SEJARAH KHALIFAH
Detik-detik Sakaratul Maut Rasulullah SAW
Inilah bukti cinta yang sebenar-benarnya tentang cinta, yang telah dicontohkan Allah SWT melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit mulai menguning di ufuk timur, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya.
Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah. "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah. Fatimah menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril meyakinkan.
Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini." Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh. Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka. "Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?" tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril sambil terus berpaling. Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku," pinta Rasul pada Allah.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya. Seperti Allah dan Rasul mencintai kita semua.
Khalifah Abu Bakar
Muhammad wafat tanpa meninggalkan pesan siapa yang harus menggantikannya sebagai pemimpin umat.. Beberapa kerabat Rasul berpendapat bahwa Ali bin Abu Thalib -misan dan menantu yang dipelihara Muhammad sejak kecil-yang paling berhak. Namun sebagian kaum Anshar, warga asli Madinah, berkumpul di Balai Pertemuan (Saqifa) Bani Saudah. Mereka hendak mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pemimpin umat.
Ketegangan terjadi. Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah datang untuk mengingatkan mereka. Perdebatan terjadi, sampai dua tokoh Muhajirin dan Anshar -Abu Ubaidah dan Basyir anak Saad-membaiat Abu Bakar. Umar menyusul membaiat. Demikian pula yang lainnya. Pertikaian selesai. Selasa malam menjelang salat Isya -setelah Muhammmad dimakamkan-Abu Bakar naik ke mimbar di masjid Nabawi. Ia mengucapkan pidato pertamanya sebagai khalifah. Pidato yang ringkas dan berkesan di kalangan umat. Itu terjadi pada Juni 632, atau 11 Hijriah.
Abu Bakar adalah orang pertama di luar kerabat Rasul yang memeluk Islam. Ia dikenal sebagai orang yang selalu membenarkan ucapan Muhammad. Ketika orang-orang menghujat Muhammad karena mengatakan baru mengalami Isra' Mi'raj, Abu Bakar menyatakan keyakinannya terhadap peristiwa itu. Ia menyiapkan perjalanan serta mengawani Muhammad saat hijrah ke Madinah. Ia juga menikahkan putrinya, Aisyah, dengan Rasul.
Namun tak berarti kepemimpinan Abu Bakar mulus. Meninggalnya Muhammad menimbulkan pembelotan besar-besaran dari berbagai kabilah yang baru masuk Islam. Mereka tidak lagi patuh pada pemerintahan di Madinah. Beberapa orang malah menyatakan diri sebagai Nabi. Aswad Al-Insa di Yaman yang menyatakan diri sebagai Nabi dan membolehkan orang tidak salat dan berzina, telah dibunuh oleh orang dekatnya saat Rasulullah sakit. Sekarang ada Tulaihah dan Musailama yang berbuat serupa.
Di Madinah pun, Abu Bakar berselisih pendapat dengan Fatimah, putri Muhammad, mengenai cara pengelolaan uang negara. Keluarga Rasul -termasuk Ali bin Abu Thalib-baru mengakui kepemimpinan Abu Bakar enam bulan kemudian, setelah Fatimah wafat.
Tugas pertama yang dilakukan Abu Bakar adalah melaksanakan amanat Rasul: memberangkatkan pasukan Usama bin Zaid ke arah Palestina dan Syam. Ia sendiri -dalam usia 61 tahun-- kemudian memimpin tentara menggempur Tulaiha. Operasi militernya sukses. Setelah itu, Abu Bakar membentuk 11 regu untuk menaklukkan kabilah-kabilah yang menolak membayar zakat. Yakni dari Tihama di Laut Merah, Hadramaut di ujung Lautan Hindia, sampai ke Oman, Bahrain, Yamama hingga Kuwait di Teluk Persia.
Pertempuran paling sengit terjadi melawan pasukan Musailama yang memiliki 40 ribu pasukan. Tentara dari Madinah sempat hancur. Berkat kecerdikan panglima Khalid bin Walid, mereka memukul balik lawan. Seorang tentara Khalid, Al-Barak, berhasil melompati benteng Al-Hadikat dan membuka pintu dari dari dalam. Musailama tewas.
Pasukan Khalid kemudian bergerak ke Utara, menuju lembah Irak yang saat itu dikuasai kerajaan besar Persia. Pada 8 Hijriah, Raja Persia Kisra merobek-robek surat yang dikirimkan Muhammad. Rasul lalu menyebut Allah akan merobek-robek kerajaan Persia pula. Saat itu tiba melalui tangan Khalid bin Walid yang hanya membawa sedikit pasukan. Dalam perang di Allais tercatat 70 ribu orang tewas. Setelah itu Kerajaan Hira pun ditaklukkan. Jadilah seluruh wilayah Irak sekarang masuk dalam wilayah kekhalifahan Abu Bakar.
Setelah itu, Khalifah Abu Bakar mengirim 24.000 pasukan ke arah Syria, di bawah komando empat panglima perang. Mereka bersiap menghadapi 240.000 pasukan Romawi -kekuatan terbesar di dunia pada masa itu-yang diperintah Heraklius. Abu Bakar menetapkan Yarmuk sebagai pangkalan mereka. Ia juga memerintahkan Khalid bin Walid -yang berada di wilayah Irak-untuk pergi ke Yarmuk dan menjadi Panglima Besar di situ. Sebanyak 9000 pasukan dibawanya.
Abu Bakar mencatat banyak keberhasilan. Di jazirah Arab, ia telah berhasil menyatukan kembali umat Islam yang pecah setelah rasul wafat. Di masanya pula, Islam mulai menyebar ke luar jazirah Arab. Meskipun demikian, ia tetap dikenal sebagai seorang yang sederhana. Ia hidup sebagaimana rakyat. Tetap pergi sendiri ke pasar untuk berbelanja, serta tetap menjadi imam salat di masjid Nabawi.
Selama dua tahun tiga bulan memimpin umat, ia hanya mengeluarkan 8.000 dirham uang negara untuk kepentingan keluarganya. Jumlah yang sangat sedikit untuk ukuran waktu itu sekalipun. Ia juga memerintahkan pengumpulan catatan ayat-ayat Quran dari para sekretaris Rasul. Catatan-catatan itu dikumpulkan di rumah Hafsha, putri Umar. Abu Bakar meninggal dalam usia yang hampir sama dengan Rasul, 63 tahun
Khalifah Umar bin Khaththab
(23-33 Hijriah/634-644 Masehi)
Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu Bakar sibuk bertanya pada banyak orang. "Bagaimana pendapatmu tentang Umar?" Hampir semua orang menyebut Umar adalah seorang yang keras, namun jiwanya sangat baik. Setelah itu, Abu Bakar minta Usman bin Affan untuk menuliskan wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar. Tampaknya Abu Bakar khawatir jika umat Islam akan berselisih pendapat bila ia tak menuliskan wasiat itu.
Pada tahun 13 Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar menjadi khalifah. Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai "Khalifatur- Rasul", kini mereka memanggil Umar "Amirul Mukminin" (Pemimpin orang mukmin). Umar masuk Islam sekitar tahun 6 Hijriah. Saat itu, ia berniat membunuh Muhammad namun tersentuh hati ketika mendengar adiknya, Fatimah, melantunkan ayat Quran.
Selama di Madinah, Umarlah --bersama Hamzah-yang paling ditakuti orang-orang Qurais. Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul dihina. Saat hijrah, ia juga satu-satunya sahabat Rasul yang pergi secara terang-terangan. Ia menantang siapapun agar menyusulnya bila ingin "ibunya meratapi, istrinya jadi janda, dan anaknya menangis kehilangan."
Kini ia harus tampil menjadi pemimpin semua. Saat itu, pasukan Islam tengah bertempur sengit di Yarmuk -wilayah perbatasan dengan Syria. Umar tidak memberitakan kepada pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat dan ia yang sekarang menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi pasukan yang tengah melawan kerajaan Romawi itu.
Di Yarmuk, keputusan Abu Bakar untuk mengambil markas di tempat itu dan kecerdikan serta keberanian Khalid bin Walid membawa hasil. Muslim bermarkas di bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Puluhan ribu pasukan Romawi -baik yang pasukan Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani-tewas. Lalu terjadilah pertistiwa mengesankan itu.
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya "Jirri Tudur"-- ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. "saya berjihad bukan karena Umar," katanya. Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan "tangga manusia", pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo. Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur. Lalu Umar dengan bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum Gereja Syria dan Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komando Amr bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.
Ke wilayah Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga merebut Ctesiphon -pusat kerajaan Persia, pada 637 Masehi. Tiga putri raja dibawa ke Madinah, dan dinikahkan dengan Muhammad anak Abu Bakar, Abdullah anak Umar, serta Hussein anak Ali. Hussein dan istrinya itu melahirkan Zainal Ali Abidin -Imam besar Syiah. Dengan demikian, Zainal mewarisi darah Nabi Muhammad, Ismail dan Ibrahim dari ayah, serta darah raja-raja Persia dari ibu. Itu yang menjelaskan mengapa warga Iran menganut aliran Syi'ah. Dari Persia, Islam kemudian menyebar ke wilayah Asia Tengah, mulai Turkmenistan, Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan sekarang.
Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644 Masehi. Saat salat subuh, seorang asal Parsi Firuz menikamnya dan mengamuk di masjid dengan pisau beracun. Enam orang lainnya tewas, sebelum Firus sendiri juga tewas. Banyak dugaan mengenai alasan pembunuhan tersebut. Yang pasti, ini adalah pembunuhan pertama seorng muslim oleh muslim lainnya.
Umar bukan saja seorang yang sederhana, tapi juga seorang yang berani berijtihad. Yakni melakukan hal-hal yang tak dilakukan Rasul. Untuk pemerintah, ia membentuk departemen-departemen. Ia tidak lagi membagikan harta pamoasan perang buat pasukannya, melainkan menetapkan gaji buat mereka. Umar memulai penanggalan Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan catatan ayat Quran yang dirintis Abu Bakar. Ia juga memerintahkan salat tarawih berjamaah.
Menurut riwayat, suatu waktu Ali terpesona melihat lampu-lampu masjid menyala pada malam hari di bulan Ramadhan. "Ya Allah, sinarilah makam Umar sebagaim9ana masjid-masjid kami terang benderang karenanya," kata Ali.
Khalifah Utsman bin Affan
(33-45 Hijriah/644-656 Masehi).
Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah anak Ubaidillah.
Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun terbelah.
Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman hukuman tersebut tidak dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah "saudara susu".
Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu, kehidupan ekonomi Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai enggan pada tokoh yang kesehariannya sangat sederhana dan tegas seperti Abu Bakar atau Umar. Ali mempunyai kepribadian yang serupa itu. Sedangkan Ustman adalah seorang yang sangat kaya dan pemurah.
Abdurrahman -yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga Umayah. Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.
Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad. Atas ajakan Abu Bakar, Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman sehingga ia dinikahkan dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad menikahkan kembali Ustman dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.
Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasul, Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering itu.
Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat dikepung.
Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak mengangkat keluarganya menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting diserahkannya pada keluarga Umayah. Yang paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara. Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.
Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan nama besar seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur Mesir, diberhentikan diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah -keluarga yang paling aktif berkampanye untuk Ustman dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu Abdullah menghadapi kesulitan. Setelah itu, ia mencopot lagi Amr dan memberikan kembali kursi pada Abdullah.
Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid tak mampu menjalankan pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke seluruh masyarakat. Bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang muslim yang santun dan saleh. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.
Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd adalah Ali. Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa mendatang -sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa yang dianut orang-orang Nasrani. Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, di Iran dan Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak meluas. Ustman gagal mengatasi masalah ini secara bijak. Abdullah bin Sabak diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat saleh dan dekat dengan Abdullah, diasingkan di luar kota Madinah sampai meninggal.
Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali mengingatkan Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa tidak ada yang keliru dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap mempertahankan kekhalifahan itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.
Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun untuk mundur. Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan dari Kufah memilih Zubair untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Ustman dan membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun mereka menolak dan malah mengepung Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Ustman yang berkhutbah mengecam tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.
Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Ustman tak lagi menuruti kata-kata Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu pulang. Namun tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut janjinya itu. Massa marah.Pemberontak balik ke Madinah. M
Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi melakukannya setelah ditegur Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Ustman, sebelum Sudan anak Hamran menusukkan pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman menghembuskan nafas terakhirnya sambil memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu, kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.
Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan pengumpulan naskah Quran yang telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing dikirim ke Mekah, Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.
Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.
Khalifah Ali bin Abu Thalib (35-41 Hijriah/655-661 Masehi)
Utsman bin Affan wafat. Warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kaufah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut riwayat, Ali sempat menolak penunjukan itu . Namun semua mendesak untuk memimpin umat. Pembaitan Ali pun berlangsung di masjid Nabawi.
Ali adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil, Muhammad diasuh oleh Abu Thalib -pamannya yang juga ayah Ali. Setelah berumah tangga dan melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Muhammad memelihara Ali di rumahnya. Ali dan Zaid bin Haritsah -anak angkat Muhammad-adalah orang pertama yang memeluk Islam, setelah Khadijah. Mereka selalu salat berjamaah.
Kecerdasan dan keberanian Ali sangat menonjol di lingkungan Qurais. Saat anak-anak, ia telah menantang tokoh-tokoh Qurais yang mencemooh Muhammad. Ketika Muhammad hijrah dan kaum Qurais telah menghunus pedang untuk membunuhnya, Ali tidur di tempat tidur Muhammad serta mengenakan mantel yang dipakai Rasul itu.
Di medan perang, dia adalah petempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar, Uhud hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah ia berhasil menjebol gerbang benteng Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali ditugasi untuk melaksanakan misi militer ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.
Mengenai kecerdasannya, Muhammad pernah memuji Ali dengan kata-kata: "Saya adalah ibukota ilmu dan Ali adalah gerbangnya." Kefasihan bicara Ali dipuji oleh banyak kalangan. Rasul kemudian menikahkan Ali dengan putri bungsunya, Fatimah. Setelah Fatimah wafat, Ali menikah dengan Asmak -janda yang dua kali ditinggal mati suaminya, yakni Ja'far (saudara Ali) dan khalifah Abu Bakar.
Sebagai khalifah ia mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Utsman. Keluarga Umayah menguasai hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Irak -Abu Musa Al-Asyari-yang bukan keluarga Umayah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili pembunuh Utsman. Tuntutan demikian juga banyak diajukan tokoh netral seperti janda Rasulullah -Aisyah, juga Zubair dan Thalhah -dua orang pertama yang masuk Islam seperti Ali.
Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Ia bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, ia mendesak Muawiyah bin Abu Sofyan -Gubernur Syam yang juga pimpinan keluarga Umayah-untuk segera berbaiat kepadanya.
Muawiyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Ustman dihukum. Ali siap menggempur Muawiyah. Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah, Saad bin Abi Waqas, Abdullah anak Umar menyarankan Ali menunda serangan itu. Begitu juga sepupu Ali, Ibnu Abbas. Tapi Ali berkeras, sehingga Ibnu Abbas mengeritiknya: "Anda ini benar-benar panglima perang, bukan negarawan."
Ali segera menyusun pasukan. Ia berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya mendukung Ali. Ia tinggalkan ibukota Madinah sepenuhnya, bahkan seterusnya, untuk langsung memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para pemimpin negara. Setahun sudah berlalu, pembunuh Ustman belum ditindak.
Langkah ini makin mengundang kritik dari kelompok Aisyah. Aisyah, Thalhah dan Zubair lalu memimpin 30 ribu pasukan dari Mekah. Pasukan Ali -yang semula diarahkan ke Syam- terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah. Terjadilah peristiwa menyedihkan itu: perang antar Muslim.
Aisyah memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga mengendarai unta. Maka perang itu disebut Perang Unta. Sekitar 10 ribu orang tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah tandunya penuh anak panah. Zubair tewas dibunuh di waha Al-Sibak. Thalhah terluka di kaki dan meninggal di Basra.
Kesempatan pun dimanfaatkan oleh Muawiyah. Ia menggantungkan jubah Ustman yang berlumur darah, serta potongan jari istri Ustman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan Ali. Pihaknya bahkan menuding Ali sebagai otak pembunuhan Ustman. Muawiyah berhasil menarik Amru bin Ash ke pihaknya.
Amru seorang politisi ulung yang sangat disegani. Ia diiming-imingi menjadi Gubernur Mesir. Abdullah, anak Amru yang saleh, menyarankan ayahnya untuk menolak ajakan Muawiyah. Namun Muhammad -anaknya yang suka politik-menyarankan Amru mengambil kesempatan. Amru tergoda. Ia mendukung Muawiyah untuk menjadi khalifah tandingan.
Kedua pihak bertempur di Shiffin, hulu Sungai Eufrat di perbatasan Irak-Syria. Puluhan ribu Muslim tewas. Di pihak Ali, korban sebanyak 35 ribu di pihak Muawiyah 45 ribu. Dalam keadaan terdesak, pihak Muawiyah bersiasat. Atas usulkan Amru, mereka mengikat Quran di ujung tombak dan mengajak untuk "berhukum pada Quran."
Pihak Ali terbelah. Sebagian berpendapat, seruan itu harus dihormati. Yang lain menyebut itu hanya cara Muawiyah untuk menipu menghindari kalah. Ali mengalah. Kedua pihak berunding. Amru bin Ash di pihak Muawiyah, Abu Musa -yang dikenal sebagai seorang saleh dan tak suka politik- di pihak Ali. Keduanya sepakat untuk "menurunkan" Ali dan Muawiyah. Namun Amru kembali mengingkari kesepakatannya.
Situasi yang tak menentu itu membuat marah Hurkus -komandan pasukan Ali yang berasal dari keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus dan keras. Caranya memandang masalah selalu "hitam putih". Karena cara berpikirnya yang sempit, ia pernah menggugat Rasulullah. Sekarang ia menganggap Muawiyah maupun Ali melanggar hukum Allah. "Laa hukma illallah (tiada hukum selain Allah)," serunya. Pelanggar hukum Allah boleh dibunuh, demikian pendapatnya.
Kelompok Hurkus segera menguat. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai "khawarij" (barisan yang keluar). Mereka menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat dengannya. Pembunuhan berlangsung di beberapa tempat. Mereka berpikir, negara baru akan dapat ditegakkan jika tiga orang yang dianggap penyebab masalah, yakni Ali, Muawiyah dan Amru dibunuh.
Hujaj bertugas membunuh Muwawiyah di Damaskus, Amru bin Abu Bakar membunuh Ambru bin Ash di Mesir dan Abdurrahman membunuh Ali di Kufah. Muawiyah yang kini hidup dengan pengawalan ketat bagai raja hanya terluka. Amru bin Abu Bakar salah bunuh orang imam yang menggantikan Amru bin Ash. Di Kaufah, Ali tengah berangkat ke masjid ketika diserang dengan pedang. Dua hari kemudian ia wafat. Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijriah atau 661 Masehi.
Berakhirlah model kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah. Muawiyah lalu menggunakan model "kerajaan" pemerintahan negara Islam. Ibukota pun dipindah dari Madinah ke Damaskus.
Daulat Umayah I
(661-750 Masehi)
Ini adalah periode pemerintahan Islam di bawah kekuasaan Keluarga Umayah. Para ahli sejarah menunjuk kekuasaan ini berawal pada tahun 40 Hijriah atau 661 Masehi. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah anak Abu Sofyan. Abu Sofyan adalah pemimpin Mekah yang menentang Rasul. Ia masuk Islam setelah kota Mekah ditaklukkan oleh pasukan Islam dari Madinah.
Muawiyah semula adalah Gubernur Syria berkedudukan di Damaskus. Ia memberontak pada Khalifah Ali bin Abu Thalib, sampai Ali wafat dibunuh orang Khawarij. Pengikut Ali kemudian mengangkat Hasan -anak Ali-sebagai khalifah baru. Namun Hasan, yang tak ingin konflik, lalu mengikat perjanjian damai dengan Muawiyah. Jadilah Muawiyah penguasa tunggal masyarakat muslim waktu itu.
Muawiyah memindah ibukota negara dari Madinah ke Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa. Tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan sendiri secara biasa. Muawiyah meniru sistem kerajaan untuk dirinya. Ia hidup bagai raja -dalam benteng, bergelimang kemewahan, bepengawalan lengkap dengan kekuasaan mutlak. Untuk jabatannya, ia menyebut diri sebagai "khalifatullah" ("wakil" Allah di bumi) -istilah yang banyak dipakai para sultan kemudian.
Banyak yang diperbuat oleh Dinasti Umayah. Antara lain dengan membangun dinas pos -termasuk penyediaan kuda dan perlengkapannya. Mereka juga mengangkat Qadi atau hakim sebagai profesi. Khalifah Abdul Malik mencetak uang sendiri dengan menggunakan tulisan Arab sebagai pengganti uang Byzantium dan Persia. Administrasi pemerintahan dibenahi. Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi pemerintahan.
Langkah ini dilanjutkan oleh anak Abdul Malik, Walid (705-715 Masehi). Ia membangun panti-panti asuhan untuk orang-orang cacat. Pekerja untuk rumah-rumah tersebut dibayarnya sebagai pegawai. Walid juga membangun infrastruktur berupa jalan-jalan raya yang menghubungkan antar wilayah. Selain itu ia juga membangu gedung-gedung pemerintah, masjid-masjid, bahkan juga pabrik. Di masanya, masyarakat mencapai puncak kemakmurannya.
Namun khalifah yang paling banyak dipuji adalah Umar bin Abdul Aziz (717-720). Ibunya adalah cucu Umar bin Khattab. Ia lebih menekankan pembangunan moral dan sosial dibanding fisik. Ia menolak jika dipilih menjadi khalifah semata karena dirinya anak khalifah. Ia bahkan merangkul musuh-musuh Dinasti Umayah, termasuk kelompok Syi'ah, untuk memilih khalifah yang baru. Sampai kemudian semua sepakat untuk memilihnya sebagai khalifah.
Umar memberikan kebebasan beribadah kepada masyarakat dari semua kelompok agama. Pajak yang membenani masyarakat pun ia peringan. Ia juga disukai orang-orang non-Arab atau 'mawali'. Sebelum masa Umar bin Abdul Aziz, warga non-Arab dianggap sebagai "warga kelas dua". Umar mensejajarkan bangsa apapun tanpa kecuali.
Dalam kehidupan sehari-hari, Umar bin Abdul Aziz mewarisi sikap kakek buyutnya, Umar bin Khattab. Bedanya: Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang bertemperamen keras, sedangkan Umar bin Abdul Aziz adalah seorang yang lembut. Kesederhanaannya akan selalu dikisahkan sepanjang sejarah. Di antaranya adalah ketika ia -suatu malam-bekerja di ruangannya yang berpenerangan lampu. Lalu anaknya datang minta izin untuk bicara dengannya. Umar bertanya, pembicaraannya itu untuk keperluan negara atau keluarga. "Urusan keluarga," kata anaknya. Umar lalu mematikan lampu itu. Lampu tersebut dinyalakan dengan minyak yang dibiayai negara.
Ia tak mau urusan keluarga menggunakan lampu dengan minyak negara. Sayang, Umar tidak lama memimpinn negara. Tiga tahun setelah diangkat, ia wafat. Setelah Umar, para khalifah lebih banyak hidup bergelimang kemewahan. Moralitas mereka jatuh. Kepercayaan rakyat merosot tajam. Khalifah Hisyam anak Abdul Malik berusaha mengatasi itu. Namun keadaan telanjur tak terkendali. Pada tahun 750 Masehi, setelah sekitar 90 tahun berkuasa, Daulat Umayah pun runtuh.
Daulat Umayah II
(661-750 Masehi)
Kekuasaan yang dibangun Muawiyah bagi Daulat Umayah diawali dengan noda hitam. Pemberontakan Muawiyah terhadap Khalifah Ali yang melahirkan Perang Shiffin menyebabkan sekitar 80 ribu orang tewas. Badri Yatim, dalam buku 'Sejarah Peradaban Islam' menyebut: "Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak." Praktek yang bertolak belakang dengan nilai Islam sebenarnya.
Muawiyah menunjuk anaknya, Yazid, sebagai penggantinya. Cara demikian tidak dikenal Islam dalam pemilihan pemimpin negara. Masyarakat berontak. Sebagian mengangkat Hussein anak Ali sebagai khalifah. Melalui penipuan, Yazid menghancurkan kubu Hussein. Hussein yang berencana memenuhi ajaka damai Muawiyah, ternyata dibunuh. Di padang Karbala, Hussein dipenggal. Kepalanya dibawa ke Damaskus.
Abdullah anak Zubair juga tak mengakui kekhalifahan Yazid. Abdullah berkedudukan di Mekah. Tentara kerajaan di masa Khalifah Abdul Malik kemudian menyerbu Mekah. Keluarga Zubair dihancurkan. Abdullah wafat dalam pertempuran pada 73 H atau 692 Masehi.
Di masa Muawiyah, kekuasaan melebar ke Barat hingga Tunisia yang berada di seberang Italia. Di Timur, wilayah kekuasaan telah menjangkau seluruh tanah Afghanistan sekarang. Ekspedisi laut berulangkali menyerbu ke Byzantium, namum gagal menaklukkan Romawi. Wilayah itu kemudian diperluas oleh Khalifah Abdul Malik. Wilayah Asia Tengah seperti Bukhara, Khawarizm, Ferghana hingga Samarkand mereka kuasai. Pasukan Umayah bahkan wilayah Sind dan Punyab di India dan Pakistan.
Terobosan paling monumental terjadi di Gibraltar, Spanyol, di masa Khalifah Walid. Seluruh wilayah Afrika Utara -termasuk Aljazair dan Maroko-mereka kuasai. Pada tahun 711 Masehi, Panglima Perang Thariq bin Ziyad memimpin pasukan menyeberang selat dari Maroko ke dataran Spanyol di Eropa. Ibukota Spanyol segera mereka kuasai. Demikian pula kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Seluruh Spanyol pun menjadi wilayah kekusaan Bani Umayah.
Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tentara Bani Umayah di bawah komando Panglima Abdulrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi, bergerak dari Spanyol menuju Perancis. Setelah melalui pegunungan Piranee, mereka menguasai Bordeau, Poitiers dan hendak maju ke kota Tours. Di tempat ini terjadi pertempuran yang menewaskan Al-Ghafiqi. Tentara itu pun mundur kendali ke Spanyol.
Dengan rentang wilayah kekuasaan yang sangat luas, di abad ke-8 Masehi tersebut, Bani Umayah merupakan kekuasaan yang paling besar di dunia. Kekuasaan besar lainnya adalah Dinasti Tang di wilayah Cina serta Romawi yang berpusat di Konstantinopel. Ke wilayah kekuasaan Bani Umayah itulah Islam kemudian menyebar dengan cepat.
Namun adalah sebuah kemustahilan untuk mempertahankan wilayah yang begitu luas terus-menerus. Apalagi masyarakat kemudian kehilangan rasa hormatnya pada kekhalifahan. Pemberontakan muncul di sana-sini. Yang terkuat adalah pemberontakan oleh Abdullah Asy-Syafah, atau Abu Abbas. Ia keturunan Abbas bin Abdul Muthalib -paman Rasulullah. Ia disokong oleh keluarga Hasyim -keluarga yang terus berseteru dengan Keluarga Umayah. Kalangan Syi'ah -para pendukung fanatik Ali-mendukung pula gerakan ini.
Abu Abbas kemudian bersekutu dengan tokoh kuat, Abu Muslim dari Khurasan. Pada tahun 750 Masehi, mereka berhasil menjatuhkan kekuasaan Bani Umayah. Khalifah terakhir, Marwan bin Muhammad, lari ke Mesir namun tertangkap danm dibunuh di sana. Berakhirlah kekuasaan Bani Umayah ini, meskipun keturunannya kemudian berhasil membangun Bani Umayah kedua di wilayah Spanyol.
Daulat Abbasiyah I
(750-1258 Masehi)
Ini dinasti berusia paling panjang dalam sejarah Islam. Muhammad al-Saffah atau Abu Abbas berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayah pada 750 Masehi. Ia memanfaatkan ketidakpuasan orang-orang Islam non-Arab, kalangan Syiah serta keluarganya sendiri, Keluarga Hasyim. Ia membangun kekuasaan itu bersama Abu Muslim dari Khurasan. Maka yang dilakukannya adalah mengurangi pengaruh Arab di pemerintahan.
Hanya empat tahun Abu Abbas memerintah. Ia meninggal. Khalifah berikutnya adalah Abu Ja'far (754-775). Dialah khalifah pertama menggunakan gelar. Untuk dirinya sendiri, ia menggunakan gelar Al-Mansyur. Pemerintahannya banyak mengakomodasi kepentingan masyarakat Persia. Ibukota negara bahkan dipindahkan ke tepi Sungai Tigris -dekat Ctesiphon, ibukota Kekaisaran Persia dulu.
Disebutkan, Al-Mansyur melakukan survei mendalam untuk penentuan lokasi ibukota. Dia mengirim staf untuk tinggal di sana guna membuat laporan keadaan wilayah itu di berbagai musim. Ia disebut mendatangkan sekitar 100.000 pekerja dari berbagai daerah - Kufah, Basrah, Mosul maupun Syria-untuk menjadi arsitek, tukang bangunan, juru pahat, pelukis untuk membangun tempat yang dulu dipakai sebagai peristirahatan Kaisar Kisra Anusyirwan. Sekitar tahun 762 Masehi, lahirlah kota Baghdad sebagai salah satu kota termegah di dunia saat itu.
Al-Mansyur dianggap sebagai tonggak pembangun kejayaan Abbasiyah. Namun itu dilakukannya dengan tangan besi pula. Abdullah dan Shalih bin Ali, dua orang pamannya yang menolak berbaiat untuknya, dibunuh Abu Muslim atas suruhannya. Abu Muslim sendiri kemudian ia bunuh. Untuk militer, ia kembali melakukan ekspansi untuk menguasai kembali wilayah-wilayah Bani Umayah dulu. Ia mengenalkan konsep 'wazir' yang sekarang diistilahkan sebagai perdana menteri. Jawatan pos diberi tugas intelejen -termasuk mengawasi para gubernur.
Di sisi lain, Baghdad dibangunnya sebagai pusat peradaban. Ilmu dan kesenian dikembangkan. Di Kufah, di masa Al-Mansyur, imam Abu Hanifah (700-767) diberinya tempat yang baik. Abu Hanifah berkesempatan untuk merumuskan hukum-hukum Islam, yang kemudian dikenal sebagai mazhab Hanafi. Sebuah mazhab yang sangat dipengaruhi kecenderungan kalangan intelektual muslim di Kufah: kuat dalam rasionalitas.
Kemakmuran masyarakat terwujud pada masa khalifah Al-Mahdi (775-785). Program irigasi berhasil meningkatkan produksi pertanian berlipat kali. Jalur perdagangan dari Asia Tengah dan Timur hingga Eropa melalui wilayah kekhalifahan Abbasiyah berjalan pesat. Pertambangan emas, perak, besi dan tembaga, berjalan dengan baik. Basrah di Teluk Persia tumbuh menjadi satu pelabuhan terpenting di dunia.
Bersamaan dengan itu, ilmu pengetahuan tumbuh subur. Di Madinah, Imam Malik (713-795) juga menyusun fikih atau hukum Islam. Ia tak seperti Hanafi. Ia banyak menggunakan hadis secara langsung serta tradisi masyarakat Madinah. Puncak peradaban Islam terjadi pada masa Harun Al-Rasyid (786-809). Bukan hanya kemakmurn masyarakat yang dicapai, namun juga pendidikan, kebudayaan, sastra dan lain-lain.
Harun Al-Rasyid membangun rumah-rumah sakit, sekolah kedokteran, serta farmasi. Saat itu, diperkirakan terdapat 800 orang dokter. Ia juga membangun pemandian-pemandian umum. Istrinya membangun saluran air dari Taif untuk memenuhi kebutuhan air di Mekah yang tak cukup dipenuhi oleh sumur zamzam.
"Masa keemasan" ini dilanjutkan oleh Al-Ma'mun (813-833). Dia mendirikan banyak sekolah. Berbagai buku Yunani diterjemahkannya ke bahasa Arab. Ia mendirikan pula "Bait Al-Hikmah" -perpustakan sekaligus perguruan tinggi. Di masanya, Imam Syafi'i (767-820) serta Imam Ahmad bin Hanbal (780-855) juga menulis kitab fikih yang kemudian menjadi mazhab sendiri. Mazhab dengan pendekatan yang berada di antara mazhab Hanafi dan Maliki. Pemikir Islam yang mengedepankan rasionalitas, yang dikenal dengan sebutan Mu'tazilah, yakni Abu Huzail (752-849) dan Al-Nazam (801-835) juga melempar gagasannya pada periode ini.
Hingga khalifah Al-Mutawakkil (847-861), Daulat Abbasiyah masih menampakkan kebesarannya. Namun, dalam politik, Al-Mutawakkil mulai membuat sejumlah perubahan. Ia lebih berorientasi pada orang-orang Turki dibanding Persia. Paham keagamaan negara pun ia ubah. Khalifah Al-Ma'mun menggunakan paham rasional mu'tazilah untuk negara. Al-Mutawakil mencabut paham itu, dan menggunakan aliran 'salaf' dari mazhab Hambali.
Daulat Abbasiyah II
(750-1258 Masehi)
Tak banyak terkisahkan pada sejarah Daulat Abbasiyah akhir Abad 9 dan awal Abad 10. Terutama sejak Khalifah Al-Mutawakkil meninggal pada 861 Masehi. Riwayat hanya menyebut bahwa pemerintahan Baghdad terus dikuasai oleh para panglima militer berdarah Turki. Para panglima itu yang mengangkat khalifah dari keturunan khalifah-khalifah terdahulu. Namun mereka hanya dijadikan simbol.
Badri Yatim dalam "Sejarah Peradaban Islam" mencatat adanya 12 khalifah saat Daulat Abbasiyah dikuasai para panglima militer Turki. Hanya empat khalifah yang diganti karena meninggal secara wajar. Delapan lainnya diturunkan secara paksa oleh militer, bahkan juga dibunuh. Keadaan ini menjadikan wibawa Dinasti Abbasiyah semakin merosot. Satu per satu wilayah melepaskan diri dari kendali pusat.
Simbol-simbol peradaban, seperti ilmu pengetahuan, kesenian dan sastra, tidak lagi berkembang. Satu-satunya paham keagamaan yang tumbuh pada masa ini adalah pemikiran Abu Hasan Al-Asy'ari (873-935), yang kerap disebut aliran tradisional dalam teologi. Al-Asy'ari sempat belajar paham mu'tazilah yang banyak dipengaruhi oleh logika Yunani. Ia lalu mengkritisi paham tersebut dengan mengambil pendekatan tekstual dan tradisi. Sejarah pemikiran Islam kemudian banyak diwarnai tarik-menarik kedua pendekatan tersebut, sampai sekarang.
Wibawa kekhalifahan Abbasiyah bangkit kembali setelah kekuasaan di tangan keluarga Buwaih. Khalifah, lagi-lagi hanya menjadi simbol sebagaimana Kaisar Jepang di era Tokugawa. Ketika wazir (perdana menteri) dan militer bertikai, khalifah menyerahkan kekuasaan pada tiga kakak beradik Ali, Hasan dan Ahmad -anak Abu Syuja' Buwaih, nelayan miskin dari Dailam. Ahmad memegang kendali di Baghdad, Ali menguasai wilayah Persia Selatan yang berpusat di Syiraz. Hasan berkuasa di Persia Utara, termasuk kota Ray dan Isfahan.
Di awal masa Bani Buwaih (945-1055), kemakmuran kembali berkembang di wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Pembangunan gedung pun semarak. Industri karpet berkembang pesat. Intelektual bermunculan. Antara lain Ibnu Sina (980-1037), penulis Qanun fi Al-Thibb yang menjadi rujukan ilmu kedokteran Barat sampai Abad 19. Juga Al Farabi yang wafat pada 950 Masehi dan Al-Maskawaih (wafat 1030 Masehi). Namun dalam keagamaan, terjadi kerancuan paham. Kekhalifahan menganut paham Sunni, sedangkan Bani Buwaih berpaham Syi'ah.
Lagi-lagi pertikaian keluarga, membuat kekuatan Bani Buwaih merosot. Kekhalifahan Abbasiyah kehilangan pamor lagi. Di Mesir, berdiri Kesultanan Fathimiyah. Di Afghanistan, keluarga Ghaznawiyah memerdekakan diri. Kemudian muncul dinasti Seljuk yang berawal dari kabilah-kabilah kecil di Turkistan yang berhasil dipersatukan oleh Seljuk anak Tuqaq. Pemimpin Seljuk kemudian Thugrul Beq, berhasil merebut beberapa wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Tak seperti Bani Buwaih, mereka menganut paham Sunni.
Atas undangan Khalifah Qaim, Thugrul Bek memasuki Baghdad. Para keturunannya kemudian menyetir kekuasaan di Baghdad. Banyak keluarga Seljuk lainnya membangun kekuasaan kecil-kecil di luar Baghdad. Sejarah mencatat masa terpenting kekuasaan Seljuk terjadi pada kepemimpinan Alp Arselan (1063-1072). Khalifah masa itu adalah Sultan Maliksyah, dengan Nizham Al-Mulk sebagai Perdana Menteri.
Nizham membangun Universitas Nizhamiyah pada 1065 di Baghdad. Inilah yang disebut model pertama universitas yang kini dikenal dunia. Di berbagai kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang universitas ini. Nizham juga membangun Madrasah Hanafiah. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Banyak intelektual lahir pada masa ini. Diantaranya Zamakhzyari di bidang tafsir dan teologi, Qusyairi di bidang tafsir, Imam Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf, juga sastrawan Fariduddin Attar dan Omar Kayam.
Di militer, 15.000 pasukan Alp Arselan mengalahkan pasukan gabungan Romawi, Perancis dan Armenia. Sepeninggal Arselan, pasukan itu malah merebut kota Yerusalem dari Dinasti Fathimiyah pada 471 Hijrah, atau 1078 Masehi. Inilah peristiwa yang menyulut terjadinya Perang Salib.
Waktu berlalu. Kekhalifahan melemah. Hampir setiap propinsi melepaskan diri. Pada 1199, kekuasaan Keluarga Seljuk di Baghdad berakhir. Para khalifah keturunan Abbas masih melanjutkan kepemimpinan negara. Namun hanya terbatas di sekitar Baghdad. Pada 1258, tiba-tiba sekitar 200 ribu pasukan Mongol muncul di bibir kota Baghdad di bawah komando Hulagu Khan. Khalifah Al-Mu'tashim menyerah.
Ia menyangka Hulagu Khan hendak menikahkan anak perempuannya dengan Abu Bakar, putra khalifah. Maka khalifah dan seluruh pembesar istana datang ke kemah Hulagu membawa berbagai hadiah. Di tempat itulah, Hulagu memenggal leher khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Kota Baghdad dihancurkan. Seluruh kegemilangan yang dibangun oleh Al-Mansyur, dan kemudian juga oleh Harun Al-Rasyid itu luluh lantak. Baghdad kembali rata dengan tanah.
Andalusia
(711-1492)
Bismillah. Tekad itu dipancangkan Thariq bin Ziyad. Sebanyak 7.000 orang pasukan yang dipimpinnya -mereka suku Berber dan Arab-telah selamat tiba di dataran Andalusia atau Spanyol. Mereka telah mengarungi selat yang memisahkan tanah Maroko di Afrika Utara dengan Eropa itu. Tanpa ragu sedikit pun Thariq memerintahkan untuk membakar kapal-kapalnya. Pilihannya jelas: terus maju untuk menang atau mati. Tak ada kata untuk mundur dan pulang.
Peristiwa di tahun 711 Masehi itu mengawali masa-masa Islam di Spanyol.Pasukan Thariq sebenarnya bukan misi pertama dari kalangan Islam yang menginjakkan kaki di Spanyol. Sebelumnya, Gubernur Musa Ibnu Nushair telah mengirimkan pasukan yang dikomandani Tharif bin Malik. Tharif sukses. Kesuksesan itu mendorong Musa mengirim Thariq. Saat itu, seluruh wilayah Islam masih menyatu di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Walid dari Bani Umayah.
Thariq mencatat sukses. Ia mengalahkan pasukan Raja Roderick di Bakkah. Setelah itu ia maju untuk merebut kota-kota seperti Cordova, Granada dan Toledo yang saat itu menjadi ibukota kerajaan Gothik. Ketika merebut Toledo, Thariq diperkuat dengan 5.000 orang tentara tambahan yang dikirim Musa.
Thariq sukses. Bukit-bukit di pantai tempat pendaratannya lalu dinamai Jabal Thariq, yang kemudian dikenal dengan sebutan Gibraltar. Musa bahkan ikut menyebarang untuk memimpin sendiri pasukannya. Ia merebut wilayah Seville dan mengalahkan Penguasa Gothic, Theodomir. Musa dan Thariq lalu bahu-membahu menguasai seluruh wilayah Spanyol selatan itu.
Pada 755 Masehi, Abdurrahman -keturunan Keluarga Umayah yang lolos dari kejaran penguasa Abbasiyah-tiba di Spanyol. Abdurrahman Ad-Dakhil, demikian orang-orang menjulukinya. Ia membangun Masjid Cordova, dan menjadi penguasa tunggal di Andalusia dengan gelar Emir. Keturunannya melanjutkan kekuasaan itu sampai 912 Masehi. Kalangan Kristen sempat mengobarkan perlawanan "untuk mencari kematian" (martyrdom). Namun Dinasti Umayah di Andalusia ini mampu mengatasi tantangan itu.
Abdurrahman Al-Aushat kemudian menjadikan Andalusia sebagai pusat ilmu terpenting di daratan Eropa. Pada 912, Abdurrahman An-Nasir mendengar kabar bahwa khalifah Abbasiyah di Baghdad tewas dibunuh. Ia lalu menggunakan gelar khalifah. Ia mendirikan universitas Cordova dengan perpustakaan berisi ratusan ribu buku.
Hal demikian dilanjutkan oleh Khalifah Hakam. Pusat-pusat studi dibanjiri ribuan pelajar, Islam dan Kristen, dari berbagai wilayah. Ladang-ladang pertanian Spanyol tumbuh dengan subur mengadopsi kebun-kebun dari wilayah Islam lainnya. Sistem hidraulik untuk pengairan dikenalkan. Andalusia inilah yang mendorong era pencerahan atau renaissance yang berkembang di Italia.
Kekacauan timbul setelah Hakam wafat dan kendali dipegang Manshur Billah -seorang ambisius yang menghabisi teman maupun lawan-lawannya. Kebencian masyarakat, baik Islam maupun Kristen mencuat. Situasi tak terkendalikan lagi setelah Manshur Billah wafat. Pada 1013, Dewan Menteri menghapuskan jabatan khalifah. Andalusia terpecah-pecah menjadi sekitar 30 negara kota.
Dua kekuatan dari Maghribi sempat menyatukan kembali seluruh wilayah itu. Pertama adalah Dinasti Murabithun (1086-1143) yang berpusat di Marakesy, Maroko. Pasukan Murabithun datang buat membantu kalangan Islam melawan Kerajaan Castilla. Mereka memutuskan untuk menguasai Andalusia setelah melihat Islam terpecah-belah. Dinasti Muwahiddun, yang menggantikan kekuasaan Murabithun di Afrika Utara, kemudin juga melanjutkan kepemimpinan Islam di Andalusia (1146-1235). Di masa ini, hidup Ibnu Rusyd -seorang pemikir besar yang banyak menafsirkan naskah Aristoteles.
Pada 1238 Cordova jatuh ke tangan Kristen, lalu Seville pada 1248 dan akhirnya seluruh Spanyol. Hanya Granada yang bertahan di bawah kekuasaan Bani Ahmar (1232-1492). Kepemimpinan Islam masih berlangsung sampai Abu Abdullah -meminta bantuan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella-- untuk merebut kekuasaan dari ayahnya. Abu Abdullah sempat naik tahta setelah ayahnya terbunuh. Namun Ferdinand dan Isabella kemudian menikah dan menyatukan kedua kerajaan. Mereka kemudian menggempur kekuatan Abu Abdullah untuk mengakhiri masa kepemimpinan Islam sama sekali.
Sejak itu, seluruh pemeluk Islam (juga Yahudi), dikejar-kejar untuk dihabisi sama sekali atau berpindah agama. Kekejian penguasa Kristen terhadap pemeluk Islam itu dibawa oleh pasukan Spanyol yang beberapa tahun kemudian menjelajah hingga Filipina. Kesultanan Islam di Manila mereka bumihanguskan, seluruh kerabat Sultan mereka bantai.
Memasuki Abad 16, Tanah Andalusia -yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam-- kemudian bersih sama sekali dari keberadaan Muslim.
Kairo
(969-1517)
Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis -yang berada di bawah kekuasaan Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir, Maria.
Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.
Mesir baru menjadi pusat kekuasaan -dan juga peradaban Muslim-baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi'ah. Ia menamai kekhalifahan itu Fathimiah -dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi'ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota .
Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari "Al-Zahra", nama panggilan Fatimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.
Muiz dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam fisik maupun kehidupn sosialnya-mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.
Di masa tersebut, Ibnu Yunus (wafat 1009) menemukan sistem pendulum pengukur waktu yang menjadi dasar arloji mekanik saat ini. Lalu Hasan ibn Haitham menemukan penjelasan fenomena "melihat". Sebelum itu, orang-orang meyakini bahwa orang dapat melihat sesuatu karena adanya pancaran sinar dari mata menuju obyek yang dilihat. Ibnu Haytham menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke benda tersebut, melainkan sebaliknya. Dari benda ke mata.
Gangguan politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.
Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu-kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk).
Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah, Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.
Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali -anak Aybak-mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz. Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran total oleh pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang dianggap menjadi peletak pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan Abbasiyah -yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad-untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama.
Ibnu Batutah tak hanya mengagumi 'rihlah', tempat studi keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona pada pusat layanan kesehatan yang sangat rapi dan "gratis". Sedangkan Ibnu Khaldun menyebut: "mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar adalah orang-orang Turki yang ada di Mesir."
Pusat peradaban ini nyaris hancur di saat petualang barbar Timur Lenk melakukan invasi ke Barat. Namun Sultan Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian Mamluk merupakan pusat kekuasaan yang duakali mampu mengalahkan tentara Mongol.
Pada ujung abad 15, perekonomian di Mesir menurun. Para pedagang Eropa melalui Laut Tengah tak lagi harus tergantung pada Mesir untuk dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka "menemukan" Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan Usmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.
Perang Salib
(1095- 1291)
Raja Inggris, Richard si Hati Singa, tengah menggigil demam di tendanya. Ambisinya untuk segera menghancurkan pasukan Islam harus ia tunda. Tentara harus ia istirahatkan. Kini ia menunggu kedatangan seorang tabib. Tabib itu ternyata adalah musuh besarnya, Salahuddin Al-Ayyubi, panglima besar pihak Islam yang dengan berani menyusup ke tenda lawan. Secara moral, Salahuddin telah memenangkan pertarungan.
Kisah tersebut sering dituturkan, dan menjadi salah satu cerita paling menarik dalam peristiwa Perang Salib. Peristiwa perang antar agama ini bermula dari sukses misi kecil militer Alp Arselan -pemimpin Seljuk yang menjadi panglima perang Daulat Abbasiyah. Sekitar 15.000 tentaranya berhasil mengalahkan pasukan gabungan Romawi, Perancis, Armenia, Ghuz, Akraj, Hajr dalam pertempuran di Manzikart 464 Hijriah (1071 Masehi).
Tentara Baghdad, sepeninggal Arselan, malah merebut Yerusalem pada 471 Hijriah atau sekitar 1078 Masehi. Sebelum itu, Yerusalem dikuasai oleh Kekhalifahan Fathimiyah -dinasti beraliran Syi'ah yang berpusat di Kairo - Mesir. Fathimiyah memberi keleluaasan bagi orang-orang Nasrani untuk berkunjung ke kota suci Yerusalem. Abbasiyah di Baghdad membuat ketentuan baru yang mempersulit kunjungan tersebut.
Pada 1095 Masehi, pemimpin tertinggi Katolik Paus Urbanus II menyeru seluruh masyarakat Kristen di Eropa agar melakukan Perang Suci. Seruan tersebut segera disambut oleh para raja. Musim semi 1095 Masehi -demikian tulis Badri Yatim di "Sejarah Peradaban Islam"-150 ribu pasukan, terutama dari Perancis dan Norman, bergerak ke Konstantinopel dan kemudian Yerusalem.
Nicea dan Edessa berhasil mereka rebut pada 18 Juni 1097 dan 1098. Mereka kemudian merebut Antiokia. Baitul Maqdis atau Yerusalem bahkan jatuh pada 15 Juli 1099. Yerusalem bahkan dijadikan ibukota kerajaan baru. Godfrey diangkat sebagai raja. Kota-kota penting di pantai Laut Tengah seperti Tyre, Tripoli dan Akka juga berhasil dikuasai Pasukan Salib.
Hampir setengah abad wilayah Yerusalem dan laut Tengah itu penuh dalam kekuasaan Kristen. Namun, pada 1144, ketenangan itu terusik. Penguasa Mosul dan Irak, Imaduddin Zanki dan anaknya, Nuruddin Zanki merebut wilayah Aleppo dan Edessa. Pada 1151, seluruh kawasan di Edessa berhasil mereka kuasai. Ini mendorong Paus Eugenius III kembali menyerukan perang suci. Raja Perancis Louis III dan Raja Jerman Condrad III memimpin pasukan menggempur kekuatan Islam. Namun mereka kalah, dan terpaksa mundur.
Salahuddin Al-Ayyubi, panglima yang memegang kendali pasukan setelah Nuruddin wafat, malah mencatat sukses besar. Ia mendirikan kekhalifahan Ayyubiyah di Mesir menggantikan kekuasan Fathimiyah. Pada 1187, ia berhasil merebut Yerusalem dan mengakhiri kekuasaan kaum Nasrani di sana selama 88 tahun. Pasukannya juga harus berhadapan dengan kekuatan paling besar yang dikomandoi Raja Inggris Richard, Raja Perancis Philip Augustus serta Raja Jerman Frederick Barbarosa.
Pada 2 Nopember 1192, Salahuddin -tokoh terbesar Kurdi (bangsa yang sekarang terbelah di tanah yang menjadi wilayah Irak, Syria, Turki dan Iran)-menandatangani perjanjian dengan musuhnya. Ia akan memberi kemudahan kaum Nasrani berkunjung ke Yerusalem. Namun pihak Kristen, yang dikomandoi Raja Jerman Frederick II, kemudian mengincar kembali Yerusalem. Mereka berhasil merebut wilayah Dimyar, pada 1219. Pengganti Salahuddin, Malik al-Kamil, kemudian menukar Dimyar dengan Yerusalem.
Kalangan Nasrani sempat menguasai kembali Baitul Maqdis sekitar seperempat abad. Namun, angin kembali berubah. Di Mesir, kekuasaan kekhalifahan Ayyubiyah diakhiri oleh dinasti Mamluk. Malik al-Shalih, pemimpin Mamluk merebut kembali Baitul Maqdis, pada 1247. Setelah itu, perang Islam-Kristen masih terus terjadi sampai kota Akka direbut lagi pihak Islam pada 1291.
Perang Salib telah mengantarkan orang-orang Eropa dalam jumlah besar untuk berinteraksi dengan masyarakat Islam. Interaksi tersebut membuat mereka banyak mengadopsi peradaban dari kalangan muslim.'Bath-up' yang menjadi tempat mandi masyarakat Barat sekarang ini, kabarnya diadopsi dari bejana tempat berwudhu orng-orang Turki muslim. Namun Perang Salib juga melahirkan provokasi kebencian terhadap Islam di lingkungan masyarakat Barat.
Prahara Timur Lenk
(1336-1404)
Namanya Timur Lenk. Si Timur Pincang. Ia anak Taragai, Kepala Suku Barlas di wilayah Uzbekistan kini. Sang ayah kabarnya keturunan Karachar Noyan -menteri dan kerabat Jagatai, anak Jenghis Khan. Namun Timur Lenk sendiri sering disebut sebagai keturunan Jenghis Khan.
Secara resmi keturunan Mongol ini telah memeluk Islam. Diperkirakan ia lahir pada 25 Sya'ban 736 Hijriah, atau 8 April 1336 Masehi. Sejak kecil, keberaniannya nampak luar biasa. Pada usia 12 tahun, ia telah terlibat dalam sejumlah pertempuran. Ketika ayahnya wafat, Timur bergabung dengan pasukan Gubernur Tansoxiana, Amir Qaghazan, sampai gubernur itu meninggal.
Serbuan pasukan Tughluq Temur Khan melambungkan nama Timur Lenk. Ia bertempur sampai mengundang perhatian Tughluq. Ia direkrut Tughluq menjadi pasukannya, namun kemudian memberontak setelah Tugluq mengangkat anaknya, Ilyas Khoja sebagai Gubernur Samarkand dan hanya menjadikan Timur sebagai wazir.
Timur bergabung dengan Amir Husain -cucu Qaghazan. Tughulq dan Ilyas Khoja tewas dalam pertempuran. Kemudian Timur malah membunuh Amir Husain yang juga iparnya sendiri. Pada 10 April 1370, ia mengangkat dirinya sebagai penguasa tunggal. "Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada satu raja." Demikian semboyannya. Sejak itu, Timur menebar maut sebagaimana dilakukan Hulagu seabad sebelumnya.
Khurasan, Afghan, Persia , Kurdistan dikuasainya. Di Sabwazar, Afghanistan, ia membangun menara terbuat dari 2000 mayat dibalut dengan lumpur. Pada 1395, ia menyerbu Moskow. Lalu balik lagi ke Timur ke India -tempat ia konon membantai 80 ribu tawanannya. Kebiadaban terus ditebarkan. Pusat-pusat peradaban Islam dihancurkannya kecuali Samarkand. Di tempat ini, ia malah membangun kota dengan mendatangkan batu dari Delhi, India, dengan diangkut oleh gajah.
Di Aleppo, Syria, Timur Lenk membangun piramida dari sekitar 20 ribu kepala manusia. Di Baghdad, sebanyak itu pula penduduk yang dibantainya. Di Armenia, 4000 tentara musuh dikubur hidup-hidup. Sekolah dan masjid-masjid di sekitar Irak dihancurkan. Masjid Umayah di Damaskus dihancurkannya sehingga tinggal dinding. Tak terhitung lagi jumlah korban Timur Lenk.
Timur juga menggempur dua kesultanan penting. Yakni kesultanan Usmani di Turki serta Mamluk di Mesir. Dalam pertempuran melawan Timur Lenk, Usmani dipimpin sendiri oleh Sultan Bayazid I. Erthugul, anak Bayazid, tewas. Dalam pertempuran berikutnya, perang di Ankara 1404, Bayazid bahkan tertawan dan meninggal sebagai tawanan. Di Takrit -kota kelahiran Salahuddin Al-Ayyubi-Timur Lenk juga membangun piramida manusia.
Dinasti Mamluk di Mesir tak luput dari ancamannya. Apalagi Sultan Malik Zahir Barquq melindungi penguasa Baghdad yang melarikan diri, Sultan Ahmad Jalair. Namun, seperti menghadapi Hulagu sebelumnya, Mesir akhirnya luput dari serangan Timur. Serangan Timur Lenk benar-benar menghancurkan peradaban Islam. Praktis hanya Mesir yang selamat. Baghdad yang belum pulih akibat serangan Hulagu Khan dulu, kini remuk kembali.
Tak puas menjarah ke Barat, Timur Lenk kemudian mengincar Cina di timur. Padahal saat itu, ia telah berusia 71 tahun. Saat hendak melakukan invasi itu, Timur Lenk sakit dan meninggal pada 1404. Dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil bertempur hebat memperebutkan kursi sang ayah. Khalil (1404-1404) menang, namun dikudeta oleh saudaranya yang lain, Syakh Rukh (1405-1447). Syakh Rukh dan anaknya, Ulugh Bey (1447-1449) memimpin negaranya dengan baik. Ilmu pengetahuan kembali berkembang. Namun tidak lama. Pada 1469, kekuasaan keluarga Timur Lenk itu ambruk.
Timur adalah salah seorang pemimpin paling brutal dalam sejarah. Sepak terjangnya menghancurkan masyarakat Islam habis-habisan. Namun, ironisnya, Timur Lenk adalah seorang muslim. Kabarnya, ia berpaham Syi'ah namun dekat dengan tarekat Naqsabandiyah. Dalam kehidupan sehari-hari, ia seperti menghormati para ulama. Dikabarkan ia dengan sangat hormat menerima sejarawan besar Ibnu Khaldun yang ditugasi Sultan Faraj untuk berunding.
Apapun, noda hitam telah terlalu banyak ditorehkan Timur Lenk. Terlalu banyak merah darah yang telah dibanjirkannya.
Serbuan Hulagu Khan
Baghdad 1258. Tepian sungai Tigris itu menampakkan pemandangan ganjil. Dari dataran sekelilingnya, kecemerlangan kota tampak jelas. Gedung-gedung megah bertaburan tertata secara rapi. Saat itu, hampir tidak ada kota di dunia segemerlap Baghdad. Namun ribuan tenda mendadak bermunculan di luar kota. Itulah tenda pemimpin Mongol, Hulagu Khan, beserta 200-an ribu pasukannya.
Sejarah mencatat, Khalifah Al-Mu'tashim dan para pembesar Kekhalifahan Abbasiyah dengan senang hati menemui Hulagu. Ia membawa berbagai macam hadiah. Hulagu menerima mereka dengan dingin. Ia memenggal kepala khalifah dan seluruh pengikutnya satu per satu. Hulagu kemudian memerintahkan pasukannya untuk meratakan Baghdad dengan tanah. Bukan hanya istana dan gedung-gedung kerajaan saja. Namun juga rumah penduduk, masjid, serta madrasah, universitas dan perpustakaan.
Kemegahan Baghdad habis tanpa bekas. Seluruh warga tewas dibantai, kecuali yang sempat lari menyelamatkan diri. Peristiwa ini merupakan salah satu penghancuran terbesar kebudayaan masyarakat Islam yang telah berkembang selama lebih 6 (enam) abad.
Hulagu tetap tinggal di tendanya. Ia sepenuhnya mewakili karakter masyarakatnya, bangsa Mongol, saat itu yang sangat sederhana namun brutal. Mulanya bangsa itu adalah kelompok-kelompok kecil pemburu dan penggembala di padang stepa di utara Cina hingga Siberia. Mereka mempercayai sebagai keturunan Alanja Khan yang mempunyai dua anak kembar, Tatar dan Mongol.
Adalah Yasugi Bahadur Khan yang diyakini sebagai pemersatu kelompok-kelompok Mongol. Setelah meninggal, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Temujin yang berusia 13 tahun. Pada 1206, Temujin mendapat gelar Jenghis Khan. Ia membangun pasukan laki-laki dan pertempuan dalam kelompok 10, 200, serta 1.000 orang yang masing-masing dipimpin oleh seorang komandan.
Dengan pasukannya itu, ia menaklukkan Cina dan menguasai sepenuhnya Asia Tengah. Kota-kota indah seperti Samarkand, Bukhara dihancurkan sama sekali. Penduduk dibantai habis-habisan. Sultan Ala Al-Din mencoba menghadang gerak pasukan itu di Bukhara. Ia tewas dalam pertempuran. Jalal Al-Din, anaknya, terpaksa lari ke India.
Jenghis Khan mewariskan semangat berpetualang dan kebrutalan itu pada anak cucunya. Keempat anaknya, Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli melanjutkan petualangan tersebut, menjarah wilayah-wilayah Islam. Salah seorang cucu Jenghis, kemudian malah membangun armada laut yang melakukan ekspedisi militer hingga wilayah Nusantara, sehingga melahirkan insiden Tarik - Jawa Timur, yang melahirkan kerajaan Majapahit.
Chagatai menguasai wikayah Ferghana hingga Azerbaijan. Saudaranya, Tuli menduduki Khurasan. Saat itu, kerajaan Islam terpecah belah dan tak mempunyai kekuatan berarti. Sangat mudah bagi pasukan Mongol -yang menghormat matahari terbit-untuk menaklukkan mereka. Sebelum meninggal pada 1256, Tuli sudah menguasai sebagian wilayah Irak. Hulagu tinggal melanjutkannya untuk menaklukkan Baghdad.
Damaskus, Yordania, Nablus dan Gaza dengan mudah dikuasai pasukan Hulagu. Mereka mengincar Mesir yang dikuasai kesultanan Mamluk. Panglima Kitbugha mengirim utusan ke Mesir yang meminta Sultan Qutuz menyerah. Utusan Qitbhuga malah dibunuh. Di 'Ain Jalut, Sultan Qutuz bersama panglima Baybars memimpin sendiri pasukannya bertempur melawan pasukan Hulagu. Untuk pertama kalinya, pasukan Mongol dapat ditaklukkan.
Kekuasaan Mongol dilanjutkan oleh anak cucu Hulagu, yang dikenal dengan sebutan dinasti Ilkhan. Abaga, anak Hulagu, memeluk Krtisten. Penggantinya, Ahmad Teguder (1282-1284) masuk Islam, namun dibunuh oleh Arghun, raja keempat yang bertindak kejam terhadap orang-orang Islam. Posisi umat Islam membaik di masa raja ke tujuh Ikhan, Mahmud Ghazan (1295-1304). Ia sempat menganut ajaran Budha sebelum beralih ke Islam.
Ghazan tertarik pada masalah peradaban. Ia membangun perguruan tinggi untuk mazhab Syafii serta Hanafi, observatorium, perpustakaan, bahkan juga padepokan atau semacam biara buat kaum sufi. Ia meninggal dalam usia 32 tahun, dan digantikan Muhammad Khudabanda Uljeitu (1304-1317), seorang penganut Syi'ah garis keras. Sultan terakhir dari Dinasti Ilkhan adalah Abu Sa'id (1317-1335). Kekuasaannya hancur setelah terjadi bencana kelaparan hebat akibat serangan badai dan hujan es. Kekuasaan pun terpecah belah, sampai kemudian dihancurkan oleh Timur Lenk, penakluk brutal lainnya yang juga keturunan Mongol.
Serbuan Jenghis Khan hingga Hulagu Khan benar-benar membuat masyarakat Islam harus membangun kehidupan baru dari tingkat yang paling dasar. Tidak ada lagi wujud peradaban yang tersisa dari wilayah Asia Tengah, Selatan hingga Timur Tengah. Syukurlah, Dinasti Mamluk mampu mempertahankan wiyah Mesir. Dari Mesirlah, kemudian peradaban Islam dibangun kembali.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar