abu Ja'far (754-775). Dialah khalifah pertama menggunakan gelar. Untuk dirinya sendiri, ia menggunakan gelar Al-Mansyur. Pemerintahannya banyak mengakomodasi kepentingan masyarakat Persia. Ibukota negara bahkan dipindahkan ke tepi Sungai Tigris -dekat Ctesiphon, ibukota Kekaisaran Persia dulu.
Disebutkan, Al-Mansyur melakukan survei mendalam untuk penentuan lokasi ibukota. Dia mengirim staf untuk tinggal di sana guna membuat laporan keadaan wilayah itu di berbagai musim. Ia disebut mendatangkan sekitar 100.000 pekerja dari berbagai daerah - Kufah, Basrah, Mosul maupun Syria-untuk menjadi arsitek, tukang bangunan, juru pahat, pelukis untuk membangun tempat yang dulu dipakai sebagai peristirahatan Kaisar Kisra Anusyirwan. Sekitar tahun 762 Masehi, lahirlah kota Baghdad sebagai salah satu kota termegah di dunia saat itu.
Al-Mansyur dianggap sebagai tonggak pembangun kejayaan Abbasiyah. Namun itu dilakukannya dengan tangan besi pula. Abdullah dan Shalih bin Ali, dua orang pamannya yang menolak berbaiat untuknya, dibunuh Abu Muslim atas suruhannya. Abu Muslim sendiri kemudian ia bunuh. Untuk militer, ia kembali melakukan ekspansi untuk menguasai kembali wilayah-wilayah Bani Umayah dulu. Ia mengenalkan konsep 'wazir' yang sekarang diistilahkan sebagai perdana menteri. Jawatan pos diberi tugas intelejen -termasuk mengawasi para gubernur.
Di sisi lain, Baghdad dibangunnya sebagai pusat peradaban. Ilmu dan kesenian dikembangkan. Di Kufah, di masa Al-Mansyur, imam Abu Hanifah (700-767) diberinya tempat yang baik. Abu Hanifah berkesempatan untuk merumuskan hukum-hukum Islam, yang kemudian dikenal sebagai mazhab Hanafi. Sebuah mazhab yang sangat dipengaruhi kecenderungan kalangan intelektual muslim di Kufah: kuat dalam rasionalitas.
Kemakmuran masyarakat terwujud pada masa khalifah Al-Mahdi (775-785). Program irigasi berhasil meningkatkan produksi pertanian berlipat kali. Jalur perdagangan dari Asia Tengah dan Timur hingga Eropa melalui wilayah kekhalifahan Abbasiyah berjalan pesat. Pertambangan emas, perak, besi dan tembaga, berjalan dengan baik. Basrah di Teluk Persia tumbuh menjadi satu pelabuhan terpenting di dunia.
Bersamaan dengan itu, ilmu pengetahuan tumbuh subur. Di Madinah, Imam Malik (713-795) juga menyusun fikih atau hukum Islam. Ia tak seperti Hanafi. Ia banyak menggunakan hadis secara langsung serta tradisi masyarakat Madinah. Puncak peradaban Islam terjadi pada masa Harun Al-Rasyid (786-809). Bukan hanya kemakmurn masyarakat yang dicapai, namun juga pendidikan, kebudayaan, sastra dan lain-lain.
Harun Al-Rasyid membangun rumah-rumah sakit, sekolah kedokteran, serta farmasi. Saat itu, diperkirakan terdapat 800 orang dokter. Ia juga membangun pemandian-pemandian umum. Istrinya membangun saluran air dari Taif untuk memenuhi kebutuhan air di Mekah yang tak cukup dipenuhi oleh sumur zamzam.
"Masa keemasan" ini dilanjutkan oleh Al-Ma'mun (813-833). Dia mendirikan banyak sekolah. Berbagai buku Yunani diterjemahkannya ke bahasa Arab. Ia mendirikan pula "Bait Al-Hikmah" -perpustakan sekaligus perguruan tinggi. Di masanya, Imam Syafi'i (767-820) serta Imam Ahmad bin Hanbal (780-855) juga menulis kitab fikih yang kemudian menjadi mazhab sendiri. Mazhab dengan pendekatan yang berada di antara mazhab Hanafi dan Maliki. Pemikir Islam yang mengedepankan rasionalitas, yang dikenal dengan sebutan Mu'tazilah, yakni Abu Huzail (752-849) dan Al-Nazam (801-835) juga melempar gagasannya pada periode ini.
Hingga khalifah Al-Mutawakkil (847-861), Daulat Abbasiyah masih menampakkan kebesarannya. Namun, dalam politik, Al-Mutawakkil mulai membuat sejumlah perubahan. Ia lebih berorientasi pada orang-orang Turki dibanding Persia. Paham keagamaan negara pun ia ubah. Khalifah Al-Ma'mun menggunakan paham rasional mu'tazilah untuk negara. Al-Mutawakil mencabut paham itu, dan menggunakan aliran 'salaf' dari mazhab Hambali.
Daulat Abbasiyah II
(750-1258 Masehi)
Tak banyak terkisahkan pada sejarah Daulat Abbasiyah akhir Abad 9 dan awal Abad 10. Terutama sejak Khalifah Al-Mutawakkil meninggal pada 861 Masehi. Riwayat hanya menyebut bahwa pemerintahan Baghdad terus dikuasai oleh para panglima militer berdarah Turki. Para panglima itu yang mengangkat khalifah dari keturunan khalifah-khalifah terdahulu. Namun mereka hanya dijadikan simbol.
Badri Yatim dalam "Sejarah Peradaban Islam" mencatat adanya 12 khalifah saat Daulat Abbasiyah dikuasai para panglima militer Turki. Hanya empat khalifah yang diganti karena meninggal secara wajar. Delapan lainnya diturunkan secara paksa oleh militer, bahkan juga dibunuh. Keadaan ini menjadikan wibawa Dinasti Abbasiyah semakin merosot. Satu per satu wilayah melepaskan diri dari kendali pusat.
Simbol-simbol peradaban, seperti ilmu pengetahuan, kesenian dan sastra, tidak lagi berkembang. Satu-satunya paham keagamaan yang tumbuh pada masa ini adalah pemikiran Abu Hasan Al-Asy'ari (873-935), yang kerap disebut aliran tradisional dalam teologi. Al-Asy'ari sempat belajar paham mu'tazilah yang banyak dipengaruhi oleh logika Yunani. Ia lalu mengkritisi paham tersebut dengan mengambil pendekatan tekstual dan tradisi. Sejarah pemikiran Islam kemudian banyak diwarnai tarik-menarik kedua pendekatan tersebut, sampai sekarang.
Wibawa kekhalifahan Abbasiyah bangkit kembali setelah kekuasaan di tangan keluarga Buwaih. Khalifah, lagi-lagi hanya menjadi simbol sebagaimana Kaisar Jepang di era Tokugawa. Ketika wazir (perdana menteri) dan militer bertikai, khalifah menyerahkan kekuasaan pada tiga kakak beradik Ali, Hasan dan Ahmad -anak Abu Syuja' Buwaih, nelayan miskin dari Dailam. Ahmad memegang kendali di Baghdad, Ali menguasai wilayah Persia Selatan yang berpusat di Syiraz. Hasan berkuasa di Persia Utara, termasuk kota Ray dan Isfahan.
Di awal masa Bani Buwaih (945-1055), kemakmuran kembali berkembang di wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Pembangunan gedung pun semarak. Industri karpet berkembang pesat. Intelektual bermunculan. Antara lain Ibnu Sina (980-1037), penulis Qanun fi Al-Thibb yang menjadi rujukan ilmu kedokteran Barat sampai Abad 19. Juga Al Farabi yang wafat pada 950 Masehi dan Al-Maskawaih (wafat 1030 Masehi). Namun dalam keagamaan, terjadi kerancuan paham. Kekhalifahan menganut paham Sunni, sedangkan Bani Buwaih berpaham Syi'ah.
Lagi-lagi pertikaian keluarga, membuat kekuatan Bani Buwaih merosot. Kekhalifahan Abbasiyah kehilangan pamor lagi. Di Mesir, berdiri Kesultanan Fathimiyah. Di Afghanistan, keluarga Ghaznawiyah memerdekakan diri. Kemudian muncul dinasti Seljuk yang berawal dari kabilah-kabilah kecil di Turkistan yang berhasil dipersatukan oleh Seljuk anak Tuqaq. Pemimpin Seljuk kemudian Thugrul Beq, berhasil merebut beberapa wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Tak seperti Bani Buwaih, mereka menganut paham Sunni.
Atas undangan Khalifah Qaim, Thugrul Bek memasuki Baghdad. Para keturunannya kemudian menyetir kekuasaan di Baghdad. Banyak keluarga Seljuk lainnya membangun kekuasaan kecil-kecil di luar Baghdad. Sejarah mencatat masa terpenting kekuasaan Seljuk terjadi pada kepemimpinan Alp Arselan (1063-1072). Khalifah masa itu adalah Sultan Maliksyah, dengan Nizham Al-Mulk sebagai Perdana Menteri.
Nizham membangun Universitas Nizhamiyah pada 1065 di Baghdad. Inilah yang disebut model pertama universitas yang kini dikenal dunia. Di berbagai kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang universitas ini. Nizham juga membangun Madrasah Hanafiah. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Banyak intelektual lahir pada masa ini. Diantaranya Zamakhzyari di bidang tafsir dan teologi, Qusyairi di bidang tafsir, Imam Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf, juga sastrawan Fariduddin Attar dan Omar Kayam.
Di militer, 15.000 pasukan Alp Arselan mengalahkan pasukan gabungan Romawi, Perancis dan Armenia. Sepeninggal Arselan, pasukan itu malah merebut kota Yerusalem dari Dinasti Fathimiyah pada 471 Hijrah, atau 1078 Masehi. Inilah peristiwa yang menyulut terjadinya Perang Salib.
Waktu berlalu. Kekhalifahan melemah. Hampir setiap propinsi melepaskan diri. Pada 1199, kekuasaan Keluarga Seljuk di Baghdad berakhir. Para khalifah keturunan Abbas masih melanjutkan kepemimpinan negara. Namun hanya terbatas di sekitar Baghdad. Pada 1258, tiba-tiba sekitar 200 ribu pasukan Mongol muncul di bibir kota Baghdad di bawah komando Hulagu Khan. Khalifah Al-Mu'tashim menyerah.
Ia menyangka Hulagu Khan hendak menikahkan anak perempuannya dengan Abu Bakar, putra khalifah. Maka khalifah dan seluruh pembesar istana datang ke kemah Hulagu membawa berbagai hadiah. Di tempat itulah, Hulagu memenggal leher khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Kota Baghdad dihancurkan. Seluruh kegemilangan yang dibangun oleh Al-Mansyur, dan kemudian juga oleh Harun Al-Rasyid itu luluh lantak. Baghdad kembali rata dengan tanah.
Andalusia
(711-1492)
Bismillah. Tekad itu dipancangkan Thariq bin Ziyad. Sebanyak 7.000 orang pasukan yang dipimpinnya -mereka suku Berber dan Arab-telah selamat tiba di dataran Andalusia atau Spanyol. Mereka telah mengarungi selat yang memisahkan tanah Maroko di Afrika Utara dengan Eropa itu. Tanpa ragu sedikit pun Thariq memerintahkan untuk membakar kapal-kapalnya. Pilihannya jelas: terus maju untuk menang atau mati. Tak ada kata untuk mundur dan pulang.
Peristiwa di tahun 711 Masehi itu mengawali masa-masa Islam di Spanyol.Pasukan Thariq sebenarnya bukan misi pertama dari kalangan Islam yang menginjakkan kaki di Spanyol. Sebelumnya, Gubernur Musa Ibnu Nushair telah mengirimkan pasukan yang dikomandani Tharif bin Malik. Tharif sukses. Kesuksesan itu mendorong Musa mengirim Thariq. Saat itu, seluruh wilayah Islam masih menyatu di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Walid dari Bani Umayah.
Thariq mencatat sukses. Ia mengalahkan pasukan Raja Roderick di Bakkah. Setelah itu ia maju untuk merebut kota-kota seperti Cordova, Granada dan Toledo yang saat itu menjadi ibukota kerajaan Gothik. Ketika merebut Toledo, Thariq diperkuat dengan 5.000 orang tentara tambahan yang dikirim Musa.
Thariq sukses. Bukit-bukit di pantai tempat pendaratannya lalu dinamai Jabal Thariq, yang kemudian dikenal dengan sebutan Gibraltar. Musa bahkan ikut menyebarang untuk memimpin sendiri pasukannya. Ia merebut wilayah Seville dan mengalahkan Penguasa Gothic, Theodomir. Musa dan Thariq lalu bahu-membahu menguasai seluruh wilayah Spanyol selatan itu.
Pada 755 Masehi, Abdurrahman -keturunan Keluarga Umayah yang lolos dari kejaran penguasa Abbasiyah-tiba di Spanyol. Abdurrahman Ad-Dakhil, demikian orang-orang menjulukinya. Ia membangun Masjid Cordova, dan menjadi penguasa tunggal di Andalusia dengan gelar Emir. Keturunannya melanjutkan kekuasaan itu sampai 912 Masehi. Kalangan Kristen sempat mengobarkan perlawanan "untuk mencari kematian" (martyrdom). Namun Dinasti Umayah di Andalusia ini mampu mengatasi tantangan itu.
Abdurrahman Al-Aushat kemudian menjadikan Andalusia sebagai pusat ilmu terpenting di daratan Eropa. Pada 912, Abdurrahman An-Nasir mendengar kabar bahwa khalifah Abbasiyah di Baghdad tewas dibunuh. Ia lalu menggunakan gelar khalifah. Ia mendirikan universitas Cordova dengan perpustakaan berisi ratusan ribu buku.
Hal demikian dilanjutkan oleh Khalifah Hakam. Pusat-pusat studi dibanjiri ribuan pelajar, Islam dan Kristen, dari berbagai wilayah. Ladang-ladang pertanian Spanyol tumbuh dengan subur mengadopsi kebun-kebun dari wilayah Islam lainnya. Sistem hidraulik untuk pengairan dikenalkan. Andalusia inilah yang mendorong era pencerahan atau renaissance yang berkembang di Italia.
Kekacauan timbul setelah Hakam wafat dan kendali dipegang Manshur Billah -seorang ambisius yang menghabisi teman maupun lawan-lawannya. Kebencian masyarakat, baik Islam maupun Kristen mencuat. Situasi tak terkendalikan lagi setelah Manshur Billah wafat. Pada 1013, Dewan Menteri menghapuskan jabatan khalifah. Andalusia terpecah-pecah menjadi sekitar 30 negara kota.
Dua kekuatan dari Maghribi sempat menyatukan kembali seluruh wilayah itu. Pertama adalah Dinasti Murabithun (1086-1143) yang berpusat di Marakesy, Maroko. Pasukan Murabithun datang buat membantu kalangan Islam melawan Kerajaan Castilla. Mereka memutuskan untuk menguasai Andalusia setelah melihat Islam terpecah-belah. Dinasti Muwahiddun, yang menggantikan kekuasaan Murabithun di Afrika Utara, kemudin juga melanjutkan kepemimpinan Islam di Andalusia (1146-1235). Di masa ini, hidup Ibnu Rusyd -seorang pemikir besar yang banyak menafsirkan naskah Aristoteles.
Pada 1238 Cordova jatuh ke tangan Kristen, lalu Seville pada 1248 dan akhirnya seluruh Spanyol. Hanya Granada yang bertahan di bawah kekuasaan Bani Ahmar (1232-1492). Kepemimpinan Islam masih berlangsung sampai Abu Abdullah -meminta bantuan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella-- untuk merebut kekuasaan dari ayahnya. Abu Abdullah sempat naik tahta setelah ayahnya terbunuh. Namun Ferdinand dan Isabella kemudian menikah dan menyatukan kedua kerajaan. Mereka kemudian menggempur kekuatan Abu Abdullah untuk mengakhiri masa kepemimpinan Islam sama sekali.
Sejak itu, seluruh pemeluk Islam (juga Yahudi), dikejar-kejar untuk dihabisi sama sekali atau berpindah agama. Kekejian penguasa Kristen terhadap pemeluk Islam itu dibawa oleh pasukan Spanyol yang beberapa tahun kemudian menjelajah hingga Filipina. Kesultanan Islam di Manila mereka bumihanguskan, seluruh kerabat Sultan mereka bantai.
Memasuki Abad 16, Tanah Andalusia -yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam-- kemudian bersih sama sekali dari keberadaan Muslim.
Kairo
(969-1517)
Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis -yang berada di bawah kekuasaan Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir, Maria.
Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.
Mesir baru menjadi pusat kekuasaan -dan juga peradaban Muslim-baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi'ah. Ia menamai kekhalifahan itu Fathimiah -dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi'ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota .
Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari "Al-Zahra", nama panggilan Fatimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.
Muiz dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam fisik maupun kehidupn sosialnya-mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.
Di masa tersebut, Ibnu Yunus (wafat 1009) menemukan sistem pendulum pengukur waktu yang menjadi dasar arloji mekanik saat ini. Lalu Hasan ibn Haitham menemukan penjelasan fenomena "melihat". Sebelum itu, orang-orang meyakini bahwa orang dapat melihat sesuatu karena adanya pancaran sinar dari mata menuju obyek yang dilihat. Ibnu Haytham menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke benda tersebut, melainkan sebaliknya. Dari benda ke mata.
Gangguan politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.
Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu-kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk).
Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah, Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.
Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali -anak Aybak-mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz. Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran total oleh pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang dianggap menjadi peletak pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan Abbasiyah -yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad-untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama.
Ibnu Batutah tak hanya mengagumi 'rihlah', tempat studi keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona pada pusat layanan kesehatan yang sangat rapi dan "gratis". Sedangkan Ibnu Khaldun menyebut: "mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar adalah orang-orang Turki yang ada di Mesir."
Pusat peradaban ini nyaris hancur di saat petualang barbar Timur Lenk melakukan invasi ke Barat. Namun Sultan Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian Mamluk merupakan pusat kekuasaan yang duakali mampu mengalahkan tentara Mongol.
Pada ujung abad 15, perekonomian di Mesir menurun. Para pedagang Eropa melalui Laut Tengah tak lagi harus tergantung pada Mesir untuk dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka "menemukan" Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan Usmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.
Perang Salib
(1095- 1291)
Raja Inggris, Richard si Hati Singa, tengah menggigil demam di tendanya. Ambisinya untuk segera menghancurkan pasukan Islam harus ia tunda. Tentara harus ia istirahatkan. Kini ia menunggu kedatangan seorang tabib. Tabib itu ternyata adalah musuh besarnya, Salahuddin Al-Ayyubi, panglima besar pihak Islam yang dengan berani menyusup ke tenda lawan. Secara moral, Salahuddin telah memenangkan pertarungan.
Kisah tersebut sering dituturkan, dan menjadi salah satu cerita paling menarik dalam peristiwa Perang Salib. Peristiwa perang antar agama ini bermula dari sukses misi kecil militer Alp Arselan -pemimpin Seljuk yang menjadi panglima perang Daulat Abbasiyah. Sekitar 15.000 tentaranya berhasil mengalahkan pasukan gabungan Romawi, Perancis, Armenia, Ghuz, Akraj, Hajr dalam pertempuran di Manzikart 464 Hijriah (1071 Masehi).
Tentara Baghdad, sepeninggal Arselan, malah merebut Yerusalem pada 471 Hijriah atau sekitar 1078 Masehi. Sebelum itu, Yerusalem dikuasai oleh Kekhalifahan Fathimiyah -dinasti beraliran Syi'ah yang berpusat di Kairo - Mesir. Fathimiyah memberi keleluaasan bagi orang-orang Nasrani untuk berkunjung ke kota suci Yerusalem. Abbasiyah di Baghdad membuat ketentuan baru yang mempersulit kunjungan tersebut.
Pada 1095 Masehi, pemimpin tertinggi Katolik Paus Urbanus II menyeru seluruh masyarakat Kristen di Eropa agar melakukan Perang Suci. Seruan tersebut segera disambut oleh para raja. Musim semi 1095 Masehi -demikian tulis Badri Yatim di "Sejarah Peradaban Islam"-150 ribu pasukan, terutama dari Perancis dan Norman, bergerak ke Konstantinopel dan kemudian Yerusalem.
Nicea dan Edessa berhasil mereka rebut pada 18 Juni 1097 dan 1098. Mereka kemudian merebut Antiokia. Baitul Maqdis atau Yerusalem bahkan jatuh pada 15 Juli 1099. Yerusalem bahkan dijadikan ibukota kerajaan baru. Godfrey diangkat sebagai raja. Kota-kota penting di pantai Laut Tengah seperti Tyre, Tripoli dan Akka juga berhasil dikuasai Pasukan Salib.
Hampir setengah abad wilayah Yerusalem dan laut Tengah itu penuh dalam kekuasaan Kristen. Namun, pada 1144, ketenangan itu terusik. Penguasa Mosul dan Irak, Imaduddin Zanki dan anaknya, Nuruddin Zanki merebut wilayah Aleppo dan Edessa. Pada 1151, seluruh kawasan di Edessa berhasil mereka kuasai. Ini mendorong Paus Eugenius III kembali menyerukan perang suci. Raja Perancis Louis III dan Raja Jerman Condrad III memimpin pasukan menggempur kekuatan Islam. Namun mereka kalah, dan terpaksa mundur.
Salahuddin Al-Ayyubi, panglima yang memegang kendali pasukan setelah Nuruddin wafat, malah mencatat sukses besar. Ia mendirikan kekhalifahan Ayyubiyah di Mesir menggantikan kekuasan Fathimiyah. Pada 1187, ia berhasil merebut Yerusalem dan mengakhiri kekuasaan kaum Nasrani di sana selama 88 tahun. Pasukannya juga harus berhadapan dengan kekuatan paling besar yang dikomandoi Raja Inggris Richard, Raja Perancis Philip Augustus serta Raja Jerman Frederick Barbarosa.
Pada 2 Nopember 1192, Salahuddin -tokoh terbesar Kurdi (bangsa yang sekarang terbelah di tanah yang menjadi wilayah Irak, Syria, Turki dan Iran)-menandatangani perjanjian dengan musuhnya. Ia akan memberi kemudahan kaum Nasrani berkunjung ke Yerusalem. Namun pihak Kristen, yang dikomandoi Raja Jerman Frederick II, kemudian mengincar kembali Yerusalem. Mereka berhasil merebut wilayah Dimyar, pada 1219. Pengganti Salahuddin, Malik al-Kamil, kemudian menukar Dimyar dengan Yerusalem.
Kalangan Nasrani sempat menguasai kembali Baitul Maqdis sekitar seperempat abad. Namun, angin kembali berubah. Di Mesir, kekuasaan kekhalifahan Ayyubiyah diakhiri oleh dinasti Mamluk. Malik al-Shalih, pemimpin Mamluk merebut kembali Baitul Maqdis, pada 1247. Setelah itu, perang Islam-Kristen masih terus terjadi sampai kota Akka direbut lagi pihak Islam pada 1291.
Perang Salib telah mengantarkan orang-orang Eropa dalam jumlah besar untuk berinteraksi dengan masyarakat Islam. Interaksi tersebut membuat mereka banyak mengadopsi peradaban dari kalangan muslim.'Bath-up' yang menjadi tempat mandi masyarakat Barat sekarang ini, kabarnya diadopsi dari bejana tempat berwudhu orng-orang Turki muslim. Namun Perang Salib juga melahirkan provokasi kebencian terhadap Islam di lingkungan masyarakat Barat.
Prahara Timur Lenk
(1336-1404)
Namanya Timur Lenk. Si Timur Pincang. Ia anak Taragai, Kepala Suku Barlas di wilayah Uzbekistan kini. Sang ayah kabarnya keturunan Karachar Noyan -menteri dan kerabat Jagatai, anak Jenghis Khan. Namun Timur Lenk sendiri sering disebut sebagai keturunan Jenghis Khan.
Secara resmi keturunan Mongol ini telah memeluk Islam. Diperkirakan ia lahir pada 25 Sya'ban 736 Hijriah, atau 8 April 1336 Masehi. Sejak kecil, keberaniannya nampak luar biasa. Pada usia 12 tahun, ia telah terlibat dalam sejumlah pertempuran. Ketika ayahnya wafat, Timur bergabung dengan pasukan Gubernur Tansoxiana, Amir Qaghazan, sampai gubernur itu meninggal.
Serbuan pasukan Tughluq Temur Khan melambungkan nama Timur Lenk. Ia bertempur sampai mengundang perhatian Tughluq. Ia direkrut Tughluq menjadi pasukannya, namun kemudian memberontak setelah Tugluq mengangkat anaknya, Ilyas Khoja sebagai Gubernur Samarkand dan hanya menjadikan Timur sebagai wazir.
Timur bergabung dengan Amir Husain -cucu Qaghazan. Tughulq dan Ilyas Khoja tewas dalam pertempuran. Kemudian Timur malah membunuh Amir Husain yang juga iparnya sendiri. Pada 10 April 1370, ia mengangkat dirinya sebagai penguasa tunggal. "Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada satu raja." Demikian semboyannya. Sejak itu, Timur menebar maut sebagaimana dilakukan Hulagu seabad sebelumnya.
Khurasan, Afghan, Persia , Kurdistan dikuasainya. Di Sabwazar, Afghanistan, ia membangun menara terbuat dari 2000 mayat dibalut dengan lumpur. Pada 1395, ia menyerbu Moskow. Lalu balik lagi ke Timur ke India -tempat ia konon membantai 80 ribu tawanannya. Kebiadaban terus ditebarkan. Pusat-pusat peradaban Islam dihancurkannya kecuali Samarkand. Di tempat ini, ia malah membangun kota dengan mendatangkan batu dari Delhi, India, dengan diangkut oleh gajah.
Di Aleppo, Syria, Timur Lenk membangun piramida dari sekitar 20 ribu kepala manusia. Di Baghdad, sebanyak itu pula penduduk yang dibantainya. Di Armenia, 4000 tentara musuh dikubur hidup-hidup. Sekolah dan masjid-masjid di sekitar Irak dihancurkan. Masjid Umayah di Damaskus dihancurkannya sehingga tinggal dinding. Tak terhitung lagi jumlah korban Timur Lenk.
Timur juga menggempur dua kesultanan penting. Yakni kesultanan Usmani di Turki serta Mamluk di Mesir. Dalam pertempuran melawan Timur Lenk, Usmani dipimpin sendiri oleh Sultan Bayazid I. Erthugul, anak Bayazid, tewas. Dalam pertempuran berikutnya, perang di Ankara 1404, Bayazid bahkan tertawan dan meninggal sebagai tawanan. Di Takrit -kota kelahiran Salahuddin Al-Ayyubi-Timur Lenk juga membangun piramida manusia.
Dinasti Mamluk di Mesir tak luput dari ancamannya. Apalagi Sultan Malik Zahir Barquq melindungi penguasa Baghdad yang melarikan diri, Sultan Ahmad Jalair. Namun, seperti menghadapi Hulagu sebelumnya, Mesir akhirnya luput dari serangan Timur. Serangan Timur Lenk benar-benar menghancurkan peradaban Islam. Praktis hanya Mesir yang selamat. Baghdad yang belum pulih akibat serangan Hulagu Khan dulu, kini remuk kembali.
Tak puas menjarah ke Barat, Timur Lenk kemudian mengincar Cina di timur. Padahal saat itu, ia telah berusia 71 tahun. Saat hendak melakukan invasi itu, Timur Lenk sakit dan meninggal pada 1404. Dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil bertempur hebat memperebutkan kursi sang ayah. Khalil (1404-1404) menang, namun dikudeta oleh saudaranya yang lain, Syakh Rukh (1405-1447). Syakh Rukh dan anaknya, Ulugh Bey (1447-1449) memimpin negaranya dengan baik. Ilmu pengetahuan kembali berkembang. Namun tidak lama. Pada 1469, kekuasaan keluarga Timur Lenk itu ambruk.
Timur adalah salah seorang pemimpin paling brutal dalam sejarah. Sepak terjangnya menghancurkan masyarakat Islam habis-habisan. Namun, ironisnya, Timur Lenk adalah seorang muslim. Kabarnya, ia berpaham Syi'ah namun dekat dengan tarekat Naqsabandiyah. Dalam kehidupan sehari-hari, ia seperti menghormati para ulama. Dikabarkan ia dengan sangat hormat menerima sejarawan besar Ibnu Khaldun yang ditugasi Sultan Faraj untuk berunding.
Apapun, noda hitam telah terlalu banyak ditorehkan Timur Lenk. Terlalu banyak merah darah yang telah dibanjirkannya.
Serbuan Hulagu Khan
Baghdad 1258. Tepian sungai Tigris itu menampakkan pemandangan ganjil. Dari dataran sekelilingnya, kecemerlangan kota tampak jelas. Gedung-gedung megah bertaburan tertata secara rapi. Saat itu, hampir tidak ada kota di dunia segemerlap Baghdad. Namun ribuan tenda mendadak bermunculan di luar kota. Itulah tenda pemimpin Mongol, Hulagu Khan, beserta 200-an ribu pasukannya.
Sejarah mencatat, Khalifah Al-Mu'tashim dan para pembesar Kekhalifahan Abbasiyah dengan senang hati menemui Hulagu. Ia membawa berbagai macam hadiah. Hulagu menerima mereka dengan dingin. Ia memenggal kepala khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Hulagu kemudian memerintahkan pasukannya untuk meratakan Baghdad dengan tanah. Bukan hanya istana dan gedung-gedung kerajaan saja. Namun juga rumah penduduk, masjid, serta madrasah, universitas dan perpustakaan.
Kemegahan Baghdad habis tanpa bekas. Seluruh warga tewas dibantai, kecuali yang sempat lari menyelamatkan diri. Peristiwa ini merupakan salah satu penghancuran terbesar kebudayaan masyarakat Islam yang telah berkembang selama lebih 6 (enam) abad.
Hulagu tetap tinggal di tendanya. Ia sepenuhnya mewakili karakter masyarakatnya, bangsa Mongol, saat itu yang sangat sederhana namun brutal. Mulanya bangsa itu adalah kelompok-kelompok kecil pemburu dan penggembala di padang stepa di utara Cina hingga Siberia. Mereka mempercayai sebagai keturunan Alanja Khan yang mempunyai dua anak kembar, Tatar dan Mongol.
Adalah Yasugi Bahadur Khan yang diyakini sebagai pemersatu kelompok-kelompok Mongol. Setelah meninggal, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Temujin yang berusia 13 tahun. Pada 1206, Temujin mendapat gelar Jenghis Khan. Ia membangun pasukan laki-laki dan pertempuan dalam kelompok 10, 200, serta 1.000 orang yang masing-masing dipimpin oleh seorang komandan.
Dengan pasukannya itu, ia menaklukkan Cina dan menguasai sepenuhnya Asia Tengah. Kota-kota indah seperti Samarkand, Bukhara dihancurkan sama sekali. Penduduk dibantai habis-habisan. Sultan Ala Al-Din mencoba menghadang gerak pasukan itu di Bukhara. Ia tewas dalam pertempuran. Jalal Al-Din, anaknya, terpaksa lari ke India.
Jenghis Khan mewariskan semangat berpetualang dan kebrutalan itu pada anak cucunya. Keempat anaknya, Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli melanjutkan petualangan tersebut, menjarah wilayah-wilayah Islam. Salah seorang cucu Jenghis, kemudian malah membangun armada laut yang melakukan ekspedisi militer hingga wilayah Nusantara, sehingga melahirkan insiden Tarik - Jawa Timur, yang melahirkan kerajaan Majapahit.
Chagatai menguasai wikayah Ferghana hingga Azerbaijan. Saudaranya, Tuli menduduki Khurasan. Saat itu, kerajaan Islam terpecah belah dan tak mempunyai kekuatan berarti. Sangat mudah bagi pasukan Mongol -yang menghormat matahari terbit-untuk menaklukkan mereka. Sebelum meninggal pada 1256, Tuli sudah menguasai sebagian wilayah Irak. Hulagu tinggal melanjutkannya untuk menaklukkan Baghdad.
Damaskus, Yordania, Nablus dan Gaza dengan mudah dikuasai pasukan Hulagu. Mereka mengincar Mesir yang dikuasai kesultanan Mamluk. Panglima Kitbugha mengirim utusan ke Mesir yang meminta Sultan Qutuz menyerah. Utusan Qitbhuga malah dibunuh. Di 'Ain Jalut, Sultan Qutuz bersama panglima Baybars memimpin sendiri pasukannya bertempur melawan pasukan Hulagu. Untuk pertama kalinya, pasukan Mongol dapat ditaklukkan.
Kekuasaan Mongol dilanjutkan oleh anak cucu Hulagu, yang dikenal dengan sebutan dinasti Ilkhan. Abaga, anak Hulagu, memeluk Krtisten. Penggantinya, Ahmad Teguder (1282-1284) masuk Islam, namun dibunuh oleh Arghun, raja keempat yang bertindak kejam terhadap orang-orang Islam. Posisi umat Islam membaik di masa raja ke tujuh Ikhan, Mahmud Ghazan (1295-1304). Ia sempat menganut ajaran Budha sebelum beralih ke Islam.
Ghazan tertarik pada masalah peradaban. Ia membangun perguruan tinggi untuk mazhab Syafii serta Hanafi, observatorium, perpustakaan, bahkan juga padepokan atau semacam biara buat kaum sufi. Ia meninggal dalam usia 32 tahun, dan digantikan Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317), seorang penganut Syi'ah garis keras. Sultan terakhir dari Dinasti Ilkhan adalah Abu Sa'id (1317-1335). Kekuasaannya hancur setelah terjadi bencana kelaparan hebat akibat serangan badai dan hujan es. Kekuasaan pun terpecah belah, sampai kemudian dihancurkan oleh Timur Lenk, penakluk brutal lainnya yang juga keturunan Mongol.
Serbuan Jenghis Khan hingga Hulagu Khan benar-benar membuat masyarakat Islam harus membangun kehidupan baru dari tingkat yang paling dasar. Tidak ada lagi wujud peradaban yang tersisa dari wilayah Asia Tengah, Selatan hingga Timur Tengah. Syukurlah, Dinasti Mamluk mampu mempertahankan wiyah Mesir. Dari Mesirlah, kemudian peradaban Islam dibangun kembali.
Langganan:
Postingan (Atom)